[Miss Heaven: Apa kau sudah mempertimbangkan tawaranku yang kemarin?]
[Miss Heaven: Jangan berpikir terlalu lama dong. Nanti tawarannya bisa hangus. Lumayan loh itu.]
Jari jemari Delano saling beradu dengan meja yang dia pakai untuk menaruh makan siangnya. Sudah lewat jam dua belas siang dan lelaki itu baru saja ingin mulai makan, ketika dia melihat ada pesan yang masuk. Lebih tepatnya, baru sempat melihat ponsel.
"Siapa itu Miss Heaven?" Salah seorang rekan kerja Delano bertanya.
"Wulan." Delano langsung menegur rekannya itu, dalam desisan pelan. "Tidak sopan membaca chat orang tanpa izin seperti ini."
"He... he... He.... Maaf." Perempuan bernama Wulan mengatakan itu seolah dia tidak bersalah sama sekali. “Soalnya terlihat jelas."
Delano hanya bisa menggelengkan kepala Mendengar hal itu. Dia sesungguhnya sudah ingin marah karena bulan sering melakukan itu, tapi biar bagaimanapun rekannya itu adalah perempuan. Dia tidak bisa kasar.
"Jadi, siapa itu Miss Heaven?" Perempuan dengan rambut bob yang di duduk di depan Delano itu bertanya lagi.
" Cuma kenalan.” Hanya itu yang bisa Delano katakan sebagai jawaban dan itu adalah kenyataan.
Jujur saja, kemarin Delano sudah ingin menolak tawaran dari Adel. Namun, tatapan mata perempuan itu pada ayahnya kemarin malam, membuat Delano jadi perlu berpikir lebih lama lagi. Sepertinya ada yang perempuan muda itu simpan di dalam hatinya.
"Kenalan atau kenalan?" Wulan bertanya dalam rangka menggoda.
"Benar-benar cuma kenalan saja kok.” Delano menjawab dengan tegas.
"Kalau hanya sekedar kenalan, kenapa kamu terlihat seperti sangat kepikiran?” Perempuan berambut Bob itu tidak henti-hentinya bertanya.
"Ya karena dia menawarkan sesuatu yang perlu aku pikirkan. Tawaran pekerjaannya itu lumayan soalnya.” Delano mengatakan setengah dari kebenarannya.
"Pekerjaan apa?” Seorang rekan kerja yang lain datang menghampiri. "Kalau pekerjaannya bagus bagi-bagi Info dong. Kali aja bisa ikutan melamar."
Delano menggeleng Mendengar hal itu. Dia Jadi menyesal mengatakan setengah kebenarannya Karena sekarang dia malah dicecar dengan pertanyaan seputar lowongan kerja.
Sebenarnya bukan salah mereka juga sih. Soalnya kan, sama orang pasti akan memilih pekerjaan lain dengan gaji lebih tinggi dari yang sekarang.
"Delano." Seseorang yang baru masuk ke ruang istirahat para office boy berteriak Memanggil nama itu. "Pak Aditya manggil kamj ke ruangannya tuh.”
"Aku dipanggil?” Delano menunjuk dirinya sendiri untuk memastikan kalau dia tidak salah dengar.
"Iya kamu. Memangnya ada OB lain yang namanya Delano di kantor ini?" Rekan kerja yang tadi memanggilnya berdecak pelan.
"Pergi pergi aja, No." Wulan segera mengusir. "Siapa tahu mau dikasih bonus."
“Kalau beneran dapat bonus, jangan lupa bagi ya."
“Palingan juga disuruh bikin kopi.”
Delano hanya bisa menggeleng mendengar kalimat teman-temannya itu. Namun, dia harus segera pergi menemui Pak Aditya ini. Padahal dia sudah lapar, tapi sepertinya harus menunda makan siang.
"Selamat siang Pak.” Lelaki dengan pakaian ala office boy itu, mengetuk pintu yang sudah setengah terbuka. “ Apa saya dipanggil?"
"Loh? Kamu bukannya yang kemarin? Ternyata beneran keja di sini toh." Sebuah suara perempuan menyapa telinga Delano.
"Selamat siang bu,” sapa si office boy dengan sopan.
"Kenapa panggilnya ibu sih? aku kan belum setua itu.” Bella segera protes.
"Sudahlah, Bel. Dia kan hanya berusaha untuk sopan." Lelaki bernama Aditya yang adalah ayahnya Adel berucap dari tempatnya duduk, di balik meja kerja besar.
"Sekarang mending kamu tunggu aku di lobby saja ya. Aku mau ngobrol sebentar sama dia," lanjut pria paruh baya itu, sambil menunjuk office boy di depannya.
"Daddy kok gitu sih?" Tiba-tiba saja Bella jadi cemberut. "Mau main rahasia-rahasiaan sama aku ya?"
"Bukan begitu, Sayang." Aditya bangkit berdiri dan menghampiri calon istrinya. "Daddy cuma mau ngobrol berdua sama pegawai saja."
Lelaki muda dengan potongan rambut cepak itu mengernyit melihat pemandangan di depannya. Rasanya, interaksi dua orang di depannya itu terlalu intim.
Tentu saja Delano bisa dengan mudah menebak hubungan dua orang itu, tapi masa iya? Dia belum yakin dengan tebakannya itu. Rasanya, terlalu tidak masuk akal.
"Sekarang saya mau tanya sama kamu." Suara bariton itu, membuat Delano terlonjak. Dia tidak sadar kalau Bella sudah pergi.
"Ya, Pak." Untung saja lelaki dengan seragam itu masih cukup sigap menjawab.
"Kamu sebenarnya ada hubungan apa dengan anak saya?" Walau jabatannya adalah direktur, tapi Aditya masih berbicara cukup sopan pada bawahan.
"Tidak ada hubungan apa-apa, Pak," jawab Delano dengan jujur.
"Lalu kenapa kamu kemarin ke rumah saya? Bahkan mencari putri saya." Pria paruh baya itu bertanya dengan mata menyipit.
"Barang Non Adel ketinggalan, jadi saya hanya mengantarkan saja."
"Ketinggalan di mana?" Aditya masih bertanya dengan mata menyipit.
"Di klub malam. Kebetulan saya kerja di sana," jawab Delano dengan sangat jujur.
"Mana mungkin Adel pergi ke klub malam," desis sang direktur dengan kedua tangan yang mengepal.
"Saya hanya mengatakan kebenaran." Si office boy pun tidak ragu untuk membalas.
Sebenarnya, Aditya masih ingin banyak bertanya. Sayang sekali, ponsel lelaki itu berdering nyaring. Ada nama Bella tertera di layarnya dan terpaksa dia harus menyudahi percakapan itu.
Desahan lega langsung terdengar ketika Delano melihat direktur utamanya keluar dari ruangan. Walau dia tadi terlihat tenang, tapi sesungguhnya dia berdebar.
"Syukur deh tidak di depak dari kantor." Delano langsung mengelus dada dengan lega. Sayang sekali, kelegaan itu hanya berlangsung sebentar saja.
Di sore hari, saat mendekati jam pulang kantor. Siapa yang menyangka kalau seorang Adelia Lesmana, tiba-tiba datang ke kantor ayahnya untuk mencari Delano.
"No. Katanya tadi ada yang cariin." Seorang rekan kerja memberitahu. "Cewek cantik dan seksi."
"Ada-ada aja deh kamu." Merasa tidak punya kenalan seperti itu, Delano hanya bisa menggeleng.
"Serius aku. Tadi katanya Wulan sempat bilang kalau kamu gak ada, tapi cewek itu kekeh mau masuk. Aku sempat liat sekilas.”
"Serius?" Delano bertanya dengan kening berkerut.
"Om Delano." Baru juga rekan yang empunya nama ingin menjawab, sebuah suara manja terdengar.
"Nah, itu ceweknya," ucap lelaki yang berdiri di sebelah Delano dan membuat yang dipanggil berkerut.
Rupanya yang datang itu adalah Adelia. Perempuan belia itu datang hanya dengan baju kaos pendek dan juga celana pendek, sambil melambai riang pada Delano.
"Om, kenapa chat-nya gak di balas?" Tanpa bisa diduga, Adel langsung memeluk lengan lelaki yang dicarinya.
"Hah?" Delano bergumam bingung, sambil menatap temannya yang juga bingung.
"Temanin Adel ngopi yuk. Kebetulan ada yang Adel mau omongin dengan Om Delano berdua saja," lanjut perempuan cantik itu dengan senyum lebar.
***To Be Continued***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments