Malam Pertama

Karena Akash membuang rokokku akhirnya sepanjang jalan dengan melamun. Cukup lama aku memandang kosong jalan raya sampai akhirnya aku mulai mengantuk. Baru aku memposisikan diri untuk tidur, Akash menegurku karena kami hampir sampai.

Dengan mata yang sangat berat aku terpaksa mengikuti Akash masuk ke dalam lobby hotel dengan ransel di punggungku. Beberapa pegawai menyapa kami, pasalnya memang apartemen tempat Akash tinggal menyatu dengan hotel. Aku sedikit aneh dengan cara staf-staf itu menyapa, kenapa mereka sedikit membungkuk.

Seorang pria berseragam hitam menghampiriku.

"Sayang, berikan tasmu padanya," kata Akash.

Aku menurut, staf itu mengikuti kami memasuki lift. Sebentar, apa telingaku tak salah dengar?

Tepat di depan unit apartemen Akash staf itu menyerahkan tasku kembali. Akash membuka kunci, dia masuk lebih dulu diikuti olehku. Ternyata tepat tinggal Akash lebih bagus pada malam Hari. Lantai granit berwarna putih. Cat dinding dan furnitur kombinasi warna krem, abu-abu dan hitam menambah kesan hangat ketika lampu-lampu menyala.

Apartemen ini memiliki ruang tengah yang sangat luas. Setelah rak sepatu di dekat pintu masuk terdapat dapur yang memanjang sudah lengkap dengan perabotan dan pantry. Dapur itu terhalang sekat panjang sehingga dari pintu masuk aku merasa ada di sebuah lorong kecil.

Tepat di depan pantry ada sebuah meja kaca melingkar dengan empat buah kursi bersar. Meja itu bisa dipakai sebagai meja makan atau meja tamu karena design kursinya yang mewah.

Tak jauh dari meja itu, di depan lorong masuk yang tadi ku lewati terdapat sofa panjang berwarna putih dan meja kecil. Dua buah lukisan terpajang tepat di dinding belakang sofa itu.

Seluruh ruangan itu dikelilingi jendela besar menghadap ke taman dan kolam renang apartemen. Saat aku mendekat, ternyata salah satu kaca itu pintu menuju balkon. Tidak ada apa-apa di sana, hanya ada jemuran kecil. Tunggu, apa itu dalaman?

"Kemari." Akash memanggilku ke sebuah lorong di samping sofa, ada tiga pintu di sana. Dua pintu berhadapan dan satu pintu di ujung lorong. Akash membuka salah satu pintu dan mengajakku masuk.

"Ini lemariku, masih ada tempat yang kosong simpan barang-barangmu di sana, yang sebelah sini barang-barangku." Akash menunjuk lemari.

Aku membuka lemari lalu memasukan semua pakaian. Aku juga menyimpan laptop dan buku-buku pada lemari kecil dekat ranjang. Akash terus memperhatikanku tanpa protes. Ia berjalan menuju pintu kaca di pojok kamar lalu membukanya. Aku mengikuti, ternyata itu sebuah balkon lengkap dengan dua buah kursi dan meja.

"Jika kamu ingin merokok, merokoklah disini tapi jangan lupa tutup pintunya, aku tak suka rumahku bau asap," ucapnya.

"Akash, apa aku perlu mengerjakan pekerjaan rumah?" tanyaku.

"Tidak usah, nanti ada staf khusus yang datang membersihkan apartemen dua hari sekali. Kamu juga tak perlu memasak, jika kamu lapar pesan atau turunlah ke restoran hotel. Semua orang sudah tahu kau istriku, kau bebas melakukan apapun di sini kecuali membuatku malu." Akash menekan kata malu dalam nada bicaranya.

Aku memutar mata lalu kembali ke kamar berjalan keluar dan membuka kamar lainnya.

"Ini ruang kerjaku. Selama ada kamu, aku akan tidur di sini." Akash menyalakan lampu.

Ternyata kamar ini lebih kecil dari kamar yang tadi, tak ada apa-apa di kamar ini hanya rak buku, kasur dan seperangkat komputer di atas meja. Terdapat jendela besar di samping tempat tidur, memanjang sampai ujung ruangan.

Akash berbalik, aku mengikutinya. Ia membuka pintu di ujung ruangan yang ternyata kamar mandi, ada bath tub besar, westafel, shower dan kloset duduk.

"Sebelum tidur, pastikan pakaianmu bersih Maya, aku tak suka bau rokok menempel di kasurku."

"Bukankah kita tidak tidur bersama?" tanyaku memastikan.

"Tidak, tapi tetap saja ini rumahku."

Akash kembali ke kamar utama, ia membuka lemari lalu melemparkan handuk padaku.

"Mandi, tadi kau merokok."

"Iya." Aku mengambil peralatan mandiku lalu bergegas ke kamar mandi.

"Kalau begini caranya, aku gak bisa ngerokok malam-malam," keluhku dalam hati.

Selesai mandi aku keluar hanya memakai handuk yang ternyata cukup besar. Ketika hendak masuk kamar aku terkejut karena melihat Akash yang sedang menonton tv hanya memakai celana panjang, sebuah handuk tersampir di pundaknya.

"Astaga!" seruku. Aku memundurkan kembali langkahku sembunyi dibalik tembok.

"Kenapa?" tanyanya.

Aku menoleh pria itu kini berada di ambang pintu, memandangku tak berkedip. Aku tak menjawab, tiba-tiba saja aku menjadi gugup. Dengan penuh keberanian aku melewatinya. Baru beberapa langkah Akash menarik kembali tanganku sehinggap kami berhadapan begitu dekat.

"Ya Tuhan, dia tampan sekali," gumamku dalam hati.

"Ini malam pertama kita Maya," ucapnya dengan nada serius. Aku tahu perkataannya hanya omong kosong, tapi entah kenapa itu mampu membuat jantungku berdegup tak karuan. Sial, berani sekali dia bermain-main denganku. Aku pun mendorongnya keluar dengan pelan.

"Malam pertama kita dilakukan nanti setelah kau mandi Akash." Aku tersenyum malu dan menutup pintu.

"Kau kira aku tak bisa berakting," gerutuku dalam hati. Cepat-cepat aku mengunci pintu dan memakai baju. Entah apa yang dilakukan Akash di luar sana.

***

Keesokan harinya aku terbangun dengan TV yang sudah mati dan pintu kamar yang terbuka. Ku lihat kasur kosong disebelahku masih rapi seperti semalam. Memang aku tidur tanpa mengunci pintu. Akash memarahiku, dia kesulitan mengambil barang-barang.

Sepertinya Akash benar-benar tidur di ruang kerja. Aku meraih handuk lalu berjalan ke kamar mandi, kali ini aku membawa baju agar kejadian tadi malam tidak terulang lagi.

"Akash! Kamu di dalam?" Aku menggedor pintu kamar mandi yang terkunci.

"Akash!" panggilku.

"Kamu ngapain teriak-teriak? Mengganggu saja." Aku menoleh mendengar suara Akash yang ternyata berdiri di belakangku.

"Ku kira kamu di dalam, pintunya susah dibuka," kataku seraya tersenyum lebar. 

"Dasar bodoh! Begini cara bukanya." Akash membukakan pintu kamar mandi.

Baru saja aku hendak masuk, tiba-tiba Akash masuk lebih dulu lalu menguncinya.

"Akash! Aku udah telat nih!" teriakku kesal.

***

"Kau mau kemana?" tanya Akash yang sudah rapih menggunakan kemeja dan celana panjang.

"Bekerja," jawabku seraya menggulung lengan kemejaku sedikit lalu mengikat rambut. Akash memandangiku dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Diperhatikan seperti itu aku menjadi salah tingkah. Aku menggunakan celana jeans, tangtop putih dan kemeja lengan panjang yang seluruh kancingnya ku buka. Apa yang salah?

"Kau tidak akan bekerja Maya."

"Kenapa? Motorku juga di sana Akash aku harus mengambilnya."

"Tidak ada. Aku sudah menyuruh orang menjualnya." Akash mendekat lalu melepas ikat rambutku.

"Kau istriku Maya, maka berperilakulah layaknya istriku," sambungnya.

Aku berjalan ke arah lain, menghindari tatapan matanya. Aku berusaha bersikap wajar meski rasanya hatiku meleleh. Bagaimana bisa kau uji aku seperti ini Tuhan? Baru satu malam saja  ginjalku seperti akan melompat.

"Kalau aku gak kerja, dari mana aku mendapat uang. Uang kuliahku belum lunas," keluhku.

"Ambil ini." Akash menyerahkan sebuah kartu ATM padaku.

"Gunakan sesukamu, aku akan menambahnya jika habis."

"Berapa saldonya?"

"750 juta. Kau harus resign dari distro itu," jawab Akash berbarengan dengan bel pintu yang berbunyi.

Dua orang staf apartemen masuk dan menghidangkan makanan di meja. Mereka juga menyapaku.

Lagi-lagi Akash membuatku terkejut, nominal yang tadi ia sebutkan tadi sepertinya tak akan pernah kudapatkan meski seumur hidup bekerja di distro A Agung.

"Kamu mau terus berdiri disitu atau ikut sarapan?" tanya Akash, dia sudah duduk di meja makan lebih dulu. Karena sebenarnya aku lapar, akhirnya aku duduk di hadapannya. Ah, aku rindu masakan ibu.

Kami makan tanpa bicara, sesekali aku melihat ke arahnya. Sebenarnya siapa pria yang menjadi suamiku ini?

"Akash."

"Ya"

“Kau tidak bekerja?” tanyaku hati-hati.

Pria itu menarik napas berat. "Beberapa minggu sebelum pernikahan aku sudah mengajukan cuti selama satu minggu, untuk bulan madu."

Aku bisa melihat kesedihan yang sangat mendalam dimatanya.

"Maaf," ucapku.

"Tak apa, habis ini kita pergi ke tempat kerjamu," jawabnya.

"Kau bilang aku tak boleh bekerja."

"Bukan untuk bekerja Maya tapi resign, kau perlu pamit bukan?"

Akash benar.

***

Terpopuler

Comments

🌕🌊🍁🪷

🌕🌊🍁🪷

haha😄

2023-07-01

0

Shanti Siti Nurhayati Nurhayati

Shanti Siti Nurhayati Nurhayati

biar semangat kusuguhkn secangkir kopi untukmu Thor, gaskeun💪

2023-07-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!