Bab #6

Selang beberapa lama, dalam kondisi setengah sadar, Ryuka samar-samar mendengar suara shower dikamar mandi, sontak membuatnya membelalakkan mata dan merinding seketika.

“Eh udah bangun Kaa,”

“Aaaaaaaaaaaaa,” Ryuka berteriak karena kaget mendengar suara yang menyapanya, padahal sejak tiba di apartemen ia hanya sendirian.

“Apa, apa, kenapa, kenapa teriak Kaa?” lari Gino, sang pelaku yang baru saja keluar dari kamar mandi, hanya menggunakan handuk dipinggangnya dan bertelanjang dada.

“Sana pake baju,” Ryuka melempar Gino bantal yang digunakannya tadi. “Kalian hantu? Ngomong dong kalau mau balik, aku yang hampir jadi mayat dirumah ini,” sambung Ryuka masih memegang dadanya kaget dan hanya ditatap geli oleh Raka dan Q dihadapannya.

“Minum dulu Kaa,” Raka menyodorkan air minum.

“Kok udah balik? Bukannya besok? Kalian tiba-tiba ada kerjaan?”

“Kangen kamu,” jawab Gino sambil mengelus puncak kepala Ryuka yang telah memakai pakaian lengkap kali ini. Ryuka menjawab dengan cibiran.

“Supaya bisa ngumpul sama kamu, jarang-jarang kan,” Ken berteriak dari arah dapur.

“Yaampun, aku harus jadi gak enak nih?” Tanya Ryuka pura-pura.

Balik Q yang mencibir. “Sebelum aku lupa, tangan kamu kenapa diperban? Kamu kecelakaan? Makanya pulang ke apartemen? Trus mau sembunyiin karena takut kita khawatir?”. Keempatnya mencecar Ryuka dengan berbagai pertanyaan karena shock ketika melihat Ryuka tertidur dengan perban ditangannya.

“Harus jawab yang mana dulu nih,”

“Tangan kamu kenapa?” Raka mengulang pertanyaan.

“Tadi ada pasien yang ngamuk, terus tangan aku kena jarum infus, gak apa-apa. Paling dua hari lagi sembuh, perbannya aja yang berlebihan begini,”. Melihat tatapan keempat sahabatnya terlihat tak tenang, “sumpah deh, everything is okay.”.

Mereka akhirnya mengangguk percaya, “nah, saatnya mencoba oleh-oleh,” tunjuk Q pada tumbukan sepatu di depan pintu masuk.

“Astaga kalian belanja sepatu lagi, boros bener,” Ryuka berdecak.

“Itu sepatu kamu,” jawab Raka santai.

Perasaan Ryuka mulai tidak enak, “ya.. yang ma..na?”

“Semualah,” jawab keempatnya sangat kompak.

*Ryuka menepuk jidat, ini salah satu alasan Ryuka tidak pernah meminta apa-apa kepada keempat sahabatnya, mereka cenderung menghadiahinya secara berlebihan. Setahun yang lalu, Ryuka pernah menitip jaket keperluan camping* pada mereka, membuat Ryuka memiliki 20 pakaian camping, berbagai model dan merek terkenal dengan alasan mereka tidak tahu selera Ryuka, maka mulai dari itu, Ryuka menolak segala jenis hadiah atau bercerita tentang keperluannya lagi.

Ryuka kembali membelalakkan matanya melihat berbagai merek dihadapannya, guc*i, ch*nel, of* white, di*r. Jangan lupakan berbagai brand olahraga lainnya yang berjejer rapi, ia memijat pelipisnya yang mulai pening, lalu bergantian menatap tajam keempat pria dihadapannya yang seolah tanpa dosa.

“Kalian pikir aku mau kemana pake dua puluh pasang sepatu? Hidupku kan dirumah sakit doang, mau pake boot guc*i ini kemana? Yakali pake meriksa pasien, ini nih alasannya aku males ngomong maunya apa, kan udah dibilangi gak usah mahal, aaarrrkkkkkk pengen marah tapi gak bisa,” Ryuka memejamkan mata geram.

Raka lalu menuntun Ryuka duduk disampingnya, “kan bisa dipake kalau lagi butuh aja Kaa,” Sambil mengusap punggung Ryuka, menenangkannya dari amarah.

“Jangan salahin aku ya kalo sepatunya gak kepake semua, lain kali jangan berlebihan dong, cukup 1 aja, aku juga mampu beli kok tapi emang gak butuh,” melihat keempatnya tak menghiraukannya, “denger dong, aku pulang nihhhhhhh,”.

