Merasa terus diejek aku memutuskan untuk menundukkan kepala serta kembali berjalan mendekati keluargaku.
'Hehehe, tapi pasti kak Bryan, kak Anna, dan Elli akan membantuku kan?..'
Aku sekali lagi berharap, tapi pada akhirnya itu hanyalah harapan. Tatapan penuh ceria dan bersahabat yang biasanya saudaraku perlihatkan kini berubah menjadi tatapan jijik.
Aku membuka mata lebar. Hatiku sudah hancur bahkan aku sendiri bingung cara mendeskripsikan rasa sakit ini.
"Kak, kenapa kalian menatapku seperti itu?" Berusaha untuk tenang aku tersenyum palsu, tapi tubuh tak berbohong aku sedikit gemetaran.
"Siapa yang kamu sebut kakak? Dasar orang luar!"
Teriakan ini berasal dari kak Bryan yang menatapku dengan jijik. Sebenarnya ada apa denganmu kak?
"Jangan mendekatiku lagi! Orang tanpa jenis mana bukanlah anggota keluarga Midnight!" ucap kak Anna dengan sangat tegas, tatapan hangat serta senyuman manis yang selalu dia berikan kini berubah menjadi jijik seolah kak Anna sedang menatap serangga yang buruk rupa.
"Hah? Kakak hanya bercanda kan?"
Sekali lagi aku berusaha untuk tersenyum palsu, namun aku tak bisa menghentikan air mata yang mengalir. Aku mencoba mendekati berdua, namun kak Anna mendorong tubuhku hingga jatuh di lantai.
"Jangan sentuh aku! Dasar orang luar. Kamu bukan keluarga Midnight lagi, jadi berhenti sok akrab!"
Aku benar-benar tak paham lagi dengan mereka. Kedua kakakku yang sebelumnya sangat terlihat menyanyangiku kini menunjukan taring ke arahku, hanya karena aku tak mempunyai mana mereka dengan cepat membuangku, kalau begini sama saja dengan kehidupan sebelumnya. Tidak mungkin aku yang salah, sejak awal aku memang tak diinginkan, sikap mereka yang dulu pasti hanyalah bohongan.
Tapi walaupun kedua kakaku membenciku, tapi mungkin saja Elli masih mau dengan aku, mengingat dia selalu menempel dan terlihat menganggumiku.
“Elli, bagaiman denganmu?” tanyaku dengan penuh harapan. Aku berharap setidaknya dia mau menerimaku.
Namun jika dilihat dari raut wajah Elli aku sudah tahu jawabannya. Mata itu sama persis dengan mata orang-orang yang melihatku di kehidupan sebelumnya.
Mata yang memandang manusia bagaikan sampah dan tak berguna itu. Meskipun begitu aku masih tak menyerah, mungkin situasi ini adalah kesalahan itulah yang sangat kuharapkan dari lubuk hati.
“Elli, aku kakakmu kan? Iya kan? Kenapa kamu menatapku seperti itu?”
Aku menatap Elli dengan air mata yang telah menetes di kelopak mata. Elli terlihat semakin jijik, padahal beberapa detik yang lalu dia selalu tersenyum manis, bahkan dia pernah berkata bahwa Elli akan selalu bersama denganku,apa semua itu hanyalah sandiwara.
“Tidak, aku tak ingat punya kakak lemah sepertimu!” Elli berteriak dai terlihat seperti merengek dan ketakutakn.
Aku berdesis kesal, tak percaya akan yang telah terjadi. Semua orang di sini menatap sinis di hadapanku, perasaan ini sangat mirip dengan kehidupan sebelumnya, rasa dikucilkan ini sekali lagi menghampiriku.
Tubuhku berkeringat dingin, nafasku sangat sesak, otaku sakit, dan yang paling sakit itu adalah hatiku.
Bayangkan saja seseorang saudara yang sebelumnya mensuportmu kini dengan cepat menjadi musuh hanya karena alasan tak jelas.
DI dalam kecemasan ini aku tanpa sengaja menatap ke arah ibu dan ayahku.
Di pikiranku terlintas, mungkin saja mereka akan berbeda apalagi ibu cinta yang dia berikan terlalu hangat tak mungkin jika itu hanyalah bualan.
Dengan pikiran positif itu aku berlari ke arah kedua orang tuaku, tapi yang kudapatkan tak sesuai hasi. Sama saja, ketika aku sudah tepat berdiri di depan mereka ibu maupun ayah menatap sinis ke arahku.
Plak
Aku yang masih mengatur napas karena berlari. Dengan cepat ditampar oleh ibuku, tanpa aba-aba dia langsung menampar pipiku.
“Menjauh dariku dasar anak tak berguna!"
"Sebenarnya kamu siapa? Dasar memalukan nama keluarga."
"Lihatlah kedua kakakmu! Saat mereka berumur 10 tahun mereka membuat semua terkejut dan dengan cepat mereka menjadi penyihir kelas atas. Mereka sangat berbeda denganmu, orang sepertimu bahkan aku tak sudi menganggap sebagai anak!"
Mata ibu yang berwarna merah yang biasanya hangat kini berubah menjadi tatapan sinis penuh dengan rasa jijik. Nada yang dia gunakan juga sangat tinggi, kalau seperti ini yang ibu katakan terlihat asli.
Mataku sekali lagi melebar. Air mata tanpa sadar telah menetes, nafasku telah menjadi sangat berantakan. Ibu yang biasanya mengatakan hal hangat, memelukku dan mencintaiku kini telah telah berubah.
Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi ada satu hal yang kupahami. Sejak awal orang yang kusebut keluarga tak pernah mencintaiku dengan tulus.
Tapi bagaimana dengan ayah handa? Aku tak terlalu berharap, tapi.. Tidak sepertinya dia juga sama, saat aku menatapnya, dia memberikan hal yang sama dengan orang-orang di sini.
Semua menatap benci ke arahku, bahkan keluarga juga termasuk. Cemohan demi cemohan melewati telingaku. Aku tersenyum untuk menutupi rasa sakit di hatiku.
Karena sudah merasa tak ada tempat untukku, jadi aku memutuskan untuk berlari menjauh dari tempat pengetesan.
Setiap langkah yang kulakukan terasa sangat berat dan setiap langkah itu air mata menetes. Aku tak tahu sudah berapa jauh aku berlari. Aku hanya berlari agar rasa sakit ini hilang, terus berlari dan berlari, tapi rasa sakit ini tak mau hilang.
"Hah.. Hah.. Kenapa?!"
"Kenapa ini semua terjadi kepadaku?"
"Semua yang menyanyangiku kini berubah hanya karena satu kegagalan."
""Sial!!""
Aku meluapkan segala emosi dengan perkataanku. Di jalan yang kugunakan untuk bealari tak ada orang, jadi aku bisa berteriak tanpa memikirkan orang lain.
Hari ini adalah yang terburuk untukku. Hari dimana aku kehilangan segalanya, baik itu kehormatan, status bangsawan, tidak aku tak peduli dengan hal itu.
Bahkan jika aku menjadi orang biasa itu sudah cukup asalkan aku bisa merasakan kehangatan seseorang, hanya itu saja yang kuharapkan. Tapi sepertinya dimana pun aku pergi hal itu tak akan terjadi.
Hari-hari yang sebelumnya penuh kebahagiaan kini berubah dengan penuh hinaan serta kebencian.
Di dalam kabut malam aku terus berlari tanpa arahan. Terus berlari dan akhirnya aku terhenti di suatu gubuk, aku tak tahu dari mana dan milik siapa gubuk yang berada di tempat kosong serta terlihat kosong itu. Atau lebih tepatnya justru aku tak peduli
Dengan langkah yang berat aku berjalan dan duduk di depan gubuk itu, mataku menjadi kosong serta menatap ke arah bulan sabit yang bersinar. Aku kembali teringat saat semua di dunia ini mau menerimaku, sayang denganku, mensupportku dan kini semua berubah.
Hanya karena manaku tak ada mereka jadi menatap jijik kepadaku, jika mengingat kejadian tadi itu sangat menyayat hatiku.
"Dasar sialan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Dr. Rin
klw emak udh nampar anak sendiri... siapin sarung iket pakaian secukupnya, terus minggat dah 😅
2023-07-03
1
Dr. Rin
sensor
2023-07-03
0