Dijemput

Aku mendadak tuli, ibu menjelaskan panjang lebar tapi semua kata-katanya menguap ke udara. Aku bergeming mencoba mencerna kalimat terakhir yang dilontarkan ibuku.

"Aku istrinya Akash?" kataku dalam hati.

Dipikir beberapa kali pun rasanya tidak masuk akal. Bagaimana mungkin aku tiba-tiba menikah dengan seseorang yang tidak aku kenal, bertemu pun baru satu kali.

Ibuku terus mengoceh tak jelas. Ia terlihat membujukku dan terus meminta maaf, sepertinya dia merasa sangat bersalah. Ia mulai terisak dan menghapus air mata dengan punggung tangannya. Aku mendekat, gemericing gelangku terdengar menggaung di ruangan.

Aku memegang kedua bahu ibu dan menatap ke dalam matanya yang sembab. "Ibu, aku baik-baik saja. Kita selesaikan ini sampai tuntas lalu kita pulang."

"Tapi May, kamu sudah jadi istri orang," ujar ibuku sesenggukan.

"Kita pikirkan itu nanti."

Aku mengusap air mata ibu. Pintu ruang ganti terbuka, Tante Mega masuk dan tersenyum tanpa merasa bersalah.

"Para tamu sudah menunggu May," katanya.

"Benar-benar kau Mega!" bentak ibu padanya.

Aku memegang bahu ibu, meminta wanita yang aku sayangi itu meredam amarahnya.

"Tenang bu," kataku.

Aku keluar ruang ganti meninggalkan ibu yang masih menangis. Tante Mega mengekoriku di belakang, disaat yang sama ku lihat Akash keluar dari ruangan lain. Nampaknya ruangan ganti kami bersebelahan. Pria itu terkesan lebih santai sekarang. Memakai kurta dan celana berwarna biru senada dengan lehenga yang ku pakai.

Ketika aku melewatinya, Akash mensejajarkan langkahnya denganku. Aku menoleh padanya, dia pun memandang ke arahku. Tanpa bicara kami melangkah bersama menuju ballroom.

Tepat didepan ballroom Akash memposisikan lengan kanannya, Aku mengrti. Tanpa menunggu diperintah aku mendekat dan menggandeng lengannya, bisa ku lihat dia melirik tanganku.

Saat pintu ballroom dibuka, empat penari wanita menari dan menyambut kami dengan iringan lagu india yang merdu. Aku dan Akash berjalan perlahan menuju pelaminan. Aku melihat sekeliling, para tamu memandang kami dengan kagum. Beberapa dari mereka juga terpesona pada penampilan Akash.

Sampai di tengah ruangan yang tadi dipakai sebagai altar pernikahan, para penari itu pergi meninggalkan area tengah ballroom dan lampu pun mati. Seluruh ruangan gelap, para tamu pun terkejut dan mulai sedikit ricuh. Ku rasakan Akash melepaskan gandengan tangaku padanya.

Aku mulai panik, celingukan dan berusaha mencerna apa yang terjadi. Apa ada kesalahan teknis? Mati lampu?

Aku berusaha berjalan perlahan entah benar atau tidak arah yang ku tuju. Pikirku hanya tak mau ditinggal di tengah kerumunan orang dengan keadaan gelap sendirian.

"Akash!" Aku memanggil nama Akash karena hanya dia yang aku kenal disini.

Bersamaan dengan seruanku dua buah lampu menyorot ke arah kami. Aku berbalik, ku lihat Akash berlutut dan mengarahkan tangannya padaku.

Aku menatapnya bingung, pria itu tak berkata apa-apa sampai akhirnya sebuah musik india yang lebih romantis terdengar. Aku menghela napas dan berjalan mendekatinya. Sekarang aku mengerti.

Beruntung aku mengikuti komunitas teater kampus, setidaknya musik, tarian dan dansa bukan hal aneh bagiku. Tentu saja improvisasi sudah menjadi makananku sehari-hari.

Aku meraih tangan Akash, pria itu berdiri dan menarikku lebih dekat. Aku mengikuti dan mengimbangi gerakannya. Sesekali aku melakukan improve, membuat pria itu terkejut. Sampai di akhir lagu Akash mengangkatku tinggi-tinggi dan memutar beberapa kali.

Ya Tuhan, rasanya aku menjelma menjadi Anushka Sharma.

Akash menurunkanku perlahan. "Bagaimana kau melakukannya?" tanyanya.

Gemuruh tepuk tangan menggema. Aku tak menjawab pertanyaan Akash dan kembali menggandengnya berjalan menuju pelaminan.

***

Aku dan ibu mengemasi barang-barang kami ke dalam tas. Tanpa pamit, kami bergegas pulang. Aku meninggalkan lehenga yang tadi ku pakai di kamar.

Hari sudah gelap, aku dan ibu berhenti di sebuah warung tenda nasi goreng. Perutku terasa lapar sekali karena selama acara tadi aku tidak menyentuh makanan apapun. Aku tak berselera. Kakiku pun terasa pegal setelah berdiri menyalami tamu berjam-jam.

"Ibu, kenapa acaranya jadi seperti itu?" tanyaku.

Ibu kembali menceritakan kronologisnya. Menurut pengakuannya, ibu tiba di ballroom lebih dulu, ia terkejut melihat altar dan pendeta yang sudah siap disana. Ibu kembali ke ruangan Mega dan berdebat dengannya. Katanya ibu tidak usah khawatir karena pernikahanku dan Akash hanya pura-pura. Mega bilang pendeta itu palsu.

Ibu tak setuju mereka pun bertengkar. Ibu nekat menggagalkan pernikahanku tapi ketika ia sampai di ballroom pemberkatan itu sudah selesai dilaksanakan. Saat itu pula Paman Dhika dan Mega mendekati ibu, memberitahu yang sebenarnya bahwa pendeta dan pernikahan itu sungguhan.

Aku memandang henna yang masih terukir ditanganku. Sampai detik ini Akash dan keluarganya tak mencariku. Meski statusku istri orang setidaknya aku bisa bebas, yang lainnya biat ku urus nanti.

Aku dan ibu melahap nasi goreng yang baru saja terhidang. Setelah itu kami bergegas pulang. Sesampainya di rumah aku membersihkan diri lalu merebahkan tubuhku diatas kasur.

Aku tak menyangka Tante Mega dan Akash menipu kami demi kepentingan mereka. Bisa saja aku mengambil keuntungan atas kejadian ini, meminta ganti rugi berupa uang yang banyak kepada mereka. Tapi melihat ibu menangis membuatku berpikir dua kali.

Memang bisa meminta ganti rugi karena sebuah pernikahan?

Dipikir dari sudut pandang manapun tetap tak masuk logika. Mataku mulai berat, aku pun tertidur nyenyak. Semuanya terasa janggal.

***

Pagi-pagi aku terbangun oleh suara berisik dari dapur. Kulihat ibu memasak banyak menu. Wajahnya ditekuk masam, aku bisa menebak suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja.

"Ibu masak banyak, apa ibu baik-baik saja?"

Pertanyaan konyol, orang tua mana yang tidak sedih anaknya dinikahkan tanpa persetujuannya.

"Harusnya ibu yang tanya, kenapa kamu bersikap seolah tak ada kejadian apa-apa?" Ibu menghela napas panjang.

Aku diam, alih-alih menjawab pertanyaannya aku mengambil piring kosong dan menyendokan nasi dan lauk lalu memakannya. Sebenarnya aku pun bingung dengan apa yang kurasa. Aku sama sekali tak merasa sedih, hanya saja merasa sedikit tertipu. Aku melirik sekilas cincin yang melingkar di jari manisku.

Jam tujuh pagi ibu pergi ke kantor seperti biasa, aku membereskan file-file skripsiku karena ada bimbingan jam sembilan. Aku bersiap-siap memakai celana jeans, kaos oblong, jaket serta sepatu kets yang biasa ku pakai.

Aku mengeluarkan motorku dan segera berangkat ke kampus. Entah kenapa, sepanjang jalan menuju aku merasa hati ini hampa. Beberapa kali aku menggelengkan kepala menepis bayang-bayang Akash yang tiba-tiba muncul. Tatapannya, deru napasnya membuatku merasa gila.

Setibanya di kampus aku bertemu dengan teman-temanku di fakultas. Mereka memberodongku dengan berbagai pertanyaan terkait henna yang masih terlukis jelas di kedua tanganku.

"Habis main teater," jawabku asal.

Tengah hari, setelah bimbingan selesai. Aku melajukan motorku kembali membelah jalanan Kota Bandung menuju distro tempatku bekerja.

Ketika memasuki distro, aku terkejut mendapati seseorang yang tengah duduk membaca majalah di atas kursi di pojok ruangan. Dia Akash, pria yang menikah denganku kemarin.

"May!" seru Nia memanggilku.

Mendengar namaku disebut Akash menutup majalahnya lalu menoleh ke arahku. Dia beranjak dari duduknya lalu bergerak mendekat.

"Kau harus ikut denganku. Kita harus membicarakan kontrak kita Maya," tuturnya.

"Kontrak?" Aku menautkan kedua alisku heran.

"Ya, kontrak pernikahan kita."

***

Terpopuler

Comments

Shanti Siti Nurhayati Nurhayati

Shanti Siti Nurhayati Nurhayati

tenang Maya mudah mudahan kontrak pernikahan nya sementara 😔

2023-06-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!