Menjalani Peran

Mendengar kabar akan pergi ke Zurich, aku tidak bisa tidur semalaman. Aku tidak pernah membayangkan akan pergi ke luar negeri sebelumnya. Bukannya bahagia, aku malah takut Akash akan membuangku dan meninggalkanku disana.

Aku tak mampu membayangkan bagaimana jika aku menjadi gelandangan di negeri orang. Belum lagi perdagangan manusia. Bagaimana jika kehidupanku berakhir di meja operasi dokter-dokter yang melakukan malpraktek?

Hal ini baru terpikir olehku ketika sudah mengemas sebagian barang-barangku dan Akash.

"Maya!"

"Maya !"

Terdengar suara Akash menggedor kamar dari luar, semalam aku mengunci pintu karena takut, pikiranku melayang-layang tidak bisa dikondisikan.

"Maya! Buka pintunya."

Ku lirik jam dinding ternyata sudah jam tujuh pagi. Aku turun dari ranjang seraya melilitkan selimut di tubuhku lalu membuka pintu.

"Kenapa kau mengunci pintu?" Akash masuk dan langsung membuka lemari.

"Akash."

"Hmmmm…."

"Apa kau akan membuangku di Swiss?" tanyaku.

Pertanyaanku menghentikan aktifitasnya. "Jadi itu alasanmu mengunci pintu?"

Aku tak menjawab. Aku kembali merebahkan diriku di kasur.

"Kau pikir aku pria macam apa Maya?"

"Hati orang kan siapa yang tahu, kita kan baru kenal. Nanti kalau kamu tiba-tiba jual aku gimana?!" teriakku.

"Dasar bodoh! Cepat bangun."

"Aku gak mau ikut Akash, kamu pergi sendiri saja."

"Kau pikir cari uang gampang May? Ibu sudah membelikan dua tiket untuk kita. Bangun Maya." Akash menarik paksa selimut yang ku pakai. Dinginnya AC langsung menusuk ke kulit. Aku pun duduk, mataku terasa kesat dan berat.

"Kenapa wajahmu seperti itu? Kamu gak tidur?" tanya Akash.

Aku menggeleng. Akash menghela napas panjang.

"Aku tidak seperti yang kau pikirkan Maya, kita pergi cuma untuk liburan. Untuk apa aku membelikan semua kebutuhanmu jika kau akan ku jual? Cepat bangun, mandi dan kita turun ke bawah untuk sarapan," ucap Akash tegas. Ia pun kembali mengemasi barang-barangnya.

Aku pun bangun, merapikan kasur lalu meraih dress motif kupu - kupu tanpa lengan dan handuk, tak lupa aku mengambil hot pans untuk dalaman. Setelah mandi aku mengoleskan vitamin serum dan vitamin rambut lalu mengeringkannya memakai hair dryer.

Akash menoleh ke arahku. "Apa?" tanyaku seraya tetap mengeringkan rambut.

"Akhirnya kau memakai pakaian itu tanpa harus aku suruh," jawab Akash. Ia meraih handuk lalu keluar kamar.

Aku memandang diriku di cermin besar yang ada di sudut ruangan. Rasanya aku menjadi orang lain, memakai dress yang panjang selutut dan rambut yang di gerai. Aku pun memakai make up tipis-tipis. Aku meraih catokanku di lemari lalu mengeritingkan ujung rambutku yang memang sudah bergelombang.

Biasanya aku berpenampilan seperti ini saat memainkan sebuah tokoh di naskah. Selain menjadi aktor aku juga senang menata rambut para pemain, hanya saja aku malas jika harus menata rambutku sehari-hari.

Terlalu ribet, apalagi aku ke sana ke mari menaiki motor. Ditambah aku yang senang merokok rasanya kurang pantas jika berdandan terlau feminim.

Sekarang keadaannya berbeda, aku sedang memainkan peran sebagai istri dari seorang pria kaya raya yang belum ku tahu dimana ia bekerja. Sepertinya aku harus membiasakan diri berdandan setiap hari dan bersikap lebih anggun.

Aku membalikan badan hendak keluar, tapi ternyata Akash berdiri di pintu. Aku tertegun melihat rambutnya yang basah dan masih menitikkan air. Tanpa ku sadari, aku memperhatikan air itu jatuh di pipinya, melewati jambang tipisnya dan berakhir di dagunya. Aku mengerjapkan mata ketika air itu jatuh ke lantai.

"Astaga, apa yang sedang ku lakukan?" gumamku dalam hati.

"Permisi," ucapku.

Akash masih diam tak bergerak. Aku menunduk, tak sanggup melihat wajahnya. Sepertinya otakku mulai geser sedikit.

"Maya." panggilnya. Aku mendongakan wajahnya seraya memasang mimik wajah bertanya.

Ranbir Kapoor itu tersenyum lalu melangkah mundur, memberikan ruang agar aku bisa lewat. Aku memutar mata seraya melangkah pergi ke dapur, membuka kulkas dan meneguk air mineral yang ada di sana.

"Ya tuhan, napasku sesak!" gumamku.

***

Sekitar jam 2 siang Akash mengeluarkan semua koper dan tas ke ruang tengah. Aku mengganti bajuku menggunakan sweatpants dan kaos, tak lupa aku membawa sweater yang aku pisahkan bersama handbag dan tas berisi makanan.

"Kemari," ujar Akash.

Aku menghampirinya. Ia berdiri dibelakang lalu mencabut handtag dari celanaku.

"Terima kasih," ucapku. Akash tampak casual memakai celana jeans dan kaos.

Setengah jam kemudian, bel apartemen berbunyi. Dua orang staf masuk dan membawa koper kami turun. Beberapa saat kemudian Aku dan Akash pun menyusul, dari lobby apartemen tampak sebuah mobil menunggu di depan pintu masuk.

Melihat kedatangan kami seorang staf membukakan pintu mobil. Akash mengangguk padanya lalu masuk ke dalam disusul olehku. Aku dan Akash duduk bersebelahan di jok belakang. Tanpa diperintahkan sopir itu melajukan mobilnya.

"Kita kemana?" tanyaku pasa Akash.

"Tangerang, kita berangkat dari sana."

Baru lima belas menit kami berada di dalam mobil, rasa kantuk yang sangat hebat tiba-tiba menyerangku. Aku menyenderkan tubuhku, mencari posisi yang nyaman untuk tidur.

***

"Maya... Maya..."

Samar-samar aku mendengar suara Akash. Ku rasakan sebuah tepukan di pipiku. Ketika membuka mata, ku lihat wajah Akash yang begitu dekat. Mungkin karena aku sudah bangun Akash menarik tubuhnya keluar. Ku lihat sebuah bangunan besar dengan lampu yang sangat terang di belakangnya.

"Sudah sampai, ayo." Akash menjulurkan tangannya padaku.

Aku memegang tangannya lalu keluar dari mobil. Ku lihat langit sudah gelap.

"Ini jam berapa?" tanyaku.

"Setengah tujuh malam, kita berangkat jam sembilan. Kau lapar?"

Aku mengangguk. Akash tetap menggenggam tanganku saat memasuki bandara, seorang porter mendorong troli berisi koper-koper kami.

"Akash, aku mau ke toilet."

Akash tak menjawab, ia tetap berjalan seakan tidak mendengar perkataanku. Lumayan jauh kami berjalan sampai akhirnya Akash menunjuk ke sebuah belokan dekat monitor yang bertuliskan toilet dan anak panah yang menunjuk ke sebelah kanan.

"Pergilah, aku tunggu di sini."

Aku meninggalkan Akash setengah berlari lalu  memasuki ruangan dengan kaca yang besar dan panjang di sisi kanan. Terdapat lima buah  wastafel putih di depan kaca tersebut. Jarak dari satu wastafel ke wastafel yang lain dipisahkan oleh space menyerupai meja untuk menyimpan barang.

Aku masuk ke dalam salah satu toilet yang berjejer di sebelah kiri. Setelah selesai Aku mencuci tangan dan mukaku di washtafel.

Karena boarding pesawat masih lama aku memutuskan mengoreksi make upku. Aku juga menyisir rambut. Bukankah Akash mewajibkanku memperhatikan penampilan? Tak akan jadi masalah jika ia harus menungguku sebentar?

Setelah memakai sweater, aku keluar dari toilet. Menyusuri lorong dan kembali ke tempat Akash menunggu. Aku melihat ke sekitar, bandara ini sangatlah luas dan aku tak bisa menemukan Akash di mana pun.

"Akash!!" teriakku panik.

***

Terpopuler

Comments

🌕🌊🍁🪷

🌕🌊🍁🪷

gue berasa nonton film prindapan 😄

2023-07-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!