"Aku tidak sempurna, apa yang kamu harapkan dari wanita buta sepertiku?"
Yudha terdiam, tangannya terhenti dan kini hanya mampu menghela napas panjang. Andai saja Kalila tahu apa yang terjadi, pertanyaan itu tidak akan terlontar dari bibirnya. Tidak mungkin pula dia akan bersikap lembut di hadapan Yudha, tapi untuk saat ini akan lebih baik Yudha mengikuti permintaan mertuanya.
"Aku tidak yakin bisa melayanimu dengan baik, bahkan menyiapkan kemeja untukmu bekerja seperti yang mama lakukan aku tidak bisa ... kenapa mau menikahiku? Padahal aku yakin di luar sana ada banyak wanita yang bersedia menjadi istrimu," papar Kalila panjang lebar, untuk pertama kalinya dia agak sedikit banyak bicara di hadapan Yudha.
"Kamu percaya jodoh, Kalila?" Beberapa saat dia terdiam mendengar penuturan Kalila, kini Yudha balik bertanya.
"Jodoh?" Kalila mengerjap pelan, panjang lebar dia bicara, dan Yudha hanya melempar pertanyaan semacam itu.
"Iya jodoh ... seseorang pernah berkata, sekeras apapun kamu meminta, jika dia bukan orangnya maka percuma. Begitu juga sebaliknya, tanpa diusahakan dan tanpa diduga sekalipun, jika sudah ditakdirkan berjodoh kita tidak bisa mengelak."
Bijak sekali dia sore ini, kalau tidak salah ingat begitulah kalimat yang sempat dia dengar dari Sean, teman dekatnya yang datang di hari pernikahan Yudha.
"Jadi? Kita bersatu karena berjodoh?"
"Hm, apa Kalila keberatan jodohnya bukan Juan?" tanya Yudha merapikan rambut Kalila yang menutupi wajahnya akibat wanita itu menduduk demi menyembunyikan semburat merah di sana.
"Tidak," jawabnya kemudian tertawa pelan, tampak jelas tidak ada kebohongan di balik indah matanya.
"Kenapa tertawa? Geli memang?" Yudha mengerutkan dahi, apa mungkin dia salah bicara sampai Kalila tertawa mendengar ucapannya.
"Lucu saja, aku seperti bayi lagi kamu tanya begitu," jelas Kalila sejujur-jujurnya, walau memang setiap kali menghampiri Yudha kerap bicara dengan cara itu, tetap saja dia merasa lucu.
"Sial, kupikir dia senyum selama ini karena salah tingkah," batin Yudha seraya menggigit bibir, agaknya dia terbawa suasana akibat berinteraksi dengan keponakannya.
"Akan kuhentikan jika kamu tidak nyaman," ucap Yudha yang seketika membuat Kalila terdiam, dia tidak lagi tertawa dan menutup mulutnya dengan telapak tangan.
"Bu-bukan begitu, nyaman kok ... maaf, jangan marah."
Respon Kalila di luar dugaan, dia tampak panik dan berusaha meraih jemari Yudha. Entah apa sebabnya, tapi hanya karena itu Kalila melontarkan kata maaf. Padahal, sedikitpun tidak ada niat Yudha untuk marah, tepatnya tidak akan mungkin bisa dia marah.
Tidak berhenti di sana, Kalila lebih aneh lagi karena tiba-tiba meminta Yudha untuk membantunya mandi. Seolah sengaja dan benar-benar takut Yudha marah hanya karena hal sepele itu, Kalila mengalihkan perhatian dengan berbagai cara.
.
.
"Yakin mau dibantu?" tanya Yudha santai. Sekalipun jantung pria itu seolah ingin pindah dari tempatnya, tapi dia berusaha setenang mungkin.
"Yakin, aku takut nanti jatuh di kamar mandi ... kata mama kalau sudah menikah, mandinya sama suami." Sama seperti Yudha, wanita itu sebenarnya seakan tengah berkhianat dari apa yang dia rasa.
"Mandi sama suami?" Sebelumnya masih bisa santai, tapi untuk kali ini gugupnya Yudha mulai kentara dan wajah pria itu kini memerah.
"Iya, sekalian kamu mandi juga."
Hanya karena takut Yudha marah, dia mengorbankan diri untuk mandi bersama sore ini. Entah dari mana keberanian itu muncul, tapi bagi Kalila akan lebih baik demi pasangannya tidak marah.
Jika dia masih bisa melihat, mungkin mudah saja merayu Yudha. Namun, jika dalam keadaan begini, andai nanti Yudha tinggalkan sendirian di dalam kamar, hendak bagaimana dirinya.
