Di suatu rumah makan kecil terlihat Arthur dan Tamus yang sedang sibuk dengan makananya, mereka makan dengan lahap.
“Oi, Tamus bagaimana cara cepat ahli dalam menguasai teknik kegelapan itu?” tanya Arthur memulai pembicaraan.
“Sudah kubilang, kan? Aku saja butuh waktu bertahun-tahun untuk menguasai ketujuh teknik ini, kalau kamu mungkin satu tahun lebih.”
“Satu tahun lebih?!”
Arthur menaikan nada karena terkejut. Dia tidak punya waktu selama itu. Berkat teriakan Athur mereka berhasil menjadi pusat perhatian rumah makan.
Merasa malu pemuda itu memutuskan menundukan kepala dan kembali duduk dengan normal.
Tamus menghela napas, bingung dengan sikap tidak sabaran ini.
“Jangan terlalu terburu-buru mari nikmati prosesnya.”
“Baik..”
Saat kedua orang itu masih sibuk dengan makanan serta pembicaraan tiba-tiba terdengar kegaduhan dibelakang mereka yang membuat mata Arthur berputar untuk melihat kejadian.
Mata merahnya menatap dengan sangat tajam.
Di sana terlihat seorang anak kecl yang sedang ditindas oleh beberapa orang dewasa yang terlihat galak dan berotot. Melihat mereka membuat Arthur teringat akan ingatan buruknya.
“Hei, Nak. Apa kamu sudah memberikan storan hasil daganganmu?”
Seorang pria besar bertanya. Dia memiliki wajah jahat serta kacamata hitam di wajahnya.Kedua otot tanganya terbentuk dengan indah, tampak sangat kuat serta garang.
Sedangkan anak kecil itu terlihat sangat lemah dengan jubah dan tudung yang menutupi wajahnya dan tangan berisi kerjang makanan. Meskipun gemetaran dia masih tetap tangguh dalam melawan pria tersebut.
“Tidak mau! Ini akan kugunakan demi ibuku, dia sedang sakit… jadi aku harus mencari uang kalau tidak.. ibu.. ibu bisa mati!”
Diakhiri dengan teriakan, anak kecil tanpa nama tersebuk mengeluarkan air mata. Isak tangisan membanjiri wajah kecilnya.
Namun tanpa mengenal ampun, para pria tersebut memegang kerah bajunya dan menatap sangat tajam.
“Hei, Nak! Aku tidak peduli dengan kondisi ibumu aku mau tahu bagaimana tentang uangnya? Apa kamu tuli?”
Tubuh yang terangkat ke atas memberikan ketakutan tersendiri untuk anak yang bahkan masih berumur di angka sepuluh tahun tersebut. Dia menggerakan kedua kakinya seolah itu adalah cara untuk melepaskan diri.
“Kalau kamu tidak memberikan uang nanti kepala kami akan dipenggal oleh bos! Dia orang yang kejam, jadi siapa peduli tentang mama bodohmu itu! Cepat beri uang itu ke aku!”
Suara berat tersebut memenuhi ruang makan, para pengunjung menatap kasihan ada keraguan di wajah mereka, ingin menolong? Atau membiarkannya? Tentu mereka ingin menolong, namun rasa takut lebih besar. Kaki mereka seolah dikunci oleh rantai tidak terlihat.
“Hah, apa yang kalian lihat!?”
Meresa menjadi pusat tatapan sang pria itu berteriak. Muka pengunjung menjadi pucat dan berkeringat, mendengar teriakan saja tidak berani, mereka langsung berpura-pura tidak melihat.
Di samping pengunjung yang ketakutan, seorang remaja dengan jubah menatap tajam kejadian ini. Mata merahnya terpenuhi oleh tekad untuk melaksanakan pembunuhan, dia sangat murka. Anak kecil tersebut membuat dia ingat akan masa lalu buruknya.
Mereka semua gila, tidak adakah yang ingin membantu?..
Semua orang terlalu peduli dengan diri sendiri..
Aku paham nak perasaan itu rasanya di tindas..
Remaja dengan jubah itu berdiri dan hendak menuju ke gaduhan, namun pria tua yang duduk disampingnya menghentikan dia. Mengatakan bahwa untuk tenang dan jangan bertindak berlebihan.
Meskipun sudah dihentikan, tapi rasa ingin melindunginya lebih besar remaja itu menolak sarang dari pria tua itu. Dia berjalan dengan sedikit lebih tenang sekarang.
“Hei, Nak berhenti menangis dan cepat berikan uang!”
Anak tersebut menutup matanya, hampir saja dia terkena pukulan, tapi beruntungnya Arthur- remaja dengan jubah itu menghentikan tangan itu sebelum terkena wajah anak kecil.
Merasa tidak terima pria berotot melirik, namun langsung gemetaran karena menatap sebuah mata merah yang sangat tajam. Hawa tatapan tersebut membuatnya ngeri.
“Cih! sepertinya kamu beruntung untuk kali ini, Nak.”
Meskipun ketakutan dia masih saja bertindak sok kuat. Dia berjalan dengan sok galak menuju ke luar rumah makan tersebut. Sang anak menghela napas lega, bersyukur bahwa uang yang dia terima dari hasil julana makanan tidak diambil.
Anak kecil itu tersenyum ke Arthur. “Terima kasih, Kak.”
Sebuah senyuman polos yang memberikan kehangatan di hati Arthur. Dia berjongkok dan mengelus kepala anak tersebut.
“Apa kamu jualan untuk memberikan ibumu obat?”
“Ya, Ibu sedang sakit jadi aku ingin membeli sebuah obat agar dia bisa segara sembuh.”
“Kamu anak yang baik, Ya. Siapa namamu?” tanyan Arthur, dia tersentuh akan tekad sang anak.
“Namaku Aron, Kak.”
Dia memberikan senyuman suci yang membuat bibir Arthur iku terangkat.
“Oi, Arthur mari segera pulang.”
Tamus membayar makanan dan berjalan ke arah Arthur yang sibuk mengurus anak kecil. Arthur menoleh ke belakang,
“Apa kamu serius? Bagaimana dengan nasib anak ini?”
“Apa maksudnya? Kita tidak punya hak untuk membantunya.”
“Bagaimana bisa kamu mengatakan hal seperti itu Tamus?” Arthur hampir tidak percaya, dia tidak menyangka Tamus akan sedingin ini.
“Lakukan sesukamu aku akan kembali lebih dulu. Ingat segera pulang sebelum malam hari.”
Tamus berjalan keluar dari rumah makan kecil tersebut, dia kembali memutar ucapan Arthur di telinganya dan senyuman terlukis di wajah keriputnya.
‘Dia membuat ingat dengan diriku saat kecil, tapi Arthur. Kalau sikapmu seperti itu kamu tidak akan bisa pernah menguasai teknik pedang kegelpan…’
Kembali lagi ke Arthur.
Dia sekarang masih sibuk berurusan dengan anak kecil itu. Arthur tersenyum ramah dan bertanya.
“Apakah aku boleh melihat ibumu?”
Jika diperbolehkan maka Arthur sebisa mungkin ingin membantu karena itulah dia mau melihat sang ibu.
“Iya tentu, Kak! Ibu pasti akan sangat senang.”
Anak itu bersorak riang di memegang tangan Arthur dan membawanya ke suatu tempat. Di sepanjang jalan Arthur dapat merasakan tatapan tidak enak menuju anak ini, dia tidak tahu alasannya. Namun tatapan itu dia sangat kenal.
Tatapan yang menganggap dia sebagai makhluk rendah dan gagal, tapi tatapan itu bukan untuk Arthur melainkan anak kecil.
‘Sebenarnya apa yang dilakukan anak ini hingga dibenci orang? Jadi ini alasan kenapa tidak ada yang hendak membantu?’
Arthur bertanya dengan pikirannya sendiri ini akan terasa sangat aneh baginya.
“Kak Arthur kita sudah sampai!”
Ucapan dari Aaron berhasil membalikan kesadaran Arthur kembali, dia menatap rumah kecil yang usang dan sangat tua. Aaron membuka pintu dengan tersenyum.
“Ibu, aku membawa tamu.”
Saat kedua orang itu melangkah meskipun samar Arthur dapat mendengar suara batuk-batuk di sebuah kamar yang hendak mereka tujui.
Ketika mereka sampai di kamar tersebut, Aaron terlihat tersenyum bahagia karena melihat sang ibunya, tapi Arthur melihat sang ibu dengan tatapan iba dan sedikit menyedihkan. Remaja itu sangat tahu dengan kondisi ibunya Aaron.
Dia juga sekarang tahu kenapa Aaron menjadi bahan kebencian, itu karena ibunya mengalami penyakit yang serius.
Ibu tersebut terbangun dari kasurnya dengan mata melas dia menatap Arthur. Dia sebenarnya terlihat muda, namun rambutnya sudah ubanan dan wajah mulai keriput dan yang paling menarik perhatian Arthur adalah benjolan merah kecil yang berkumpulan di kepala sang ibu. dia sangat terganggu dengan itu.
‘Benjol-benjol kecil merah yang berada di kepalanya, tidak salah lagi itu adalah penyakit umbral plauge.’
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
D Pramm
hak nya di ganti kewajiban
2023-12-25
0
woww
2023-12-17
0