Izin

"Di mana rumahmu?" Akash menghidupkan mesin mobilnya.

Aku menyebutkan alamat rumahku, sebuah desa di kawasan Bandung Timur yang letaknya tidak jauh dari kaki Gunung Manglayang. Rumahku berada tepat dibelakang sebuah kampus yang cukup besar dan terkenal.

Sepanjang perjalanan aku dan Akash tak banyak bicara. Akash tampak fokus menyetir sedangkan aku melamun, memandang benda-benda yang terlihat bergerak di balik kaca. Aku menyetujui permintaan Akash hanya karena demi uang. Ku harap kontrak ini bisa berakhir dalam beberapa bulan. Agar aku bisa segera bebas dan memulai hidup baru.

Aku menoleh pada Akash lalu menghela napas. Akash begitu tampan, semoga saja aku tak jatuh cinta padanya karena tinggal bersama.

"Akash, kenapa kau tak memberikan limit waktu pada kontrak kita?" tanyaku.

"Maksudnya?"

"Ya, kau harusnya menulis batas waktu di kontrak, berapa bulan pernikahan ini berlangsung. Tiga atau empat bulan misal."

"Aku tak tahu berapa lama aku bisa menemukan Ruth dan mengetahui apa yang ibu sembunyikan," jawabnya.

"Kau mau mencari mantanmu itu?"

"Ya."

Aku tak habis pikir, Akash masih mau mencari perempuan yang jelas-jelas meninggalkannya. Dasar bodoh, jika perempuan itu mencintainya dia tak akan menhilang begitu saja.

"Dasar budak cinta!" gumamku.

Jarak antara apartemen Akash dan rumahku cukup jauh. Memakan waktu 45 menit memakai mobil, bahkan bisa satu jam lebih bila ditambah macet sepanjang perjalanan. Sekarang aku baru ingat, jarak antara apartemen Akash dan kampusku malah lebih jauh lagu. Apartemen Akash berada di Bandung Utara sedangkan kampusku sudah masuk ke daerah Sumedang, yah meski masih daerah perbatasan. Membayangkan betapa jauhnya itu aku menjadi kesal.

"Merepotkan! Akash apartemenmu itu jauh banget dari kampusku." Aku mengeluh, menatapnya dengan muka memelas.

"Memangnya kau kuliah? Di mana? Semester berapa?"

"Di UP. Lagi skripsi," jawabku.

"Kau kuliah di UP? Jurusan apa?"

"Sastra Indonesia."

"Kau bisa menyetir?" Akash menoleh ke arahku sekilas.Aku menggeleng lalu Akash tak bicara lagi.

Beberapa saat kemudian mobil yang kami tumpangi masuk ke halaman rumah. Ku lihat ibu berdiri di teras, sepertinya ibu baru pulang karena ia terlihat akan membuka pintu.

"Akash apa kau yakin ibu akan mengijinkanku?" tanyaku ragu.

"Aku suamimu Maya." jawabnya acuh.

Tanpa diingatkan berkali-kali pun aku tahu aku ini istrinya. Akash keluar dari mobil dan langsung menghampiri ibu serta menyalaminya, yang membuatku terkejut adalah Akash mencium tangan ibu layaknya mencium tangan ibunya sendiri. Aku mematung di samping pintu mobil yang masih terbuka.

"May!"

Panggilan Akash membuyarkan pikiranku, segara ku tutup pintu mobil dan menghampiri mereka. Ibu terlihat bingung tapi ku beri isyarat agar menyuruh kami masuk.

Akash duduk di sofa rumahku ia terlihat mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Mungkin bagi dia yang kaya raya rumah ini terlalu sederhana. Aku beranjak ke dapur hendak membantu ibu membuat minuman tapi tanpa bicara Akash menarikku agar duduk disampingnya.

Ibu kembali, dia menyimpan tiga gelas teh manis hangat dan camilan seadanya, ia pun duduk bersama kami. Aku dan  Akash meraih gelas itu lalu meminumnya.

"Aku ingin membawa maya tinggal bersamaku bu," ujar Akash.

Perkataannya membuatku tersedak. Ya Tuhan apa dia tak bisa basa-basi?

"Apa maksudmu nak?"

"Aku mengerti bu. Ibuku sudah berbuat seenaknya, aku minta maaf atas apa yang sudah ibuku perbuat. Aku juga tidak tahu ibuku bertindak sejauh itu, semuanya terjadi di luar kehendakku. Jadi sebagai permintaan maaf, izinka aku mengambil tanggung jawab atas Maya sebagai istriku sepenuhnya," jelas Akash.

"Tapi, ibu tak mungkin melepas Maya pergi bersama dengan laki-laki yang belum ia kenal Nak." Ibu menatap Akash dengan serius, sudah ku duga ia tak akan memberikan izinnya dengan mudah.

Akash beranjak, bersimpuh dan berlutut tepat di bawah kaki ibu, ia memegang tangan ibu dan menatap wanita paruh baya itu dengan tulus.

"Izinkan aku bu, berikan aku dan Maya kesempatan agar bisa saling mengenal lebih jauh. Aku janji, aku akan menjaga Maya dengan baik. Aku tak akan menyakitinya. Aku pasti akan mencoba mencintainya."

"Apa kamu memaksa Maya?" tanya ibu.

"Tidak bu, aku sudah bicara dengan Akash sebelumnya. Dan kami sudah sepakat," jawabku.

Ah bu, maafkan anakmu ini sudah berbohong. Aku memang sepakat, tapi pernikahan ini hanya sementara. Melihat wajah ibu dadaku menjadi sesak.

"Baiklah, kapan maya akan pindah?"

"Malam ini," jawabku dan Akash serempak. Ibu tampak sangat terkejut.

"Nanti sesekali ibu datang ke apartemen kami, ibu boleh menginap disana kapanpun ibu mau," lanjut Akash.

Ada kelegaan di wajah ibu setelah mendengar itu.

***

Aku membereskan barang-barangku ke dalam ransel yang cukup besar. Pakaian, laptop, alat mandi, skincare dan beberapa buku. Berat sekali rasanya meninggalkan kamar ini, lebih berat lagi meninggalkan ibu sendirian.

"Jangan terlalu bawa banyak barang May," ucap Akash yang tiba-tiba berdiri diambang pintu. Aku menggeleng kepala, sengaja tak menjawabnya karena menahan air mata yang melesak ke luar.

Aku membuka laci, meraih rokok dan pemantik lalu menyulutnya. Aku mengubah posisi dudukku bersandar pada lemari, menyesap rokokku dalam-dalam lalu menghembuskan asapnya tinggi-tinggi. Ku acuhkan Akash yang masih berdiri sambil memasukan tangannya ke saku celana.

"Aku tak merokok May," ujar Akash.

"Kau mau mencobanya?" tawarku.

Pria itu menggelengkan kepalanya lalu pergi meninggalkanku. Aku duduk menyila, memandang kosong langi-langit kamar dan menyesap kembali rokok yang ku pegang. Aku tak pernah berekspektasi tinggi pada kehidupan, apapun yang terjadi setelah aku pergi dari rumah ini, aku siap menghadapinya.

Setelah makan malam, Akah memasukan barang-barangku ke mobil. Di teras rumah aku memeluk ibu dengan erat. Ibu menangis sesenggukan. Wanita paruh baya itu memang mudah sekali mengeluarkan air mata.

"Jangan nangis bu, aku cuma pindah rumah kok. Gak meninggal," kataku.

Ibu memukul punggungku keras. "Kamu ya!"

"Nanti aku sering-sering pulang deh, kan kalau ke kampus pasti lewat sini."

"Janji ya May?" tanya ibu memastikan.

Aku mengangguk, Akash menghampiri kami lalu menyalami ibu.

"Nitip May ya nak. Tolong bilangin dia agar berhenti ngerokok," ujar ibu.

"Baik bu."

Aku dan Akash masuk ke dalam mobil, perjalanan kehidupan baru telah dimulai.

"Akash boleh aku merokok?" tanyaku.

"Di rumah kau sudah banyak merokok Maya."

Akash mematikan AC mobil lalu menurunkan jendela, aku mengeluarkan rokok dari saku kemejaku lalu menyalakannya. Aku menghembuskan asapnya dengan kasar. Ku lihat Akash menoleh padaku beberapa kali lalu menghela napas panjang. Mungkin di hatinya dia merasa sangat sial mendapat istri sepertiku, jauh dari ekspektasi yang ia harapkan.

Andai kau tahu Akash, pernikahan seperti ini pun tak pernah aku sangka sebelumnya. Sebagai perempuan aku punya pandangan sendiri tentang cinta dan pernikahan. Tapi yang sangat membuatku sedih saat ini, aku tak punya seseorang untuk berbagi.

Aku memang terpesona saat melihatmu pertama kali, tapi melihat kesungguhanmu untuk mencari Ruth, melihat caramu membujuk ibu aku merasa takut. Aku takut jatuh cinta padamu Akash.

Mobil terus melaju, setelah menghabiskan satu batang rokok aku memutuskan untuk tidur dan berharap ini semua mimpi. Sialnya kantuk itu malah tidak kunjung datang.

Aku kembali mengambil sebatang rokok, namun tiba-tiba Akash meraih bungkusan itu dan melemparnya ke luar.

"Apa yang kau lakukan!?" protesku.

"Kau kalut Maya?"

Pertanyaan Akash membuatku terdiam.

***

Terpopuler

Comments

🌕🌊🍁🪷

🌕🌊🍁🪷

haha. sudah kudugong

2023-06-30

0

Shanti Siti Nurhayati Nurhayati

Shanti Siti Nurhayati Nurhayati

akash pria yang baik, Thor buat mereka jatuh cinta ya

2023-06-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!