“Sepertinya, aku benar-benar mau pindah rumah saja deh.”
Pernyataan Adelia yang tiba-tiba itu, membuat Marcel nyaris saja menyemburkan teh manis yang baru saja dia seruput. Pernyataan temannya, benar-benar membuat terkejut.
“Gak salah dengar nih?” Poppy yang bertanya. “Tuan putri sepertimu mau keluar dari rumah dan tinggal sendiri?”
“Aku hanya perempuan biasa yang merasa tidak bahagia dan tersiskas saat di rumah, Pop. Bukan tuan putri,” jawab Adelia dengan santai.
“Tapi kamu kan gak pernah kerja sendiri, Del. Emang bisa bersihin rumah sendiri? Jangankan rumah, kamar kos saja belum tentu mampu.” Kali ini, Marcel yang memberi tahu.
“Kan tinggal minta Daddy yang bersihin.” Perempuan berambut cokelat itu, menaikkan kedua bahu dengan santai, seolah yang baru saja dia katakan bukanlah apa-apa.
“Dasar gila. Masa tinggal sama cowok gak dikenal begitu sih?” Marcel langsung merinding mendengarnya. “Hamil baru tahu rasa.”
“Siapa yang hamil?”
Suara berat itu, membuat tiga sekawan yang sedang duduk di pojokan kantin menoleh. Lagi-lagi, dosen muda, ganteng dan killer muncul begitu saja dan membuat mereka tertegun.
“Gak ada, Pak.” Adel yang menjawab, disertai dengan gelengan pelan. “Kami hanya sedang berandai-andai.”
“Oh, begitu.” Aris mengangguk pelan. “Pergaulan bebas tidak baik,” lanjut dosen dengan raut wajah datar itu, sebelum berlalu pergi dan mencari tempat duduk di kantin yang hampir penuh itu.
“Dia kenapa sih?” tanya Adelia dengan berbisik karena lelaki yang dibicarakan duduk tak jauh dari mereka. “Perasaan belakangan ini dia suka muncul tiba-tiba di sekitar kita.”
“Lebih tepatnya di sekitarmu.” Poppy segera meralat. “Sepertinya Pak Aris tertarik sama kamu deh, Del.”
“Ngaco.” Adelia segera membantah.
“Aku juga setuju dengan Poppy.” Marcel memberitahukan apa yang ada di pikirannya.
Adelia dengan cepat menggeleng, bahkan menyilangkan tangan di depan dada. Baginya, komentar dua sahabatnya itu tidak masuk akal. Kalau benar Aris Wisesa menyukainya, lelaki itu pasti akan bersikap manis.
Sayangnya, belum juga Adelia sempat membantah, ada telepon yang masuk ke ponselnya. Nomor yang tidak dia kenali karena itu langsung ditolak begitu saja. Setelahnya, Adel kembali berdebat dengan kedua sahabatnya.
***
“Hari ini tunggu jemputan lagi?”
Adelia terlonjak ketika mendengar kalimat itu. Dia baru saja sampai ke area parkiran dan lagi-lagi, ada Aris Wirajaya di sana. Itu membuat Adelia kesal, sekaligus mulai memikirkan apa yang dikatakan kedua sahabatnya.
“Tidak, Pak. Hari ini saya akan pergi ke tempat kos pacar saya,” jawab Adelia dengan nada ketus. “Lalu, bisa tolong jangan muncul tiba-tiba? Pak Aris bikin saya terkejut.”
“Maaf.” Hanya itu yang dikatakan si dosen killer.
Merasa tidak perlu banyak bicara lagi, Adelia pun segera melangkah pergi. Dia bahkan sudah membuka kunci otomatis mobilnya, tapi si dosen kembali memanggil.
“Adelia.”
“Ya?” Tentu saja yang empunya nama refleks menoleh.
“Berpacaranlah dengan sehat. Jangan mau kalau pacarmu meminta yang aneh-aneh dan jangan terlalu sering ke tempat kos lelaki.”
Kening Adelia berkerut mendengar nasihat itu. Rasanya agak aneh mendapatkan nasihat tentang kehidupan pribadinya, tapi tentu saja dia akan tetap berterima kasih.
“Dasar aneh.” Itu yang digumamkan Adelia, ketika dia sudah ada di salam mobil.
Perempuan mungil itu, sudah bersiap berangkat ketika ponselnya kembali berdering. Lagi-lagi dari nomor yang tidak dikenal dan karena penasaran, akhirnya diangkat juga.
“Halo. Ini siapa ya?” tanya perempuan mungil itu dengan kening berkerut.
“Betul dengan Mbak Adelia Lesmana?” Suara perempuan terdengar dari ujung sambungan telepon.
“Ya. Ini siapa?”
“Perkenalkan, saya Mira asisten dari pengacara pribadi ibu Paula Santoso. Saya di sini ingin menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan wasiat ibu Paula.”
Kening Adelia berkerut mendengar nama ibunya disebut. Makin berkerut lagi, ketika mendengar kata wasiat.
“Maksudnya wasiat seperti apa?”
“Wasiat yang berkaitan dengan warisan ibu Paula. Kalau berkenan, tim kami meminta kehadiran Mbak Adelia, bersama dengan bapak Aditya Lesmana dan Bella Iskandar. Nanti lokasinya akan kami share dan wasiat baru akan dibacakan, ketika kalian semua hadir.”
Adelia tidak bisa berkata-kata mendengar hal itu. Bahkan sampai teleponnya mati pun, dia masih terlihat sangat bingung. Adelia mengerti soal wasiat dan warisan, tapi memangnya sang ibu punya semua itu?
“Apa aku tanya Daddy saja ya?” Adelia berpikir sejenak, sebelum akhirnya mengangguk yakin.
Niatnya sih Adelia ingin menunggu Delano pulang, tapi rupanya tidak bisa. Mulutnya sudah gatal ingin bertanya, saking penasarannya.
“Daddy pulang jam berapa sih?” Adelia mengeluh karena belasan pesannya belum dibalas. “Padahal aku ada hadiah dan udah laper juga.”
“Daddy-nya, Mbak Adel absen jam setengah enam. Itu yang paling cepat.” Galih yang memberi tahu.
“Hei, Om Galih. Ayamnya jangan dimakan sendirian dong. Itukan buat aku dan Daddy juga.” Jelas saja Adelia akan protes karena lelaki di depannya sedari tadi tidak berhenti mengunyah.
“Ya namanya orang lagi laper, Mbak. Mau gimana lagi?” balas lelaki tambun itu, telah mengganti nama panggilannya untuk Adelia.
“Oh, iya. Kira-kira, Daddy suka motor apa ya? Yang biasa saja atau yang sport?” Tiba-tiba saja Adelia bertanya.
“Kenapa? Mau belikan mas bos motor ya?” tanya Galih dengan kedua alis yang dinaik turunkan.
“Iya, tapi Adel gak terlalu ngerti sih urus berkasnya. Om Galih mau bantuin?”
“Om Galih mah siap sedia untuk membantu apa pun.” Lelaki bernama Galih itu mengacungkan jempolnya.
“Kalau begitu, ayo kita pergi sekarang saja ya. Sekalian kita jemput Daddy di kantor.” Adelia begitu bersemangat, bahkan sudah langsung membereskan barang-barangnya.
Adelia sudah membayangkan kalau Delano akan sangat senang melihat hadiah yang nanti akan dia bawakan. Sepertinya, Adelia sangat menikmati perannya sebagai sugar mommy, walau dirinya masih sangat muda.
Lebih tepatnya, dia senang menghamburkan uang untuk orang-orang yang dia sukai. Marcel, Poppy dan bahkan Bella pernah merasakan hal itu juga.
Bedanya, Marcel dan Poppy kini menolak dengan tegas pemberian apa pun. Mereka memberi pengertian baik-baik pada Adelia, kalau hal seperti itu tidak selamanya baik. Tapi, kali ini Adelia tidak mau menerima penolakan.
***
“Permisi.” Seorang perempuan paruh baya datang ke tempat kos, setelah mobil Adelia pergi.
“Cari siapa ya, Bu?” Seorang penghuni kos yang baru pulang dari warung bertanya.
“Apa di sini ada yang namanya Delano atau Galih?”
“Kalau Delano biasanya belum pulang kantor sih, Bu. Kalau Galih, sepertinya baru keluar dengan pacarnya Delano,” jawab si penghuni kos.
“Pacarnya Delano?” Perempuan paruh baya tadi terlihat sangat terkejut.
“Iya. Biasa ada perempuan cantik datang bawa mobil mewah ke sini. Dia ngaku pacarnya Delano.”
Si perempuan paruh baya, terlihat sangat terkejut mendengar fakta itu dan juga terlihat senang. Dia segera mengambil ponsel dan entah menelepon siapa.
“Pa. Delano akhirnya punya pacar,” gumam perempuan itu dengan hati riang.
***To Be Continued***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments