Godaan terbesar seorang suami adalah istrinya, dan Yudha baru saja berhasil melewati ujian pertamanya. Tiga puluh menit yang cukup menyiksa, berdua di bawah guyuran air adalah pengalaman pertama baginya.
Kalila terlihat santai saja, mungkin karena mengira Yudha biasa saja. Padahal, selama di kamar mandi Yudha benar-benar gerah dan haus luar biasa. Tindakan Kalila yang mengajaknya mandi bersama seakan tengah menguji mental Yudha.
Tidak selesai di sana, Yudha masih harus membantu istrinya mengenakan pakaian. Walau sudah Kalila katakan bisa sendiri, tapi pada faktanya untuk mengancingkan piyama saja Kalila masih salah.
Mana mungkin Yudha tega membiarkannya, bagaimana kata sang mertua nanti andai Yudha tidak melakukan tugas sesuai janji. Terpaksa, Kalila pasrah saja karena dia tidak mungkin membantah suaminya.
"Maafkan aku ... kedepannya mungkin akan lebih merepotkan," ucap Kalila tersenyum getir, keyakinanya jika dia bisa sendiri ternyata patah kala Yudha menahan gerakan tangannya.
"Tidak apa, ini sudah tugasku." Yudha kembali menatapnya sekilas, setiap kali bicara mereka kerap kali bertatap mata secara kebetulan.
"Kemarin-kemarin aku bisa, aku sudah belajar supaya tidak merepotkanmu dan kata Mama sudah benar ... kenapa kali ini bisa salah ya? Apa ini bukan bajuku yang biasa?" Kalila memastikan bahan piyama yang dia gunakan, di hadapan Yudha dia melakukan itu hingga membuatnya tertegun sesaat.
"Bajunya baru, jumlah kancingnya berbeda jadi mungkin kamu belum hapal piyama yang ini." Penjelasan Yudha membuat Kalila mengangguk mengerti, dia percaya saja padahal Yudha juga asal jawab demi membuat Kalila tidak merasa gagal.
Setelah masalah pakaian usai, tugas Yudha berganti untuk menata rambutnya. Cukup sibuk, di saat suami lain dilayani istri dia justru sebaliknya. Namun, apa Yudha merasa lelah? Tidak sama sekali, sedikitpun dia tidak mengeluh dan menjalaninya dengan sangat tulus.
Bukan hal sulit bagi Yudha, terlebih lagi dia adalah pria serba bisa sejak lama. Jangankan menata rambut, memoles wajah sang istri juga dia mampu. Jangan lupakan, sejak dahulu dia memang dianggap kemanyu oleh orang-orang terdekat, terutama keluarganya.
Kalila yang sempat ragu kini dibuat menganga tak percaya dengan kemampuan suaminya. Walau tanpa melihat, tapi dia yakin betul jika Yudha memang memiliki skill dalam bidang ini. Tangannya begitu sigap dan tidak menyakiti sedikit saja, berbeda degan Kama yang kala diminta mengeringkan rambut persis mencabut umbi-umbian karena dia lakukan dengan sedikit dendam.
"Sudah," ucap Yudha seraya memberikan sentuhan terakhir di rambut panjang Kalila, cukup lama waktu yang dia butuhkan karena rambut sang istri memang cukup tebal.
"Makasih lagi, sepertinya aku harus potong rambut setelah ini," tutur Kalila seketika membuat kening Yudha berkerut, padahal Yudha yakin dia hanya membatin tentang rambut tebal sang istri.
"Kenapa dipotong?"
"Supaya kamu tidak kelamaan, habis waktu kalau cuma merawatku," jawabnya kemudian meraba dan mencari lipbalm yang sejak dahulu dia letakkan di tempat yang sama.
Kembali Yudha menghela napas pelan, perlahan dia mulai mengerti jika istrinya adalah seseorang yang khawatir andai merepotkan orang lain. Pria itu hanya tersenyum tipis sebelum kemudian mengambil alih benda kecil itu di tangan Kalila.
"Aku tidak masalah, mengeringkan rambut bukan tugas yang berat ... tidak sampai tiga puluh menit selesai, aku suamimu jadi tidak ada salahnya," ujar Yudha seraya mengusap pelan bibir ranum Kalila dengan ujung jemarinya.
"Ehm, su-sudah." Kalila menjauhkan tangan Yudha perlahan, hanya mengoleskan pelembab bibir saja lama dan hal itu membuat Kalila bingung apa yang sang suami pikirkan sebenarnya.
Sejak tadi Yudha yang dibuat salah tingkah, kini sebaliknya. Raut wajah Kalila membuat senyum Yudha tertarik tipis, tapi terganti secepat itu kala Kalila beranjak berdiri seolah berusaha menghindarinya.
"Kalila mau kemana? Jangan kemana-mana, tetap di sini," titah Yudha menghalangi langkah sang istri, jika di sekeliling kamar Kalila memang bisa berpindah sesukanya meski begitu pelan, tapi Yudha tidak yakin akan hal itu.
"Mau duduk di sana." Kalila menunjuk ke arah sofa di sudut kamar, tidak begitu tepat, tapi Yudha tahu tujuan Kalila.
"Oh, kukira mau kemana."
"Aku tidak bisa kemana-mana. Sudah pakai bajumu sana, sebentar lagi mama minta kita turun," ujar Kalila menepuk pelan dada Yudha dengan segala keberanian yang muncul dalam benaknya.
Terlalu fokus pada sang istri, Yudha sampai lupa jika hingga detik ini hanya ada handuk yang melilit di pinggangnya. Itu juga karena Kalila yang mengingatkan, andai tidak mungkin dia akan keluar dan menampakkan diri di hadapan mertua dalam keadaan seperti itu.
.
.
Malam pertama Yudha mungkin tidak akan semenarik pasangan lain, dia juga tidak berencana untuk menghisap manisnya madu sang istri malam ini juga. Namun, di lain sisi Yudha mendapatkan kehangatan di keluarga ini.
Tidak jauh berbeda seperti keluarga sang mantan, keluarga istrinya juga begitu hangat. Bedanya, mereka tidak begitu ramai, sang mertua hanya memiliki dua anak dari pernikahannya.
Selain mertua, usai makan malam Yudha juga masih memiliki kesempatan untuk mengenal lebih dalam orangtua dari mertua laki-lakinya. Pasangan yang sudah memasuki usia senja itu tetap terlihat manis bahkan mengalahkan mama mertuanya.
"Terima kasih sudah bersedia menerima cucu opa ... opa bersyukur kali ini Gian sedikit bijaksana. Kau tahu? Biasanya otak mertuamu ini hanya dapat digunakan setengah, sisanya cuma jadi hiasan saja, Yudha."
"Hahah sama-sama, Opa, saya yang berterima kasih karena diterima dengan baik di sini," jawab Yudha tidak sengaja tertawa lantaran ucapan Opa Raka terlalu lucu menurutnya, sama sekali tidak dia sadari jika sejak tadi tatapan maut mertuanya sudah siap menguliti Yudha.
"Yudha, apa kau pernah masuk kandang buaya sebelumnya?"
"Apa? Mau apa pertanyaanmu begitu? Kau jangan coba-coba mengancamnya, Gian."
Seketika Yudha merasa tak enak hati pada mertuanya. Sungguh, sama sekali tidak ada niat mengejek sedikit saja, tapi kalimat Opa Raka membuat Yudha yang memang memiliki selera humor recehan sontak tidak bisa menahan gelak tawa.
Tidak ingin terjebak masalah, Yudha pamit ke kamar usai meminta maaf berkali-kali pada mertuanya. Kejadian itu cukup singkat, tapi jantung Yudha berdegub tak beraturan. Bahkan, ketika berhasil masuk kamar bayang-bayang dikejar mertua masih begitu nyata, hingga Yudha mengunci pintu kamar dengan tergesa dan membuat Kalila terjaga.
"Siapa di sana?" tanya Kalila menarik selimut hingga ke leher lantaran suara itu membuatnya sedikit ketakutan.
"Kamu belum tidur, Kalila?" tanya Yudha menghampiri sang istri yang kini bersandar di headboard sembari menghela napas lega.
"Niatnya tunggu kamu, tapi ketiduran tadi," jawab Kalila memperbaiki posisinya, sudah tentu dibantu Yudha.
"Maaf membuatmu menunggu, aku tidak tahu kalau opa akan selama itu," tutur Yudha merapikan selimut di tubuh Kalila.
"Bicara apa saja memangnya?"
"Banyak, membicarakanmu salah-satunya," jawab Yudha bertopang dagu demi memandangi Kalila yang berbaring menghadap ke arahnya.
Satu menit, dua menit dan kini lima menit berlalu. Sejak tadi Kalila diam hingga dia melontarkan sebuah pertanyaan yang berhasil membuat Yudha tercengang. "Kita sudah menikah, tapi kenapa justru menghabiskan waktu bersama opaku sampai larut malam begini?" tanya Kalila sedikit ambigu dan membuat Yudha bingung apa maksudnya.
"Maksudmu?"
"Malam ini malam pertama kita, apa kamu tidak ingin meminta hakmu sebagai suami, Yudha?" tanya Kalila begitu pelan, tapi yang mandengar pertanyaannya kini berdesir dengan detak jantung yang menderu seperti genderang perang.
.
.
- To Be Continued -
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
pipi gemoy
hadir Thor 😁
2024-11-29
0
Halimah
🤣🤣🤣🤣🤣
2024-11-28
0
anita
weees jo suen2 yud
2024-09-06
0