Mabuk

#povakash

Aku keluar kamar mandi, aku terkejut karena tak menemukan Maya di mana pun. Aku mengecek balkon pun tidak ada Maya di sana. Aku berniat menelponnya tapi ku ternyata ponsel milik Maya tergeletak di atas meja.

"Kemana dia?" batinku.

Aku memakai kaos dengan cepat lalu keluar dari kamar hotel. Kusambangi tempat-tempat yang mungkin akan didatangi Maya. Kolam renang, restoran, tea room, karaoke dan tempat lain tapi tak kutemukan Maya.

Aku mulai panik dan berjalan cepat, hingga saat aku melewati bar hotel telingaku mendengar dengan jelas suara Maya yang menceracau. Aku membalikan tubuh memasuki bar yang hampir aku lewati. Bar itu sepi hanya ada Maya dan seseorang yang berusaha menyentuhnya.

Melihat pria itu kurang ajar terhadap Maya emosiku mulai naik. Aku mengepalkan tangan lalu berjalan cepat meninju perut laki-laki itu.

"Don't touche her, she is my wife!" seruku lantang.

Suara kursi dan laki-laki itu terjatuh membuat barista yang sedang berada di belakang keluar. Mereka menanyakan apa yang terjadi, aku menjelaskan dengan tegas. Laki-laki hidung belang itu pun meminta maaf lalu pergi keluar bar.

Aku menatap maya yang tersenyum melihatku. Aku mendecak kesal mendengar ia memanggilku pelan dengan wajah yang memerah. Tanpa berpikir panjang kugendong dia menyusuri anak tangga kembali naik ke kamar. Aku kesulitan menempelkan accesscard, untung saja seorang pelayan hotel lewat dan membantuku.

Aku merebahkan tubuh Maya di atas kasur lalu membuka sepatunya. Sebenarnya ibu menemukan gadis ini di mana? Sudah merokok, mabuk pula. Aku membuka coat yang ia pakai, Maya berguling membelakangiku.

"Air," lirihnya masih dengan mata yang terpejam.

"Kau masih berani memerintahku hah?!" Aku beranjak membuka minibar dan meraih botol air mineral.

Aku membantu Maya duduk lalu meminumkan air dingin itu padanya. Ia menenggak botol berukuran kecil itu hingga habis lalu melemparkan botolnya.

Maya menoleh ke arahku lalu tersenyum sinis, tapi tiba-tiba ia memasang raut wajah sedih.

"Kau? Ranbir Kapoor?" Maya mulai menceracau saat melihatku.

"Tidurlah Maya." Aku membenarkan posisi Maya. Ketika posisinya sudah nyaman dia menangis.

"Kau! Pertama kali aku melihatmu kukira kau duda anak dua hahaha"

Maya tertawa terbahak-bahak lalu menangis lagi. Aku memilih diam mendengarkan ucapannya.

"Aku merasa hidupku sangat menyedihkan Akash. Kukira bertemu denganmu tidak akan serumit ini, cukup menjalani peran lalu mendapatkan imbalan. Tapi kau malah mewujudkan semua impianku. Pernikahan ala india dengan dekorasi mewah dan lehenga, hidup berkecukupan, bulan madu dan menonton teater di luar negeri. Kau mewujudkan semuanya." Maya menggerak-gerakan tangannya ketika berbicara.

"Tapi, aku malah merasa dengan semua yang ku dapatkan, aku menjadi orang yang paling menyedihkan! Aku ke sana ke mari dengan orang yang tak mencintaiku sama sekali. Itu bukan impianku."

"Maya." Aku mengusap lengan Maya yang meringkuk membelakangiku. Dia berbalik.

"Kau tahu Akash, tak tahu kenapa hatiku sakit saat kau menangis dipelukanku tapi yang pertama ku lihat di layar ponselmu malah wanita itu, Ruth."

"Aku benci perasaan seperti ini Akash. Aku tidak mau terlihat menyedihkan." Maya terus saja menangis. Sekarang aku tahu alasan ia pergi dari kamar adalah melihat foto Ruth.

Aku meraihnya ke dalam dekapan. Ia terus saja terisak hingga kaos yang aku kenakan basah di bagian pundak.

"Sudah Maya, kau tak menyedihkan. Kau cantik dan kuat. Jika kau tak suka semua tentang Ruth aku akan membuangnya. Aku janji tak akan mencarinya," ucapku tulus.

Sepertinya aku memang harus membuka lembaran baru. Jika terus berjalan ditempat entah kapan semua ini berakhir. Aku tidak mau kehilangan lagi.

Aku meraih dagu Maya dengan tanganku lalu menghapus air matanya. Gadis itu masih terisak, perlahan aku menarik kepalanya. Aku sedikit menunduk agar jarak kami semakin dekat.

Aku mengecup bibir Maya pelan sekali lalu merebahkan kepalanya di dadaku. Tak lama kemudian aku bisa mendengar dengkurannya yang lembut. Sepertinya aku jatuh cinta terlalu cepat.

***

Aku terbangun, kulirik jam di dinding menunjukan pukul enam pagi. Maya masih tertidur di posisi yang sama, karena merasa berat aku menurunkan kepanya ke bantal, ia berguling aku pun memeluknya dari belakang.

Tak lama kemudian aku merasakan Maya bergerak, ku lihat dia memegang kepalanya dan meringis.

"Pusing?" tanyaku.

Mendengar suaraku Maya terkejut. Sepertinya ia menyadari bahwa aku sedang memeluknya karena Maya berusaha melepaskan diri. Alih-alih melepaskan aku malah semakin mengeratkannya membuat punggung Maya tersentak ke belakang.

"Jangan seperti ini Akash."

Ku dengar Maya mulai kesal, aku sebenarnya lebih kesal lagi mengingat semalam gadis itu mabuk.

"Aku sangat tidak suka kamu mabuk Maya."

"Mabuk?"

"Ya! Kau mabuk, kau tak ingat?"

Maya terdiam sampai akhirnya ia mendesis pelan.

"Astaga! Maafkan aku Akash, aku tak tahu itu alkohol."

"Benarkah?" tanyaku memastikan.

"Aku ingin minum dan pelayan itu menawarkannya, yasudah ku minum saja. Ku kira itu sirup karena warnanya lucu."

"Dasar bodoh!" Aku mengumpat pelan lalu membalikannya dengan kasar menghadapku.

Mata kami bertemu dan saat itu juga dia terkejut. Aku yakin, dia sudah mengingat semua ucapannya malam tadi. Dia menggelengkan kepalanya kasar, hal itu membuatku terkekeh.

"Astaga," lirihnya

"Kau cemburu Maya!"

"Aku? Tidak, tidak! Aku tidak cemburu," elaknya. Aku mengeratkan pelukanku dan memejamkan mata. Agar gadis itu tak melanjutkan ucapannya.

"Akash, jangan seperti ini," protesnya

"Kenapa? Kau takut jatuh cinta padaku?"

Maya tak menjawab ia kembali meringis, aku bangun lalu mengambil obat diatas meja dan air mineral yang sudah ku siapkan sejak semalam.

"Duduklah. Minun ini," ujarku.

Gadis itu menurut lalu meminum obat yang kuberikan. Aku memberi isyarat agar dia berbalik membelakangiku. Aku menyentuh kepalanya, memijatnya dengan lembut.

"Jangan mabuk dan merokok lagi Maya, aku tidak suka. Sebagai pertukarannya aku akan menghapus dan melupakan semua tentang Ruth. Bagaimana?" Aku memberinya sebuah penawaran.

"Pernikahan kita hanya kontrak Akash, jangan lupakan itu." Maya menghela napas panjang.

"Aku tahu. Kalau kau mau, aku bisa membatalkan kontrak itu toh kita menikah secara sah. Kita bisa memulai kehidupan pernikahan ini dari awal Maya." Aku masih memijat kepala dan bahunya.

"Aku tidak bisa hidup hanya dengan formalitas."

"Aku tahu, biarkan waktu yang menghadirkan cinta diantara kita," jawabku.

Gadis itu tak menjawab, ia bangkit lalu meraih handuk yang menggantung. Jalannya sedikit sempoyongan, aku hendak membantunya tapi dia mengisyaratkan agar aku tetap diam di tempat. Maya menghilang dibalik pintu kamar mandi.

Aku menelepon pihak restoran hotel, meminta agar mereka membawakan sarapan ke kamar.  Tak lama kemudian pelayan pun datang. Aku heran kenapa Maya berada di kamar mandi lama sekali. Ragu-ragu aku pun mengetuk pintu.

"Maya?" panggilku.

"Maya, apa kau baik-baik saja?"

Tak ada jawaban.

***

Terpopuler

Comments

Shanti Siti Nurhayati Nurhayati

Shanti Siti Nurhayati Nurhayati

ayolah maya beri kesempatan pada kehidupan mu tuk bahagia, akash ayo yakinkan Maya kmu benar" sudah tertarik sama dia🥀🥀❤️

2023-07-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!