Rasa takutlah yang membuat Kalila mengambil jalan tengah dengan penuh resiko semacam itu. Hatinya berdegup tak karuan, sadar jika sedang bunuh diri karena pria yang kini dia genggam jemarinya adalah laki-laki yang telah resmi menjadi seorang suami.
Yudha yang mendapat penawaran itu jelas mau-mau saja. Mana mungkin dia menolak, walau sebenarnya tanpa Kalila minta dia akan tetap melakukan itu atas dasar tanggung jawab dan memenuhi janjinya pada kedua orangtua Kalila.
Sejak lama Yudha hanya bisa melihatnya, bahkan ketika bicara berdua tidak berani menyentuh kulit Kalila sedikitpun. Kini, keduanya berada di dalam kamar mandi dengan perasaan yang sama-sama tidak dapat didefinisikan.
"Bu-buka bajumu." Titik akhir Yudha berpura-pura santai, dia lemah juga pada akhirnya.
"Bukain, aku mana bisa." Kalila pasrah dan begitu percaya Yudha tidak akan mencuri kesempatan.
"Aku yang buka?" tanya Yudha memastikan, khawatir nanti berakhir pemukulan karena wanita biasanya kerap di luar dugaan.
"Iya, kamu saja yang buka."
Yudha mengusap wajahnya kasar, tangannya bergetar kala hendak melucuti pakaian sang istri. Andai saja Kalila bisa melihat bagaimana dirinya saat ini, mungkin Kalila akan merasa menang karena Yudha lebih gugup berkali lipat darinya.
"Mandi bersama adalah perkenalan yang baik untuk pengantin baru, cobalah."
Sial, dalam keadaan seperti ini dia mengingat kata-kata mutiara dari akun sosial media yang pernah dia baca beberapa hari sebelum menikah. Yudha pria biasa, dia sudah dewasa dan jelas saja dihadapkan dengan pemandangan semacam ini menghidupkan jiwa kelelakiannya.
"Sudah?"
"Hem, sudah, biasanya dibantuin gimana?" tanya Yudha kemudian menggigit bibir dan memalingkan wajah karena sang istri benar-benar polos saat ini.
"Minta samponya, aku tidak ingat kemarin mama taruh dimana," pinta Kalila menengadahkan tangan pada Yudha.
"Oh sebentar."
Lain yang diperintahkan, lain yang dilakukan. Kalila meminta agar Yudha memberikan sampo di tangannya, tapi yang terjadi kini justru Yudha ambil alih dan mulai menggosok kepala Kalila begitu pelan.
"Kenapa jadi kamu yang mandiin? Aku bisa sendiri mandinya, kamu mandi juga biar kita selesai sama-sama," tuturnya menghentikan gerakan tangan Yudha, dari jarak sedekat itu dapat dia lihat secantik apa wanita ini.
Kalila tetap mendongak meski tahu tatapannya tidak akan berguna. Mungkin karena dahulu dia terbiasa selalu memandang lawan bicaranya, untuk itu kali ini dia tetap melakukan hal yang sama.
"Telanjur, aku akan menyelesaikannya," jawab Yudha menurunkan tangan Kalila begitu lembut, dia akan lakukan sampai selesai walau harus berperang melawan gejolak dalam dirinya kala melihat Kalila.
"Atau mau coba saling mandiin? Aku bisa meraih rambut kamu? Sini sam_"
"No!! Ti-tidak, Kalila biar aku mandi sendiri saja," ucap Yudha kini melampiaskan perasaan dengan menggigit kausnya.
Demi Tuhan, Yudha hanya ingin kegiatan ini berakhir segera. Meski bukan pertama kali melihat lekuk tubuh wanita, tapi yang pertama kali dia lihat secara gamblang adalah sang istri. Celakanya, hanya karena melihat dan Kalila tidak menggodanya saja sudah berhasil membuat sesuatu terbangun dan Yudha bingung bagaimana nantinya.
"Biar cepat, aku bisa asal kamu nunduk sedikit saja, pelan kok tidak akan per_"
"Tidak, Kalila, Please!! Jangan bicara lagi okay ... atau kamu mau aku lepas kendali di sini?"
.
.
- To Be Continued -
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
SLOTH {KEMALASAN}
okey nanti di coba sama istri tetangga
2024-12-14
1
Halimah
gassss yud😂😂😂
2024-11-28
0
Hana Nisa Nisa
😃😃😃😃
2024-09-14
0