Ryuka memang berasal dari keluarga kaya raya, papa Ryuka adalah pemilik perusahaan pengelola tambang terbesar di Indonesia sedangkan mamanya adalah seorang pengacara dengan klien kelas kakap, membuat hidupnya serba berkecukupan. Meski begitu, papa dan mamanya mendidik anak-anak mereka dengan cukup keras. Membuat Ryuka dan saudara kembarnya tumbuh jadi anak perempuan kaya yang tak kalah mandiri.

“Iyaa..iyaa sorry, udah..udah, makan yuk Kaaa,”

“Cih setiap aku ngomel kalian tamengnya ngajak makan, dikira aku bakal nolak, tentu saja tidak, yuuuukkkk laper, makan diluar yaaak,”. Mata Ryuka kembali berbinar mendengar kata makan.

Keempat sahabatnya bernafas lega mendengar Ryuka yang mulai cair dari kesal. “Yooookkkk,” kompak mereka.

“Pake nih, diluar dingin,” Raka menautkan jaket dipundak Ryuka sebelum memasuki lift, Ryuka menerima dan tersenyum kearah Raka. Senyuman yang membuat Raka jatuh hati pada Ryuka, selalu. Ketiga sahabatnya yang lain hanya tersenyum tertahan melihat si cuek Raka kerap memberi Ryuka perhatian berlebih. Namun terus berdalih, Ryuka sudah kaya adik buat gue.

Keesokannya, Ryuka memiliki jadwal menjadi asisten Dokter Septi, ahli bedah toraks, untuk berkeliling mengunjungi pasien. Dilanjut jadi asisten dokter di poli spesialis neurologi. Malamnya ia shift malam yang entah sudah berlalu berapa malam. Menjadi satu-satunya asisten bedah umum, membuat Ryuka berkali-kali lipat lebih sibuk.

Bahkan ia sudah lupa kapan terakhir ia keramas. Membuat rambutnya kali ini harus di ikat dengan rapi menutupi lengket rambutnya dan memilih membingkai matanya dengan kacamata guna menyamarkan kantung matanya yang menghitam.

*Lewat tengah malam Ryuka baru memiliki waktu utk mengecek ponselnya, ia terkejut melihat chat* grup bersama keempat sahabatnya berjumlah 400++ chat.

“Ngomongin apaan sih sampe 400an chat, gak sanggup baca aku,” tulis Ryuka yang dibalas sepersekian detik oleh keempatnya.

“Kaaaaaaaaa”

“ 😭😭😭😭”

“Kemana ajaaa sih”

“Hmmmmmmm”

“Cepet amat, kalian benar-benar lagi nganggur ya,”

“Ketemu dong Kaaaa, lagi lowong ga?” Balas Gino.

“Sekarang sih lowong”

“Ada yang kangen Kaaaa, hahaha”

“Cih !! Cibir Ryuka

“Kapan kamu free-nya sibuk amat”

Ryuka tidak membalas.

“Kaaaaaaa,”

“Katanya lowongggg,”

“Ada yang tambah merana dalam diam nih pasti hahaha,” goda Ken entah pada siapa.

*15 menit kemudian. Ryuka sent a photo*. Dengan caption “aku tahu nih akhirnya siapa yang kangen wkwk”.

*“Pantesan aja dia gak comment-comment*, langsung tancep gas ya,”

“Woowww, it’s love?” Q ikut berkomentar.

“Heyyyyy, excusme-____-“ Ryuka menanggapi.

Ryuka memang mengirim foto selfinya dengan Raka, walau Raka si cuek melihat ke arah kamera dan tetap berwajah datar, hanya Ryuka yang tersenyum.

Ryuka yang mendapat telepon dari Raka secara tiba-tiba bahwa ia berada di depan IGD membuat Ryuka bergegas menghampirinya.

“Kangen,” kata pertama yang diucapkan Raka ketika melihat Ryuka. Ia hanya tertawa menanggapi Raka. “Kebiasaan, kan dingin. Pake jaket atau apa kek,” lanjut Raka melepaskan jaket yang dikenakan untuk memasangkannya pada Ryuka.

“Mau marah-marah doang? Aku masuk nih” protes Ryuka.

Raka akhirnya tersenyum, “Masuk ke mobil yuk, kita nyalakan penghangatnya. Kamu lowong kan?”

Ryuka mengangguk dan berlari memasuki mobil disisi pengemudi.

“Dateng dengan tangan kosong? Serius nih?” Ryuka memasang wajah sebal.

Raka berbalik dan mengambil paper bag, berisi cake dan cemilan favorit Ryuka, membuat Ryuka seketika berbinar. Makanan selalu ampuh jadi obat disegala kondisi seorang Ryuka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!