Malam datang dengan gemulai. Cahaya bulan memancar dari jauh, memainkan bayang-bayang di permukaan bumi yang terlelap, seperti pelukis yang mahir, malam mengoreskan kuasnya dengan warna biru yang lembut mengecet dunia dengan rasa misteri yang tak terperangkap oleh cahaya terang.
Di bawah puncat yang berkilau, sebuah hutan lebat terlihat sangat sunyi, hanya terdapat satu pria tua yang menatap tajam ke tempat tersebut, seolah seperti menunggu kehadiran seseorang. Pria tua itu menghela napas, orang yang dia cari tidak kunjung datang.
Apa yang membuat anak itu sangat lama…?
Dasar anak bodoh! Sudah kubilang datang sebelum sore, tapi apa yang sekarang dia lakukan..?
Pria tua tersebut tidak lain adalah Tamus, dia menunggu kehadiran Arthur yang tidak kunjung datang. Arthur biasanya anak yang cukup patuh dengan perintahnya, sangat susah dibayangkan jika dia membolos dan pergi ke sesuatu tanpa alasan yang jelas.
Jika Arthur tidak kunjung pulang pasti sesuatu terjadi padanya, tapi Tamus belum bisa menebak apa alasan itu.
Dia tidak mungkin pergi tanpa alasan, jangan bilang sesuatu terjadi padanya…?
Ditengah kebingungan Tamus teringat tentang rumor Dungeon bagian utara yang katanya dapat mengabulkan keinginan dan memberikan kekuatan absolut, Tamus beranggapan mungkin saja Arthur pergi ke tempat berbahaya itu mengingat bahwa dia sangat ingin menyembuhkan ‘umbral plague’ dan mungkin saja Arthur pergi ke sana.
Dengan pemikiran seperti itu Tamus beranjak mengambil pedang merah miliknya dan bergegas menuju utara. ‘umbral plague’ dia selalu punya kenangan buruk akan penyakit itu. Ini karena master keenam adalah pengidap penyakit ‘umbral Plague’
Dasar anak bodoh..
Jangan pergi seperti master keenam! Aku pasti akan bergegas ke sana..
Saat Tamus berlari kencang, menebas beberapa monster yang mengganggu dia kembali teringat akan detik-detik kematian master ke enam dan beberapa kenangan lainya.
... ...
...***...
Beberapa puluh tahun yang lalu.
Tamus yang masih remaja terlihat berjalan di desa kumuh, tubuhnya tidak terlihat baik-baik saja. Bajunya robek-robek dan dia terlihat sangat kotor, seolah dia adalah gelandangan tanpa memiliki apapun.
Namun memang itulah kenyataannya, Tamus tidak pernah disanjung baik oleh warga sekitar ini sama seperti Arthur ini karena dia tidak memiliki elemen sihir, alias hanya manusia level biasa.
Bagi dunia penuh sihir dan kekuatan mistis ini adalah hal menjijikan dan sangat langka, orang berbeda tentu akan dikucilkan serta dijauhi. Ini yang dirasakan Tamus remaja.
Dia tidak dicintai oleh kedua orang tuanya, para penduduk bahkan melemparkan bebatuan kecil ke arahnya, membuat kepala dia penuh oleh bekas luka darah. Meskipun sering dijauhi dan di ejek dia tetap berjalan dengan santai.
“Pergilah manusia rendahan!”
“Menjijikan manusia tanpa jenis mana sepertimu adalah aib bagi siapapun.”
“Tidak ada yang akan mencintaimu, lebih baik orang sepertimu mati!”
Saat Tamus sedang berjalan dengan santai dia dilemparkan bebatuan, namun karena sudah kebal dia tetap berjalan dengan santai mengabaikan beberapa hinaan para orang-orang dan melanjutkan langkahnya.
Ketika siang hari dia berteduh di rumah kardus. Ya, karena dia dibenci tentu saja tidak ada penginapan yang mau menerima remaja sepertinya, namun dia masih tersenyum meskipun menerima semua tindakan buruk.
Aku lagi-lagi dijauhi, apa tidak ada yang benar-benar mau mencintaiku..?
Senyuman yang dia pasang tentu saja sebuah kebohongan untuk menutup luka hatinya, namun itu pudar ketika memikirkan tentang hal ini. Tamus menghela napas.
Aku tidak akan memiliki apapun apakah itu takdir yang kumiliki…?
Saat sedang terlarut dalam kesedihan, tiba-tiba seorang pria berambut hitam dan mempunyai mata oren menghampirinya dengan senyuman.
“Apakah kamu Tamus yang sering dibicarakan itu?”
Tamus menatap tajam ke pria tersebut. Dia berpikir bahwa akan menerima kejahatan yang sama.
“Jangan pasang mata mengerikan seperti itu…”
Pria tersebut justru tersenyum dan membelai kepala remaja itu. Tamus kebingungan ini pertama kalinya dia mengalami kehangatan seperti ini.
“Aku punya tawaran kepadamu, Nak Tamus apakah kamu tertarik dengan Teknik pedang kegelapan?”
“Pedang kegelapan?”
“Ya, dengan ini kamu akan menjadi kuat… menjadi kuat tentu bukan salah satu tujuan, maukah kamu juga berpetualang denganku?”
Setelah hari itu, Tamus berlatih dengan Master ke enam. Saat itu Tamus tidak pernah menanyakan identitas asli dari dia, yang Tamus tahu hanyalah dia adalah master keenam. Tamus tidak peduli siapapun dia. Dan itu merupakan kesalahan fatal paling utama.
Jika saja dia tahu sosok sebenarnya dari dia mungkin Tamus bisa menyelamatkan master dari ‘umbral plague’ bahkan Tamus saat itu tidak tahu apapun tentang penyakit ‘umbral plague’ yang dia tahu hanya master dijauhi oleh orang-orang karena benjolan merah di kepalanya dan Tamus tidak berani mengungkitnya.
Beberapa tahun berlalu kini Tamus telah menjadi makin dewasa dan Master keenam semakin menua dengan waktu yang sangat cepat. Awalnya dia terlihat muda, namun kini dalam kurung waktu beberapa tahun dia rambutnya mulai memutih.
Hal pertama yang mengganggu Tamus adalah benjolan merah di kepala yang semakin membesar.
Saat sedang berjalan di padang rumput Tamus sudah memutuskan untuk menanyakan kejanggalan ini, dia sudah menahan sejak remaja jadi dia harus menanyakan sekarang atau dia akan menyesal.
“Master!”
“Ada apa?” tanya Master keenam, menoleh ke belakang.
“Sebenarnya ada apa dengan benjolan merah di kepalamu?” tanya Tamus walaupun dengan keraguan.
Master keenam memudarkan senyuman ramahnya dan menatap serius. “Ini, ya? Sepertinya ini waktu yang tepat untuk mengatakannya…”
“… Tamus semisal aku menjadi gila, tolong bunuh aku…”
Saat itu Tamus heran, dia tidak tahu apa yang dikatakan oleh master keenam. Dia hanya mematung tanpa memberikan respon.
Hingga suatu malam saat Tamus hendak tidur terjadi sebuah peristiwa yang membuatnya terbangun dari mimpi dia mendengar suara seperti jeritan. Dia yang terganggu memutuskan untuk pergi ke arah suara dan betapa terkejutnya dia saat melihat sosok master keenam yang merintih kesakitan tanpa sebab. Benjolan merahnya membesar dengan kecepatan tidak normal.
Wajah dan tubuhnya mulai menjadi menjijikan, Master keenam juga mempunyai darah yang berceceran di mana saja.
“Master!”
Master keenam menatap Tamus, namun tatapan itu sangat berbeda dengan yang lainnya. Dia terlihat seperti bergerak tidak sesuai dengan keinginannya. Tanganya terus menggaruk wajah dan dada hingga kulitnya mengelupas.
“Gatal… sakit… sakit… Tamus, sekarang tolong bunuh aku!”
Master berteriak matanya yang penuh kesejukan berubah menakutkan dengan sekumpulan darah yang menetes seperti air mata. Tanpa henti Master menangis dengan darah dan merengek kesakitan.
Tamus tentu shock dengan apa yang dia lihat, dia tidak percaya akan pemandangan ini.
“Ma- Master?!” Tamus meneteskan air mata dia tidak tahu apa yang sebaiknya dilakukan di posisi seperti ini.
“… Tamus, tolong.. ini saatnya…”
Master keenam berjalan ke arahnya dengan wajah penuh darah, benjolannya membesar hingga hampir menutupi separuh wajahnya, benjolan itu juga menyebar ke kedua lengannya.
Master menyerang Tamus, dia mencengkram leher Tamus, tapi tentu saja ini karena penyakit kegilaan dari ‘umbral plague’ bukan karena keinginannya.
Sebuah darah berjatuhan melalui mata Master seperti sedang menangis.
“… Tamus, aku sudah tidak bisa menahan ini… Bunuh aku sebelum tubuh ini tidak terkendali.”
Cengkraman itu semakin kuat membuat Tamus tidak bisa bernafas, namun dia tentu tidak bisa melakukan hal seperti itu.
“Master… maaf aku tidak bisa melakukan hal seperti itu..” jawab Tamus dengan terengah-engah.
“Tamus, cepat lakukan… tubuh ini akan segera diselimuti oleh kegelapan dan aku akan—”
Sebelum Master selesai berbicara, dia tiba-tiba melepaskan tanganya dan berteriak histeris. Dia mencongkel matanya sendiri dan terus berteriak.
Tepat saat dia berteriak, benjolan di tubuhnya membesar dengan ukuran tidak normal. Saat ini master sudah bukan manusia lagi, tubuh benar-benar terkendali sepenuhnya.
“Master?” Tamus berusaha memanggilnya, namun percuma tubuhnya sudah terkendali oleh penyakit miliknya sendiri.
Master keenam terus menyerang tamus dan dia menghindarinya, tapi gerakan master tentu saja berbeda level. Dia harus mengalahkannya atau akan mati.
< dark Sword technique: Seven style: Dragon dance>
Master keenam mengeluarkan gaya paling kuat. Pedang miliknya membentuk aura kegelapan seperti naga dan dia terus mengayunkan pedang dengan sangat indah seperti sedang menari.
Tring
Tring
Beruntungnya Tamus dapat menahan semua serangan milik Master walaupun kesusahan. Perbedaan level sangat berbeda.
“Master buka matamu! Anda bukanlah orang yang akan dikendalikan dan menjadi gila hanya karena penyakit..”
< Dark sword technique: First style: dark slash>
Aura kegelapan menerjang ke Tamus dan berhasil membuat dia terjatuh dan merintih kesakitan, tanpa kenal ampun master keenam berjalan seperti hendak membunuh san murid.
Tamus mengatur napas dan berdiri kembali.
“Master bukankah kita akan berpetualang seperti biasanya? Itulah yang kamu katakan ketika pertama kali bertemu… kamu bilang mari berpetualang!” Tamus mulai mengeluarkan air mata, dia menangis mengatakan segalanya yang ada di hati.
Master terdiam untuk beberapa saat seolah perkataanya adalah hal untuk menenangkannya. Master keenam mengeluarkan air mata.
“Kamu benar… tapi maaf, tubuhku sudah-“
Rasa sedih itu hanya beberapa detik bagi Master dia lanjut melawan sang murid, Namun Tamus diam saja, menerima satu tebasan dia hendak mati.
Saat pedang hampir sampai di tenggorokan Tamus tiba-tiba. Master menghentikan pedangnya, dia masih memiliki kesadaraan walaupun hanya beberapa saat. Master memutuskan untuk diam.
“Cepat bunuh aku dasar murid bodoh!”
“Tapi, Master-“
“Tolong!... Ini permintaanku terakhir kalinya, kenapa kamu selalu membuatku repot, dasar murid bodoh!” Meskipun tubuh terkendali, namun dia memaksakan diri untuk berhenti. Hal membuat dia batuk darah, dia berhenti sejatinya hanya demi tekad saja.
“… Tidak bisakah kamu menuruti perkataanku sekali saja?”
Tamus berhenti gemetaran dan melawan, ketika melihat tangisan dari master keenam membuat semua memori yang dia miliki teringat kembali. Dia juga ikut meneteskan air mata.
Tamus memang hampir selalu kena marah oleh master keenam karena sikapnya yang sering memberontak. Namun bagi Master tentu saja keberadaan Tamus sudah lebih dari special walaupun dia sering memberontak.
Mengingat dirinya yang susah diatur membuat Tamus meneteskan air mata. Dia memegang pedang dengan sangat erat dan hendak melakukan apa yang diperintahkan oleh sang master.
“Bagus, lakukan! Aku sudah tidak kuat lagi menahan ini…”
Senyuman puas tergambar di wajah Master, melihat itu hati Tamus makin hancur. Tapi dia sadar jika dia tidak membunuh Master maka sama saja menyiksa Masternya.
“Siapkan dirimu master…”
Master mengangguk.
Dengan perasaan berat Tamus menebas kepala Master membuatnya tergeletak di tanah dan menjadi lautan darah.
Hujan membanjiri bumi, menggambarkan kesedihan. Tamus menatap mayat master tersebut, dia menangis sekuat mungkin di tengah malam serta hujan.
****
“Hah.. hah.. hah…”
Tamus menatap pintu masuk Dungeon tidak salah lagi, dia merasakan aura serpihan kegelapan dan ini adalah milik Arthur. Ketika dia baru memasuki Dungeon dia merasakan hawa kematian yang sama ketika waktu itu, meskipun dari jarak yang cukup jauh dia dapat merasakan kumpulan seseorang yang menderita ‘Umbral Plague’ berkumpul di satu titik di bagian paling dalam dan dia juga bisa merasakan aura kecil dari kegelapan milik Arthur.
Jika saja Arthur bukan calon pewaris ke delapan tentu dia tidak bisa merasakan aura ini, tapi beruntungnya di adalah calon pewaris.
Tanpa menunggu waktu lama Tamus berlari di tengah Dungeon tersebut menuju secepat mungkin di tempat Arthur berada.
Tunggulah aku, nak…
Jangan mati seperti Master keenam…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Dr. Rin
ini drak typo ya keknya, chap sebelumnya juga gni
2023-07-30
1
Dr. Rin
Efek sampingnya, kah? teknik kegelapan?
2023-07-30
0
Dr. Rin
ini dimiringkan aja thor
2023-07-30
1