“Kaa, aku perhatikan akhir-akhir ini kamu keseringan pijit kepala, perlu aku periksa gak?” Tanya Dina khawatir.
“Wah, ternyata ini keuntungannya punya sahabat dokter ya, enak banget aku,”.
“Becanda mulu, serius dikit dong,”
Ryuka malah cengengesan, “gak apa-apa, aku pasti minta bantuan kamu kalau emang perlu pemeriksaan lebih,”.
“Bener ya, janji ya,” ucap Dina menjulurkan kelingkingnya untuk membuat perjanjian.
“Siap Dokter Dina yang sangat perhatian,”.
Sebagai seorang dokter, Ryuka kerap memberikan diagnosa pada dirinya sendiri. Walau kerap mengabaikan sakit yang masih tertahankan menurutnya. Sayang, pada akhirnya lagi-lagi sakit kepalanya semakin tak tertahankan, ia jatuh pingsan disela-sela kesibukannya.
“Tuh kan, baru aja beberapa jam yang lalu aku nawarin kamu pemeriksaan lebih lanjut, kamu kaya noda, membandel,”
Setelah beberapa saat mengerjabkan kedua matanya, telinga Ryuka disambut dengan omelan Dina, yang akhir-akhir ini jelas menerornya untuk melakukan pemeriksaan rutin tentang kondisi tubuhnya.
“Gak kasian apa sama aku, baru aja siuman udah kena omel,”
Dina terlihat bersusah payah mengatur nafasnya lantaran emosi sekaligus khawatir dengan kondisi Ryuka yang belakangan ini terlihat tak baik-baik saja.
“Pasti hasil pemeriksaannya gejala anemia kan?” Lanjut Ryuka.
“Bukan gejela, kamu emang udah positif anemia, aku yakin kamu juga tahu, please dong Kaa, jangan remehin gejala awal kaya gini, apalagi yang diserang kepala kamu duluan, bukan cuma pusing biasa,” jelas Dina panjang lebar.
“Kamu merasakan gejala lain?” Tanyanya lagi.
Setelah mempertimbangkkan sejenak, “sebenarnya tiap kepala aku sakit, telinga aku juga ikut berdenting gitu, penglihatanku buram dan seolah berputar,” kata Ryuka.
“Benar-benar tidak bisa dibiarkan, kamu harus lakukan pemeriksaan lebih lanjut,”.
Ryuka hanya diam. Walau seorang dokter, ia pun manusia biasa, muncul beberapa ketakutan dari dalam dirinya.
“Please Kaa,” bujuk Dina.
“Tapi bagaimana kalau hasil pemeriksaannya ada apa-apa?”
”Kan tinggal berobat. Kamu jangan mikir yang macem-macem duluan ah,”.
“Yuka tuh gak cocok dibujuk gitu Din, aku udah buat janji sama dokter Septi untuk 3 hari lagi, udah gak bisa ngelak lagi,” ptong Kinan yang muncul tiba-tiba dibalik tirai bangsal UGD. Sesaat setelah pingsan, Ryuka memang langsung dilarikan ke UGD.
“Nice shoot,” Dina mengedipkan sebelah matanya kearah Kinan.
“Udah siuman Kaa?” Lily ikut muncul tiba-tiba.
“Jangan coba-coba berpikir kabur ya, kamu malam ini harus tidur di bangsal UGD, habisin dulu 1 botol cairan infus, dan minum obat ini juga,” Lily menyodorkan obat pada Ryuka yang menerimanya dengan pasrah.
“Obat tadi mengandung zat kantuk, jadi silakan tidur nyenyak malam ini,” ujar Lily lagi. Baru Ryuka ingin protes.
“Dan yang paling penting, ponsel kamu kami sita, kamu gak bakal tidur dengan nyenyak selama barang ini ada ditangan atau disekitar kamu, gak ada belajar, gak ada searching-an, gak ada baca-baca jurnal, istirahat yang cukup jadi obat paling mujarab untuk penderita anemia, dokter Ryuka mengertikan dengan apa yang saya sampaikan barusan?” Lily memasang wajah full senyum tetapi mengancam disaat yang bersamaan.
“Dan satu lagi, shift kamu malam ini biar aku yang gantiin, kamu tahu ini gak gratis kan?” Ucap Kinan memainkan alisnya keatas dan kebawah.
“Aku sebenarnya tahu kalian bersikap baik dan aku sangat mensyukuri itu, tapi kenapa aku justru merasa diancam pembunuh ya?” Protesnya.
Ketiga sahabatnya justru terkikik dan berwajah puas telah membuat seorang Ryuka yang terkenal keras kepala, justru tak bisa berkutik.
“Nah, saatnya istirahat,” Dina memperbaiki posisi selimut yang menutupi tubuh Ryuka.
“Kalau mereka nelpon jangan diangkat ya, kalian harus tutup mulut tentang kondisi aku sama siapa pun, apalagi sama mereka,” Ryuka memelas.
Dina, Kinan dan Lily langsung paham dengan kata “mereka”, siapa lagi kalau bukan sahabat Ryuka yang menjadi objek kehaluan para kaula muda. Ketiganya hanya mengangkat jempol dan berlalu pergi meninggalkan Ryuka, yang memang telah merasakan kantuk luar biasa.
“Good morning dokter Kinan,” sapa Ryuka dengan ceria karena melihat hanya Kinan diruangan mereka. Ia selalu menjaga wibawa dengan orang lain, atau mungkin hanya tidak nyaman dengan kehadiran orang lain. Keduanya beda tipis.
“Udah dibebasin dari UGD kamu? Kok cepet banget?” Kinan melirik jam yang menunjukkan pukul 8.30 pagi.
“Yes, borgol aku udah dibuka sama Lily,”. Kinan hanya tertawa menanggapi lelucon Ryuka.
“Kamu udah baik-baik aja?” Tanyanya lagi mengatasi sisa kekhawatirannya.
“Sehat wal’afiat, nih hadiah dari aku,” Ryuka menyodorkan kopi dan sepotong roti untuk sarapan.
“Sogokan nih?” Kinan memicingkan mata.
“Tanda berkelakuan baik,”
“Idih, ini gak bisa masuk hitungan yah gantiin shift kamu,”
“Tentu saja, mata dibalas dengan mata kan?”
”Lagian curigaan amat ih, tulus dari dalam lubuk hatiku yang paling dalam itu,”
“Kaa, kalau kamu masih butuh istirahat, izin aja setengah hari lagi,”.
“Trus ngebiarin Ruby keringat dingin berdua doang sama dokter Liam di ruangan poli? Bisa gantian pingsan dia,”.
“Oh my godness, malang kali nasib dia kalau sampai itu terjadi,”
“Aku beneran udah gak apa-apa, pagi yang sangat fit versi tubuhku hari ini,” Ryuka sembari memamerkan otot-ototnya dihadapan Kinan. “Udah ah, aku anter sogokan untuk untuk Dina dan Lily dulu,”.
“Katanya tanda kelakuan baik?” Protes Kinan.
“Berubah pikiran,” teriak Ryuka yang telah berlari menjauhi meja Kinan.
Dasar Ryuka, i hope everything is okay Kaa. Batin Kinan.
Ditengah kesibukan Ryuka memeriksa dan mengonfirmasi jadwalnya, telah terdaftar beberapa operasi untuk sepekan kedepan. Ia mendapati janji pemeriksaannya bertepatan dengan jadwal operasi dengan dokter Liam. Alhasil, Ryuka me-reschedule kepentingan pribadinya.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Tertera nama Gino. “Hai,” sapa Ryuka.
“Are you okay? Kemarin kenapa gak ada kabar sama sekali? Kamu kenapa?” Omel Gino.
“Astaga, astaga, posesifnya. Kalau orang-orang dengar, dikira aku menelantarkan suami dan anak-anakku, aku baik-baik aja,”.
Ryuka lalu memamerkan bahwa ia tidur nyenyak untuk pertama kalinya, makanya ia tidak mendengar ponselnya berdering, tentu saja semuanya bohong. Walau Gino sempat curiga, tetapi ia terbawa virus ceria Ryuka yang ia dengar melalui sambungan telepon. Akhirnya, ia percaya saja, sebelum panggilan mereka terputus begitu saja.
“Dokter Yuka, ke UGD sekarang,”
“Bagaimana kondisi pasien?”
“Seorang polisi, 35 tahun, terdapat 3 luka tusuk dibagian perut bagian bawah, didalam perjalanan kerumah sakit, pasien sempat mengalami gagal jantung,”.
Setelah berlari keruang UGD, Ryuka langsung menelpon dokter Liam karena menurutnya harus dilaksanakan operasi segera. Dokter Liam yang sedikit lagi mengendarai mobilnya meninggalkan basement rumah sakit, memarkirkanya dengan asal mendengar penjelasan Ryuka melalui telepon, sebelum memerintahkan, “persiapkan ruang operasi segera, hubungi bagian anestesi, kita laksanakan operasi 15 menit lagi,”.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments