Gebetan Baru

 “Aku mau menginap di rumah teman.” Itu yang dikatakan Adelia ketika baru turun dari kamarnya.

 

 “Tumben?” Sang papa menaikkan sebelah alisnya.

 

 “Aku sedang ingin saja dan aku bukan sedang minta izin, tapi memberitahu.”

 

 Setelah mengatakan itu, Adelia langsung  berbalik dan pergi dari ruang makan. Dia benar-benar muak dengan wajah dua orang yang sedang duduk di sana. Lagi pula, dua orang itu sudah selesai makan. Untuk apa pula duduk di ruang makan?

 

 “Kau tidak sarapan dulu?” Bella yang berteriak menanyakan hal itu dan tentu saja Adel tidak menjawab.

 

 “Adelia. Kau ditanyai.” Kali ini sang papa yang berteriak dan berhasil membuat putrinya berhenti.

 

 “Seharusnya Papa tahu kalau tidak akan pernah menerima dia, apalagi setelah apa yang kalian lakukan pada mama,” jawab Adel tanpa menoleh.

 

 “Aku masih mau memanggilmu dengan sopan saja sudah merupakan sebuah anugerah,” lanjut perempuan mungil itu, sebelum melangkah lagi.

 

 “Apa aku melakukan kesalahan?” tanya Bella tampak merajuk.

 

 Aditya tak bisa menjawab pertanyaan perempuan itu. Dia hanya bisa mendesah pelan, tanpa bisa menyalahkan putrinya. Pria paruh baya itu tahu kalau dia memang bersalah, tapi tak menyangka mendapat penolakan begitu keras dari sang putri.

 

 “Padahal kupikir dia akan lebih melunak kalau itu Bella. Apalagi dengan keadaannya yang sedang hamil," gumam Aditya dalam hati.

 

 ***

 

 “Buset! Ngapain bawa tas ransel sebesar itu?” Marcel langsung menegur ketika melihat temannya datang.

 

 “Aku mau menginap.” Adelia menghempaskan tas ranselnya yang memang lebih besar dari yang biasanya ke kursi. “Mau kutinggal di mobil, tapi takutnya malah ada maling.”

 

 “Kalau ditinggal di bagasi, gak bakal juga kali.” Poppy memutar bola matanya dengan gemas. “Yang penting ditutupi dengan benar.”

 

 “Hei, kamu.” Marcel menoyor kepala temannya dengan gemas. “Ketinggalan berita banget sih. Kemarin ada yang kemalingan loh mobilnya. Padahal itu barangnya ada dalam laci dashboard.”

 

 “Eh, serius? Aku baru tahu.” Bukan hanya Poppy yang terkejut, tapi juga Adel.

 

 “Hooh.” Jelas saja Marcel akan segera mengangguk.

 

 “Gak tahu juga sih gimana bisa, tapi yang jelas kacanya pecah, Say. Barang berharga yang di dashboard juga ilang. Jadi emang paling bener ya dibawa. Apalagi ini Sabtu dan lagi gak banyak mahasiswa,” lanjut lelaki kemayu itu.

 

 “Untung tadi aku bawa.” Adelia langsung mengelus dadanya.

 

 “Tapi mau nginap di mana?” Si tomboy menatap sahabatnya dengan bingung. “Kalau mau nginap, jangan tiba-tiba dong. Kan perlu persiapan juga.”

 

 “Tenang. Aku gak bakal nginap di tempat kalian berdua. Aku bakal nginap di tempat Daddy-ku.” Perempuan mungil dengan rambut bergelombang itu menjawab dengan jujur.

 

 “Hah?”

 

 Tentu saja kedua sahabat Adelia langsung terkejut mendengar pengakuan itu. Perempuan polos seperti Adelia mau menginap di tempat lelaki yang katanya jadi peliharaan perempuan itu. Jelas saja itu sangat berbahaya.

 

 “Eh, jangan gila dong. Masa nginap di rumah orang asing gitu. Entar kalau dia macam-macam gimana?” Marcel yang paling histeris.

 

 “Tidak akan.” Adelia langsung menepis. “Daddy itu orang yang baik. Dia gak akan aneh-aneh.”

 

 “Mana kita tahu, Dodol?” Kali ini si tomboy yang menoyor kepala perempuan berambut panjang di sebelahnya. “Jangan pernah menilai buku dari sampulnya.”

 

 “Tenang aja. Kali ini aku yakin. Soalnya waktu di klub tempo hari dia juga gak ngapa-ngapain, padahal aku jelas sedang teler.”

 

 “Gimana-gimana?” Poppy jadi penasaran.

 

 Tentu saja Adelia dengan senang hati menceritakan apa yang dia ketahui dari Delano. Rupanya, mereka tidak pernah tidur bersama. Yang terjadi di klub malam saat itu hanyalah kesalahpahaman saja.

 

 Adelia memang mabuk, tapi tidak terjadi apa-apa. Pakaiannya memang terlepas, tapi itu karena dirinya muntah. Untuk pakaian dalam, Adelia sendiri yang melepasnya tanpa sadar.

 

 Delano sendiri katanya tidak tidur di sana. Dia hanya menumpang mandi dan tidak sengaja meninggalkan kemeja di sana.

 

 “Itu serius?” tanya Poppy dengan kening berkerut. Dia terlihat tidak percaya dengan perkataan sang sahabat.

 

 “Serius. Waktu itu aku juga gak merasakan apa-apa. Makanya aku sempat minta diulang dan akhirnya daddy Delano menceritakan semuanya.”

 

 “Jadi namanya Delano?” tanya Marcel dengan sebelah alis yang terangkat dan segera dijawab dengan anggukan.

 

 “Yakin kamu gak diapa-apaiin?” Tetap saja si tomboy merasa sangsi.

 

 “Yakin. Kalau gak percaya, aku gak keberatan periksa ke dokter. Kudengar, keperawanan bisa diperiksa ke dokter kan?” Adelia memberitahu tanpa sungkan.

 

 “Astaganaga!” Si kemayu langsung memukul temannya yang baru selesai bicara itu. “Jadi perempuan jangan vulgar gitu dong, Sis. Masa ngomong perawan, seperti ngomong makanan. Biasa banget gitu.”

 

 “Lah, itu kan emang hal biasa aja. Toh aku kan gak omongin hal vulgar, seperti ML atau sejenisnya.”

 

 “Selamat pagi semuanya.”

 

 Marcel dan Poppy ingin menegur sahabatnya lagi, tapi dosen sudah masuk. Alhasil, mereka hanya bisa terdiam dan segera duduk dengan benar. Walau tampan dan masih muda, tapi dosen mereka ini bisa dibilang killer.

 

 “Adelia Lesmana kan?” Dosen itu menunjuk pada tas yang ada di sebelah Adelia.

 

 “I-iya, Pak.” Yang empunya naman, tentu saja langsung mengangguk.

 

 “Kamu mau kuliah atau mau camping sih? Cuma satu mata kuliah, tas kamu besar sekali.”

 

 “Anu, Pak. Sebentar mau nginap.” Mau tidak mau, Adelia harus jujur. “Takut kemalingan kalau ditaruh di mobil.”

 

 “Oh, kirain kabur dari rumah.” Hanya itu yang dikatakan si dosen, diikuti dengan anggukan kepala pelan. Setelah itu, perkuliahan berjalan seperti biasanya sampai selesai.

 

 “Guys, aku duluan ya.” Adel buru-buru merapikan barang-barangnya, ketika kuliah sudah selesai.

 

 “Buru-buru amat sih? Kantin dulu kenapa?”

 

 “Sorry, Cel. Aku mau pergi jemput Daddy dulu. Kantornya kan agak jauh, sekalian mau lunch.” Sambil berbicara, perempuan mungil itu pun makin cepat bergerak. “Bye,” lanjut Adelia segera berlari keluar.

 

 Belum juga benar-benar keluar dari ruang kelas, Adelia malah menabrak dosennya yang juga baru mau keluar. Itu semua karena ranselnya yang terjatuh dari pundaknya.

 

 “Aduh. Maaf, Pak.” Adelia segera meminta maaf.

 

 “Kamu itu mau menginap berapa hari sih? Kenapa ranselmu penuh dengan barang.” Si dosen bertanya, sambil mengelus lengannya yang tadi terkena ransel.

 

 “Sekali lagi maaf, Pak.” Adelia sampai membungkuk, sampai ranselnya kembali terjatuh. Kali ini, sampai ke lantai.

 

 “Astaga!” Yang empunya ransel buru-buru membungkuk dan ingin memungutnya, tapi sudah ada tangan lain yang terulur untuk melakukan itu.

 

 “Dari pada jatuh lagi, biar saya saja yang bawakan sampai parkiran. Kamu bisa duluan buat nunjukin jalan,” gumam si dosen muda tampan itu.

 

 “Aduh! Gak usah, Pak.” Adelia dengan cepat menggeleng. Dia merasa sungkan.

 

 Sayangnya, si dosen tampan tidak menjawab. Dia malah membawa tas ransel itu pergi mendahului yang empunya ransel. Itu membuat Adelia jadi makin serba salah.

 

 “Udah sana disusul.” Poppy mendekati sahabatnya. “Siapa tahu bisa jadi gebetan si dosen killer itu.”

 

 “POPPY.”

 

***To Be Continued***

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!