Setelah berjalan beberapa menit akhirnya aku dan adikku Elli sampai di tempat tujuan. Tempat ini terlihat seperti perpustakaan raksasa yang melingkar, banyak sekali para anak kecil yang seumuran denganku di sini. Kedatangan mereka sama sepertiku, untuk mengetes jenis mana.
Aku dan adikku masih terdiam di depan pintu menatap keramaian yang ada, kami menoleh ke segala arah seperti sedang mencari seseorang.
"Yo, Arthur!"
Suara lantang berbunyi, membuat pandangan aku dan Elli berubah ke arah sumber suara. Seperti yang telah kuduga suara ini berasal dari seorang perempuan berambut putih, dia bernama Anna Midnight kakak kandungku.
Dia memiliki sifat yang ceria, terkadang jahil, suka menggoda, dan cukup ceroboh. Beberapa hari yang lalu bahkan dia sempat lupa membawa handuk di kamar mandi, sekilas ini terdengar normal, tapi kak Anna langsung keluar dari kamar mandi bahkan tanpa menggunakan apapun, aku yang saat itu sedang duduk di sofa hanya bisa berpura-pura tak melihat.
Yah, aku yakin kalau kak Anna pasti berpikir tak masalah kalau anak berumur sepuluh tahun terutama seorang adik melihat tubuh telanjangnya, tapi itu salah kaprah walaupun terlihat seperti ini aku sudah berumur 26 tahun kalau dihitung dari kehidupan sebelumnya.
Kak Anna sekarang berumur sekitar 6 tahun lebih tua dariku, atau bisa dibilang dia berumur 16 tahun. Kedatangannya di sini pasti untuk menemaniku dalam pengetesan mana. Padahal aku bukan anak kecil lagi, tapi kak Anna selalu memperlakukan aku seperti anak kecil.
"Arthur, kenapa kamu terdiam dari tadi?!"
Suara kak Anna terdengar jelas membuat lamunanku langsung lenyap. Ketika aku menoleh ternyata wajah kak Anna sudah berada tepat di depan mukaku, dari kedekatan seperti ini aku sangat tahu betapa indahnya mata ruby milik Midnight, tapi ini melanggar hamku, mana mungkin aku menyukai kakak kandung dalam hal seperti itu bahkan aku tak tertarik dengannya sama sekali.
Mau secantik apapun seseorang pasti kau tak akan jatuh cinta kalau dia sedarah denganmu. Itu yang aku baca di buku..
Tapi itu cuman berlaku bagi orang normal, aku pernah membaca novel tentang hubungan cinta sedarah, tapi karena menjijikkan aku membakarnya.
"Arthur?!"
Sekali lagi suara bergema di telinga, kali ini tak hanya kak Anna, tapi Elli juga berteriak agar aku bisa kembali fokus dan berhenti melamun.
Aku menghela nafas karena menyadari kedua saudara perempuan ini mengembungkan pipi berprilaku cemberut, sepertinya mereka marah karena aku mengabaikannya.
"Hah, maaf. Aku sedang memikirkan sesuatu, jadi apa yang kak Anna lakukan di sini?" tanyaku ke kak Anna.
Kak Anna tersenyum lembut. "Tentu saja aku mau melihat adik kecil imutku. Ini adalah hari penting bagimu jadi tentu saja sebagai kakak yang baik, aku harus berada di sini dan yang di sini bukan hanya aku kak Bryan juga datang."
Bryan Midnight, dia adalah kakak laki-lakiku di dunia ini, sifat milik Bryan sangat mirip dengan kak Anna dan umur mereka sama-sama 16 tahun, tapi kak Bryan lebih menjengkelkan.
Omong-omong ada yang aneh dari tadi aku tak melihat kak Bryan sama sekali, apa sebenarnya dia tak datang? Kalau itu aku justru berterimakasih karena walaupun dia datang dia pasti akan melakukan..
"Arthur!"
Untuk kesekian kalinya seseorang memanggil namaku dengan teriakan yang amat besar, bahkan spontan berhasil membuat kami bertiga menjadi pusat perhatian. Seseorang yang memanggilku pasti kak Bryan.
Bukannya sombong, tapi kami Midnight adalah bangsawan tertinggi di kerajaan ini, karena ayah kami adalah rajanya tentu saja keluarga Midnight menjadi sangat terhormat.
Seseorang keluarga terhormat datang ke tempat seperti ini pasti respon para pengunjung adalah terkejut dan pikiranku benar.
"Arthur kamu bilang?"
"Arthur Midnight, pangeran ke tiga dari raja."
"Apakah keluarga Midnight ada di sini?"
"Yang benar untuk apa keluarga bangsawan seperti mereka ke sini? Maksudnya kalau cuman ingin mengetes jenis mana seharusnya banyak tempat lebih baik kan?"
Seperti itulah bisikan para pengunjung setelah menyadari keberadaan kami, aku tak menyalahkan respon mereka bahkan aku tak terganggu. Tapi situasi yang sunyi kini menjadi ramai tentu saja itu membuatku tak nyaman.
Dan semua ini salah orang bodoh yang memanggilku dengan suara keras bahkan dia tersenyum lebar serta berlari ke arahku.
Kak Bryan langsung memeluk tubuhku. Seolah aku sudah tak lama bertemu dengannya, kelakuan inilah yang sedikit menjengkelkan.
"Aku senang! Adikku Arthur akhirnya berumur 10 tahun dengan ini kamu bisa memakai sihir dan aku, Anna, kamu akhirnya bisa berpetualang bersama."
Karena kegirangan kak Bryan mempererat pelukan itu, mungkin dia senang akhirnya aku bisa menggunakan sihir dan akan bisa berpetualang, tapi jujur saja dia yang asal peluk ini sangat menjijikkan.
Aku mendorong tubuh kak Bryan menjauhi pelukannya. "Berhenti, menjijikkan! Dan juga karenamu kami jadi pusat perhatian!"
Aku menaikan nada, yang ini serius kali ini semua tatapan mengarah ke kami dan itu sangat mengangguku, sejak dulu aku benci tatapan orang, mereka seolah mengawasi segala tindakan dariku makannya aku benci.
Kak Bryan melepaskan pelukan itu walaupun terlihat terpaksa. "Baiklah aku paham."
Kini kak Bryan terdiam dan hanya berdiri di samping kami, setelah beberapa saat sepertinya pengetesan akan dimulai.
Lampu-lampu yang sebelumnya mati kini menyala menampilkan seseorang pria di depan kerumunan dia pasti seorang penguji di sini, di samping pria itu ada semacam bola kristal.
"Baiklah ana muda, hari ini adalah hari paling bahagia bukan?!" tanya pria itu dengan semangat.
""Ya"" Semua orang menjawab kecuali aku.
"Seperti yang kalian tahu, umur ke 10 bagi seseorang adalah berkah karena di sini seseorang memperoleh mana dan mulai bisa menggunakan sihir. Oleh karena itu kami akan mengadakan tes jenis mana, cara tes cukup simpel kalian hanya perlu meletakkan tangan di Kristal kemudian kristal kosong ini akan memunculkan warna sesuai jenis mana."
"Baiklah mari kita mulai dari peserta nomer 1"
Sebelum kami semua masuk ke tempat ini diwajibkan untuk mengambil satu potongan kertas yang diletakkan di kardus dan di aduk-aduk lalu para peserta akan mengambil satu kertas itu yang memiliki angka suatu nomer, bahasa gampangnya itu hanyalah undian.
Omong-omong aku mendapatkan nomer undian 98 cukup lama mengingat total dari peserta berisi sekitar 200 orang. Untuk sekarang lupakan tentang undian dan mari kita lihat si peserta nomor 1.
"Ya."
Seorang pemuda maju ke depan tanpa memiliki keraguan sedikit pun, dia meletakkan kedua tangan di bola kristal untuk beberapa saat dan bola itu berubah menjadi warna merah yang berarti jenis mana orang itu adalah api.
"Selamat! Jenis manamu adalah warna merah, kamu bisa menggunakan jenis sihir api."
Pemuda itu tersenyum dan melingkari tangannya di dada berlagak sombong seolah itu adalah hal wajar baginya.
Semua kerumunan tampak kagum mungkin bagi anak umur 10 tahun merah dan sihir api itu keren karena itulah mereka terlihat kagum dan sedikit iri.
"Hebat sihir api ya."
"Keren!!"
Itulah bisikan-bisikan yang bisa aku dengar dengan seksama.
Acara terus berjalan dan berlanjut peserta nomor 2 mendapatkan warna hijau yang artinya angin. Peserta 3 kuning atau petir, hampir sebagian orang yang mengetes hanya mempunyai elemen dasar tak ada yang terlalu spesial waktu terus berjalan menampilkan para peserta yang melakukan pengetesan. Jujur saja aku bosan menunggu.
"Arthur, kamu harus tunjukkan yang terbaik lo!"
Ditengah acara, kak Bryan berkata, entah kenapa dia membahas topik ini, tapi di wajah kak Bryan terlihat sangat berharap.
"Aku akan melakukan yang terbaik, bahkan tanpa perlu kakak ingatkan," sahutku.
Ini murni kejujuran bahkan tanpa dibicarakan pun tentu saja aku akan melakukan hal yang kubisa, lalu kenapa kak Bryan menanyakan hal bodoh seperti itu, aku benar-benar tak paham.
"Yosh, baguslah! Karena ayah handa dan ibu ada di sini, tentu saja kamu harus menunjukkan yang terbaik."
Kak Bryan melingkari tangan ke pundakku dan mengacungkan ibu jari, wajahnya tersenyum ramah.
Aku spontan terkejut tak menyangka bahwa kedua orang tua yang seharusnya sibuk mau meluangkan waktu hanya untuk melihat hal sepele ini. Kalau di kehidupan sebelumnya orang tuaku bahkan tak muncul di hari kelulusanku, tapi saat ini beda.
Tentu saja aku kegirangan, jadi tanpa sadar aku menoleh ke segala arah mencari kedua orang tuaku itu dan aku menemukan ke dua orang itu, mereka tersenyum di pojokan dan menatap penuh harapan.
Tatapan dan senyuman itu tentu saja membuatku bahagia. Seseorang berharap kepadaku, kedua orang tuaku menatap aku. Bagi orang sepertiku itu tentu saja mengharukan, mengingat ke hidup sebelumnya aku tak pernah di tatap dan diberi cinta terhadap seseorang.
[ Ayato aku benci kamu yang suka menutupi masalah! kamu tak perlu menahan segalanya sendiri. Ada aku, kamu bisa mengandalkan aku kapan pun. Atau kamu sebenarnya benci aku? ]
Saat aku berpikir bahwa tak ada yang mencintaiku mendadak ucapan Nana terlintas. Itu benar setidaknya di kehidupan sebelumnya aku punya dia. Betapa bodohnya aku, jika saat itu aku sedikit lebih jujur mungkin sekarang aku masih bisa makan makanan hangat darinya. Dan asal kamu tahu Nana aku tak memiliki rasa benci satu persen pun padamu justru sebaliknya.
""Baiklah, selanjutnya peserta nomer 98!""
Aku tersadar dari lamunan, peserta nomer 98 itu adalah aku. Sepertinya terlalu banyak melamun membuat waktu terasa menjadi singkat.
Dengan langkah yang ringan aku maju ke depan dan di saat itu semua tatapan berubah ke arahku. Mereka semua berbisik tampak seperti kagum mengatakan bahwa Arthur Midnight pasti akan menghasilkan hal yang luar biasa.
Begitu pun dengan ayah serta ibu. Semakin aku dekat dengan bola kristal senyuman mereka semakin cerah menandakan bahwa ke dua orang itu benar-benar berharap.
Setelah melangkah beberapa saat akhirnya aku sampai di depan kristal. Aku menelan ludah dan terlihat sedikit panik. Bagaimana jika aku mengacau? Itulah yang terlintas di kepala.
'Tenanglah Arthur. Pada akhirnya ini adalah kehidupan reinkarnasi. Plot yang seperti itu pasti akan membuat MC kuat.'
Dan pasti plot ini mengarah di mana aku melakukan sesuatu yang menganggumkan..
Aku berusaha berpikir positif dan menghela nafas. Dengan tangan yang terasa berat aku meletakkan ke dua tangan di depan kristal serta menutup mata.
Tepat saat itu aku mendengar sedikit bisikan, tapi bisikan itu bukan hal positif seperti sebelumnya, namun ini adalah percakapan negatif.
Aku membuka mata untuk melihat apa yang terjadi dengan jantung yang berdebar karena ketakutan. Ketika mataku terbuka aku menatap ke arah bola kristal kosong yang bahkan tak menampilkan warna apapun.
Hah? Tanpa warna apa! Apa maksudnya?..
Bisikan yang sebelumnya berupa kekaguman sekarang berubah menjadi hinaan.
"Tanpa warna? Hahaha, apa dia beneran bangsawan?"
"Ptf.. Woi, jangan berkata seperti itu!"
"Menjijikkan."
"Dia bahkan lebih buruk dari kita. Tanpa warna."
"Benar-benar mengecewakan."
"Bagaimana bisa orang seperti itu menjadi bangsawan?"
"Jangan-jangan, dia sebenarnya bukan anak dari Midnight!"
"Ptff.. itu mungkin benar, bisa saja dia anak haram."
Ejekan demi ejekan terus tergiang di telingaku, tatapan yang penuh harapan kini berubah menjadi kekecewaan serta kebencian. Saat ini aku sadar bahwa aku telah gagal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Nino Ndut
gw berharap beneran kosong alias g ada elemen dong..biar g songong mc nya ma dewa..lagian gegayaan..blom apa2 udh sok buat keputusan..knp g nego ma dewa minta "bekal" apa kek buat kehidupan keduanya..
2023-08-06
2
Dr. Rin
Element kehampaan kah atw void? 🤔
2023-07-01
0
Dr. Rin
kembar? 🤔
2023-07-01
0