"Untuk apa Non Adel sampai datang ke kantor mencari saya?" Delano menanyakan hal itu ketika dirinya dan perempuan yang dia maksud, telah berada cukup jauh dari area kantor.
"Tentu saja karena aku ingin menanyakan penawaranku yang kemarin,” balas Adelia dengan tangan yang terlipat di depan dada.
Mereka berdua tidak benar-benar pergi ke kafe atau restoran. Mereka hanya naik mobil Adelia dan pergi agak jauh dari area kantor untuk membicarakan hal ini.
Adelia tidak mau buang-buang waktu, tenaga dan uang jika lelaki di di sebelahnya tidak mau memikirkan tawaran itu. Sudah cukup uang lima ratus ribu yang dia berikan kepada Delano. Bukannya pelit, tapi tidak mau rugi.
"Tentu saja saya tidak mau." Delano langsung menjawab dengan tegas. "Saya bukan lelaki bayaran,” lanjutnya dengan yakin.
"Aku ini kaya loh.” Mau tidak mau Adelia menyombongkan dirinya sendiri. "Memang bukan uangku, tapi setidaknya uang jajanku cukup banyak untuk menghidupimu atau mungkin keluargamu.”
"Untuk sementara ini, saya hanya menghidupi diri sendiri. Saya belum butuh bantuan kamu." Delano kembali menjawab dengan sopan dan tegas.
"Kalau begitu lebih bagus lagi. Kau bisa menggunakan uangku untuk berfoya-foya." Adelia masih belum mau kalah. Dia sudah mendapat lelaki yang tepat, jadi dia tidak ingin melepasnya.
"Sebenarnya, apa yang membuat Non Adel ingin melakukan hal ini?” Rasa penasaran lelaki dengan seragam OB itu akhirnya bisa disampaikan.
"Kalau hanya untuk menghamburkan uang, Non Adel kan bisa melakukan itu di tempat lain. Misalnya dengan beli tas mahal atau membelikan temannya barang mahal. Tidak harus saya."
Adelia mendesah mendengar itu. Padahal dia pikir lelaki dengan rambut cepak di sebelahnya ini tidak begitu pintar, tapi pada kenyataannya tidak seperti itu. Delano rupanya bisa mengendus kalau Adelia melakukan ini karena sesuatu dan lain hal.
"Kau memang benar." Adelia menjawab dengan bahasa sesantai mungkin." Memang ada hal yang kuinginkan dari ini semua, tapi kurasa kau tidak perlu tahu."
“Bagaimana mungkin saya mau menerima tawaran itu tanpa tahu apa-apa?” Adelia menggelengkan kepala. "Saya tidak mau seperti itu."
"Tidak bisakah atas dasar saling percaya saja?" Adelia terlihat mulai putus asa.
"Maaf, tapi saya tidak bisa begitu. Kerja pun perlu kontrak kerja sama yang jelas kan?"
Mendengar kalimat itu, perempuan yang empunya mobil menggeram pelan. Walau dia bukan mahasiswa ekonomi, tapi Adelia pun tahu hal yang dikatakan lelaki yang jauh lebih tua darinya itu.
"Oke." Walau ini bukan hal yang mudah, Adelia pada akhirnya bersedia jujur.
"Kau sudah melihat papaku dan selingkuhannya kan?"
"Hah? Selingkuhan?" Delano langsung mendelik mendengar itu. "Yang semalam itu selingkuhan?"
"Ya. Bella itu selingkuhan papaku dan sekarang setelah mamaku meninggal, mereka akan menikah karena dia hamil. Asal kau tahu juga, Bella dulunya adalah sahabatku."
Delano melotot mendengar penjelasan itu. Dia sama sekali tidak menyangka, kalau perempuan di sebelahnya itu rupanya punya cerita sedih.
Merasa Delano mulai terbuai, Adelia pun makin mempertegas aktingnya. Perempuan dengan rambut panjang cokelat itu, mulai tersedu pelan.
"Aku hanya ingin papa memperhatikanku lagi. Semenjak mereka terang-terangan jalan berdua, papa jadi tidak peduli padaku," lanjut Adelia yang setengahnya adalah kebenaran.
"Buktinya, waktu aku menginap di Heaven, dia sama sekali tidak mencariku."
"Saya pikir Non sudah minta izin tidak pulang, tidak tahunya diacuhkan toh." Delano yang lugu mulai percaya.
"Mana mungkin. Biasanya aku tidak pernah nginap di rumah orang lain." Adelia segera membantah.
"Tapi, memangnya Non mau ngapain coba? Saya gak ngerti rencananya gimana?" Lelaki polos itu terlihat mulai tertarik.
"Kau cukup jadi pacar bayaranku saja dan ikuti instruksiku. Anggap saja kita sedang sugar dating, itu sudah cukup," jawab Adelia terlihat senang.
"Tapi apa itu tidak membuat Pak Aditya marah ya? Kalau dia marah dan ngusir Non Adel gimana?"
"Aku justru ingin membuatnya, tapi kau tenang saja. Papa tidak mungkin mengusirku begitu saja," balas Adel penuh percaya diri.
"Ya sudah." Pada akhirnya Delano pun mengangguk setuju. "Saya mau membantu, tapi syarat dan ketentuannya harus jelas."
"Artinya kau mau bikin kontrak kan?" Adelia ingin memastikan dan lelaki di sebelahnya mengangguk yakin.
"Oke. Itu tidak masalah, tapi mungkin aku perlu waktu untuk itu." Adelia tentu saja akan setuju. "Kau juga boleh mengajukan syarat."
"Deal." Untuk mensahkan perjanjian mereka, Delano mengulurkan tangan yang segera disambut oleh perempuan di sebelahnya.
***
"Nanti aku chat lagi ya, Om." Kalimat itu yang diteriakkan Adelia, ketika penumpangnya turun.
Delano yang hari ini menumpang mobil si perempuan aneh, tidak memberi balasan. Dia hanya tersenyum dan melambaikan tangannya, lalu beranjak masuk ke dalam sebuah tempat kos.
Dari luar, bisa dilihat kalau tempat kos itu hanya tampak seperti ruko biasa dengan tiga lantai. Rumahnya juga tidak mewah dan sudah sedikit tua, tapi terlihat sangat bersih dan terawat.
"Eh, Mas Delano. Udah pulang, Mas? Tumben naik mobil?" Seorang lelaki langsung menyapa, ketika Delano sudah menutup pintu pagar.
"Iya, Pak. Numpang sama teman," jawab lelaki yang masih berseragam office boy itu dengan senyuman.
"Teman apa teman?" tanya pria paruh baya yang hanya mengenakan kaos kutang dan sarung itu. "Kelihatannya cantik banget loh."
"Teman, Pak." Hanya itu yang dikatakan Delano, sebelum akhirnya pamit untuk ke kamar.
Langkah Delano terlihat santai dan dia juga menyapa penghuni kos di sepanjang jalan. Penghuninya tidak banyak.
Mungkin hanya sekitar tujuh orang saja, termasuk penjaga rumah dan kamar Delano ada di lantai tiga. Tidak ada lift di sana, tapi dia tidak keberatan naik tangga.
"Akhirnya pulang juga." Seorang lelaki yang sedikit lebih muda, menyapa Delano.
"Ngapain ke sini?"
"Kayak gak tahu aja sih, Mas. Disuruh," jawab lelaki yang terlihat sedikit lebih muda dari Delano itu.
"Ck. Nyebelin banget sih." Lelaki yang mulai melepas kancing seragamnya itu, berdecak pelan.
"Loh, kok kemejanya di lepas di sini sih, Mas? Nanti ada yang lihat loh."
"Memangnya siapa yang mau lihat? Orang cuma ada kamu di sini. Lagian, seluruh lantai ini aku yang sewa," jawab Delano yang mulai membuka pintu kamarnya.
"Kau bisa naik ke sini karena sudah dikenali." Kini Delano masuk ke kamarnya, dengan seragam yang tak lagi terkancing. Tentu saja dia memakai dalaman.
"Oh, tidak bisa begitu." Lelaki muda yang datang sebagai tamu itu menggeleng. "Mulai sekarang, saya juga tinggal di sini."
"Hah? Yang bener aja?" Delano langsung memekik dan hanya mendapat anggukan kepala dari sang tamu.
"Astaga! Bagaimana aku bisa hidup tenang kalau begini." Keluh lelaki pemilik kamar, tidak lagi mempertahankan wajah polosnya.
***To Be Continued***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Natasha
delano ini mencurigakan deh.
2023-07-30
1