“Kenapa belakangan ini kamu lama sekali pulang dari kampus?”
Adelia menggerutu, ketika mendengar suara itu. Dia tentu mengenali suara sang papa.
“Kenapa sekarang papa tiba-tiba peduli?” Bukannya menjawab, Adelia malah balas bertanya. “Padahal, selama ini Papa lebih peduli pada Bella dibanding aku.”
“Itu karena Bella sedang hamil,” balas Aditya dengan ******* nafas lelah. “Tolong mengertilah.”
“Aku sama sekali tidak bisa mengerti.” Perempuan mungil dengan rambut kecokelatan itu jelas akan membantah.
“Waktu mamaku sakit saja, papa jarang berkunjung dan pastinya pergi ke tempat Bella. Jadi kenapa sekarang aku harus mengerti?”
Aditya Lesmana kembali mendesah mendengar itu. Bagaimana dia bisa berkutik ketika sang putri terus menyinggung hal itu?
Lelaki yang sudah termasuk paruh baya itu mengaku salah. Dia berdosa karena berselingkuh, tapi tidak pernah menyesal. Terutama setelah mendapat anak lagi.
“Adelia, ini mungkin terdengar seperti pembelaan. Tapi papa sangat ingin punya anak lelaki.”
“Lalu apakah itu bisa jadi pembenaran untuk perselingkuhan Papa?” Adelia dengan cepat membalas. “Apa itu juga salah Mama?”
Aditya kembali mendesah. Lelaki pertengahan empat puluh tahun itu pada akhirnya mengangkat tangan. Dia tidak bisa lagi mendebat sang putri dan memilih untuk masuk ke kamar saja.
“Bagaimana?” Bella langsung menyambut lelaki tua yang masih berstatus kekasihnya itu.
“Adel sama sekali tidak mau mendengar.”
“Lalu aku harus menunggu berapa lama lagi?” Bella mulai memekik. “Perutku sekarang sudah mulai membesar dan aku tidak mau menikah dengan perut buncit.”
“Aku juga tidak bisa menikah denganmu, kalau tanpa persetujuan keluarga. Bukan hanya Adelia yang tidak mau, tapi seluruh keluarga besarku.” Kali ini Aditya menghardik karena dia sudah merasa sangat kesal.
“Lalu masa aku yang harus membujuk mereka semua?” Bella balas menghardik.
“Kau yang duluan menggodaku, tentu saja kau yang harus membujuk semua orang.” Aditya benar-benar marah, sampai wajahnya memerah.
“Aku sama sekali tidak menggodamu. Aku hanya berusaha akrab denganmu. Mana aku tahu pada akhirnya aku akan jatuh cinta padamu.” Kedua alis Bella nyaris bertemu ketika mengatakan itu. Dia sudah siap menangis.
“Kau menangis sekali pun tidak akan kupedulikan,” desis pria paruh baya itu sudah terlanjur marah. “Kalau kau ingin menikah dan anakmu punya status jelas, maka tugasmu membujuk semua orang.”
Setelah mengatakan itu, Aditya keluar dari kamar. Dia bahkan membanting pintu, seolah benar-benar tidak peduli pada Bella.
“Sialan.” Bella mendesis kesal. “Ini semua gara-gara Adelia.”
***
“Mau apa kamu ke sini?” Adel langsung menanyakan hal itu dengan ketus, ketika melihat musuhnya berdiri di depan pintu.
“Aku baru mau membangunkan dan mengajakmu sarapan. Soalnya, sudah beberapa hari ini kamu tidak sarapan,” jawab Bella dengan manis.
Walau semalam sempat mengutuk perempuan di depannya, tapi Bella tetap berusaha untuk menjadi manis. Dia perlu menikah, agar bisa mewarisi harta dari Aditya suatu hari nanti.
“Aku tidak tahu kamu itu bodoh atau apa.” Adelia berdecak dan melipat kedua tangan di depan dada. “Aku tidak mau makan di tempat yang ada kamu.”
“Adelia jangan seperti itu.” Bella mulai terlihat memelas. “Aku akan berlutut kalau kau mau, tapi tolong maafkan aku. Setidaknya demi anakku.”
“Kalau kamu bisa mengembalikan mamaku, silakan. Aku dengan senang hati akan memaafkan dan membuang papaku.”
Setelah mengatakan itu, Adelia membanting pintu kamarnya hingga menutup. Itu jelas saja membuat Bella menggeram marah, tapi hanya sesaat karena pintu kamar itu kembali terbuka.
“Oh, apakah kamu berubah pikiran?” tanya perempuan dengan rambut bob itu, disertai dengan senyum palsunya.
“Apa kau buta?” tanya yang empunya kamar, sambil memperlihatkan bukunya yang tebal. “Aku mau ke kampus,” lanjutnya, kemudian mengunci pintu.
“Tapi ini baru jam tujuh pagi. Setahuku, kampusmu baru mulai jam sembilan kan? Lagi pula, kenapa kamarmu dikunci?” Bella menanyakan hal itu, sembari mengikuti perempuan mungil di depannya.
Langkah Adelia sempat terhenti di pertengahan tangga karena melihat papanya. Sayangnya, perempuan itu hanya berhenti sesaat. Dia hanya terkejut karena melihat papanya di sana.
“Kamu tidak mau sarapan?” tanya Aditya basa-basi saja. Dia tadi sudah mendengar apa yang terjadi di lantai dua.
“Tentu saja tidak,” jawab Adelia dengan tegas.
“Tapi kamu kan sudah terbiasa sarapan. Nanti kalau malah sakit gimana?” Sungguh, Aditya mengatakan hal itu karena peduli pada anaknya.
“Kamu sudah kurus loh, Del. Gak perlu diet lagi,” lanjut pria pertengahan empat puluh itu.
“Memangnya kenapa kalau aku sakit? Papa mau peduli?” tanya Adelia sarkas. “Atau cuma mau bayar biaya rumah sakit saja, setelah itu aku ditinggalkan?”
“Kalau kamu tidak mau makan di rumah, setidaknya makan dengan benar di luar. Papa sudah transfer sepuluh juta untuk jajan minggu ini.”
Mendengar nominal yang sangat besar itu, Bella nyaris saja melotot. Dia tahu kalau Adelia sudah diberikan uang bulanan dan kini ditambah uang jajan lagi?
Jangankan Bella, Adelia pun cukup terkejut. Pasalnya, sang papa agak pelit untuk masalah uang. Tapi, dia juga tidak bisa menolak. Adelia butuh uang untuk menyenangkan Delano.
“Terima kasih.” Pada akhirnya Adelia merendahkan diri untuk mengatakan itu. “Akan kugunakan uangnya sebaik mungkin.”
“Tapi tolong jangan berikan pada orang lain.” Bella tiba-tiba saja ikut bicara. “Maksudku, jangan sampai teman-temanmu memanfaatkanmu karena kamu banyak uang.”
Adelia tertawa pelan mendengar hal itu. Awalnya Adelia tidak mengerti kenapa Bella mau pada papanya yang sudah tua, tapi kini dia mengerti. Semuanya karena uang.
“Aku bukan orang bodoh yang mudah tertipu, tapi aku mungkin perempuan bucin.” Adelia tidak segan mengatakan hal itu.
“Kamu sudah punya pacar?” Kali ini Aditya yang bertanya dengan raut wajah kaget.
“Bukan urusan Papa,” balas perempuan mungil itu, sebelum melangkah pergi begitu saja.
“Adelia, kamu tidak boleh belanja berlebihan untuk pacarmu.” Aditya masih sempat mengatakan hal itu, sebelum putrinya pergi.
“Percuma menasihati orang yang bucin.” Bella tidak segan mengejek. “Mereka tidak akan mau mendengar, jadi sebaiknya pantau anakmu itu.”
“Sebaiknya kamu mengatakan itu pada dirimu sendiri,” balas Aditya masih agak marah, walau tidak seperti semalam.
Bella sudah ingin membalas, tapi batal. Suara dering ponsel di pagi buta, membuat fokus ibu hamil muda itu teralihkan. Rupanya itu ponsel milik Aditya.
“Selamat pagi, Pak. Tumben telepon pagi-pagi sekali?” Aditya mengangkat telepon itu dengan nada ramah dan membuat kekasihnya cemberut.
“Mau ketemu? Dengan Adelia juga?” tanya pria paruh baya itu dengan kening berkerut. “Boleh sih, tapi untuk apa?”
“Hah? Membicarakan soal warisan? Warisan apa ya? Saya kan masih sehat walafiat,” tanya Aditya sangat bingung dan membuat Bella tersenyum riang.
***To Be Continued***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments