"Maid, siapkan baju untuk istriku didalam dan bersihkan sisa cairan yang ada dilantai" Perintah Ruli kemudian pada salah satu maid yang ada dirumah.
"Baik tuan"
Setelahnya Ruli pun menjalankan kursi rodanya menuju ruang kerjanya.
Didalam ruang kerja miliknya, Ruli kini diam sembari memikirkan sesuatu. Ia menatap lurus kedepan dengan pikirannya yang tidak bisa dijelaskan sekarang.
Kemudian Ruli menatap kedua kakinya yang saat ini sedang lumpuh. Sudah lebih dari lima tahun ia lumpuh, tapi Ruli sama sekali tidak berniat untuk mengobatinya agar sembuh.
Tok!
Tok!
Tok!
Tidak mendapatkan jawaban. Axel yang notabenenya sebagai asisten pribadi Tuan Ruli pun langsung saja masuk. "Ada apa memanggil ku?" Tanya Axel kemudian. Memang jika diluar jam kerja kantor Axel tidak akan terlalu hormat pada Ruli karena sebenarnya mereka sejak dulu adalah sahabat saat SMA.
"Tidak. Hanya ingin mengajakmu untuk melamun bersamaku" Jawab Ruli datar.
Axel mendengus kesal. Dia pikir akan ada berita penting atau apa, ternyata kesini hanya untuk menemani ke gabutan bos nya plus sahabatnya itu. Axel kemudian berjalan lalu duduk disofa panjang. "Ada apa? Apa yang membuatmu galau"
"Tidak ada"
"Ck..mengelak lagi" Sambung Axel yang tau Ruli sebenarnya sedang menggalaukan apa. "Ku rasa Radex sudah lama terbengkalai. Apa kau tidak berniat untuk mengurus nya lagi?"
"Sudah kubilang aku keluar dari Radex! Kaki ku lumpuh sekarang! Bukankah aku sudah menyerahkannya padamu" Bentak Ruli yang tidak ingin membahas Randex.
"Hei tuan Ruli. Sudah berapa kali aku bilang untuk mu melakukan operasi, tapi kau selalu menolak dan lebih memilih untuk duduk dikursi roda. Lagipula yang seharusnya menjadi pemimpin bukan aku tapi kau"
"Aku tidak peduli. Tidak ada alasan untukku melakukan operasi itu. " Jawab Ruli datar.
"Tentu saja ada. Apa kau tidak berfikir, sekarang kau sudah mempunya istri, sudah pasti istrimu butuh bir-ahi darimu. Kau tidak takut jika istrimu selingkuh?" Axel kini menatap sang sahabat yang menatap datar kedepan. Tatapan yang sama selama lima tahun ini sebelum kejadian tragis itu menimpa Ruli.
"Aku tidak peduli dengannya, jika dia ingin dengan lelaki lain itu bukanlah urusanku, kecuali dia adalah cintaku baru aku tidak akan sudi jika dirinya berselingkuh"
Sudahlah percuma berbicara dengan sahabatnya, jika ujung-ujungnya jawaban itu tetap sama dan tidak mau melakukan operasi. "Dia sudah bahagia bersama laki-laki iblis itu, harusnya kau juga mencari kebahagiaan"
"Aku tidak akan memaksakan untuk bahagia. Karena kebahagiaan menurutku tidak untuk dicari, namun kebahagiaan yang sesungguhnya akan datang sendiri"
#
#
Sementara ditempat yang sama namun ruangan yang berbeda. Seorang Diara yang saat ini sudah tidak menggunakan apapun sedari tadi tidak habisnya menggerutu kesal.
"Laki-laki baj-ingan!!! Huh...kenapa juga aku harus takut dengannya? Lagi-lagi kalau dia seperti itu, setelah aku merendahkannya aku akan langsung lari supaya pria lumpuh itu tidak lagi memperlakukan ku seperti tadi" Omel Diara pada dirinya sendiri. Sungguh dia seperti sedang dipermainkan oleh Ruli.
Diara jadi membayangkan kejadian tadi, terlebih suara dezahannya yang sangat keras. "Huek!!!! Kenapa aku mengeluarkan suara itu" eneq sendiri Diara mengingat yang tadi. Apalagi saat dirinya mengeluarkan pelepasan iyuhh!! Sungguh menggelikan bagi seorang Diara.
"Oh my god! Diara yang sekarang sudah dewasa, sepertinya besok aku harus melakukan sebuah janji dengan kedua besti ku" Setelahnya Diara langsung buru-buru menyelesaikan mandinya dengan menggosok seluruh anggota tubuhnya, termasuk yang tadi sudah Ruli pegang.
Diara langsung buru-buru melilitkan handuk nya dan keluar dengan menyembulkan kepalanya terlebih dahulu. "Oh iya, aku pakai ap~ pria lumpuh itu rupanya sangat pengertian sekali" Ucapan Diara berubah setelah melihat baju dan digeletakkan diranjang.
Diara kemudian dengan berlari melihat gaunnya. Ia sedikit terkejut karena bukan hanya gaun saja yang ada disitu, melainkan pakaian da-lam nya juga. "Sial sekali, kenapa dia tau ukurannya?" Gerutu Diara saat melihat ukuran b-ra yang ternyata pas memang ukurannya.
Tanpa kata lagi Diara pun segera memakai yang sudah disediakan diatas ranjang itu. Setelahnya ia hanya menyisir rambutnya dengan sisir milik Ruli dan berniat untuk keluar dari kamar.
Sedikit rasa lupa saat pintu kamar ini ternyata menggunakan sidik jadi dan password. Lagi dan lagi Diara dibuat kesal. "Arghhh!!! Pria lumpuh menyebalkan!!!" Teriak Diara sembari menendang pintu kamar.
Karena gabut mau melakukan apa, akhirnya Diara pun memilih untuk membuka ponselnya dan melakukan video call dengan kedua sahabatnya itu.
"Aku kesal!" Teriak Diara yang melampiaskan semuanya didepan kedua sahabatnya yaitu Tye dan Gyora.
"Kau ini kenapa?" Tanya Tye bingung saat mendengar teriakan dari dalam ponselnya.
"Seperti orang stres" sambung Gyora.
"Iya memang aku sedang stres" Jawab Diara kemudian dengan mengacak-acak rambutnya frustasi.
"What? Seorang Diara stress? Really?" ~Gyora
"Yes aku juga tidak begitu percaya jika dirimu stres. Jika iya tidak mungkin kan karena suaru mu misqueenn?"
Ucapan Tye mampu membuatnya berkerut heran. "Suaru? Apa itu" Tanya Diara.
"Kudet sekali. Suami baru Diara..... Seharusnya kau menikmatinya, bukankah kau bulan madu?" ~Tye
"Aku penasaran bagaimana wajah suamimu Diara, apakah dia masih muda? Atau sudah tua?" Sambung Gyora kemudian. Sejak tadi ia selalu memikirkan siapa sebenarnya suami Diara, apakah Om-om atau berondong atau tuan muda atau bisa jadi kakek-kakek.
"Kalau kalian penasaran, besok pagi kita bertemu di restoran seperti biasanya. Aku jenuh dan ingin refreshing, otakku lelah dengan semuanya "
Diara memutuskan panggilan nya setelah dirasa pikirannya sudah stabil dan emosinya sudah tidak terlihat lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments