Di apartemen Ryuka, selain kitchen set dan mini bar, disisi seberang dapur terdapat sebuah lemari besar yang jika dibuka didalamnya terdapat refrigerator 2 pintu, serta beberapa penyimpanan bahan-bahan dapur dan tentu saja tempat stok cemilan Ryuka.
Setelah keduanya puas mengamati ruangan yang didominasi dengan warna cream dan putih dengan pikirannya masing-masing. Keduanya disadarkan dengan suara perut yang keroncongan.
Sontak keduanya memegang perutnya, “perut kamu ya?” Ryuka menatap Raka dengan mata memicing.
“Perut kamu kali,” Raka tak mengalah.
Ditengah perdebatan mereka, bel apartemen Ryuka berbunyi, TING TONG..
Raka bergegas membuka pintu, setelah menerima makanan yang dipesannya, berbasa-basi dengan tetangga apartemen Ryuka yang tak sengaja bertemu dan menyapa Raka.
“Kamu mau makan pizza kan?” kata Raka sambil menenteng 3 box pizza ditangannya dengan berbagai varian rasa. Raka memang tak sengaja mendengar Ryuka yang bergumam ingin menyantap pizza saat bersih-bersih tadi.
“Wow Ka, kamu pasti inceran para wanita ya di studio kamu, peka banget,” kata Ryuka sambil bergelayut sok manja dilengan Raka.
Dasar tidak peka. Gumam Raka dalam hati.
“Eh tapi maaf nih, emang kita bisa ngabisin 3 box pizza ukuran jumbo gini? Berdua aja?” Raka hanya cengengesan, “kebiasan buruk, buang-buang duit,” lanjut Ryuka geleng-geleng kepala.
“Gimana kalau kamu bagi ke tetangga kamu? Tadi aku gak sengaja ketemu, kayanya orangnya baik,” usul Raka.
“Temenin…..” rengek Ryuka.
Walaupun dibalas tatapan malas oleh Raka, nyatanya ia yang berdiri terlebih dahulu dan mengambil sekotak pizza.
TING TONG, Raka memencet bel. Tak menunggu lama, empunya unit membuka pintu.
“Maaf mengganggu malam-malam, kami cuma mau antar ini mas,” Ryuka berbicara sambil menunjuk pizza yang disodorkan Raka.
“Wah repot-repot sekali, penghuni sebelah yah?” balas ramah tetangga Ryuka.
“Iya mas, salam kenal, saya Ryuka dan ini….”
“Nama saya Bima. Ohho, pengantin baru pasti nih, suaminya kan?”
Keduanya tersenyum kikuk, ia tidak terpikir bahwa tetangganya akan berpikiran mereka adalah sepasang suami istri. “Saya Raka mas,” jawab Raka menerima sodoran tangan pria dihadapannya dan tangannya yang bebas meraih tangan Ryuka lalu menggenggamnya. Ryuka pasrah saja. Setelah perkenalan singkat, mereka lalu pamit dan hilang dibalik pintu apartemen.
“Kapan dilepasnya Ka?” Ryuka melirik genggaman Raka yang tak kunjung dilepasnya.
Raka cengengesan, “sorry, keterusan,”
“Kenapa ka..mu iyain sih kahau kita pengan..tin barhu,” tanya Ryuka dengan mulut dipenuhi pizza.
“Telan dulu, nanti kamu….” Belum selesai kalimat Raka, Ryuka sudah terbatuk-batuk. “Aku bilang juga apa, nih minum,” Raka menyodorkan segelas air putih.
“Dan kenapa gak bantah, supaya dia gak macem-macem karena tahu kamu tinggal sendiri disini,” sambungnya lagi.
“Idih seudzon kamu sama tetangga aku,”
“Itu namanya waspada Kaa,” tegas Raka yang hanya di iya-iya kan oleh Ryuka.
Tak terasa sekotak pizza telah habis disantap sepanjang obrolan mereka, “aku balik ya habis ini, kamu gak apa-apa kan?”
Ryuka mengangguk sambil mulai menyantap pizza box kedua, “kamu gak capek? Gak nginep aja?”
Raka malah menoyor kepala Ryuka pelan, “nih anak, berani banget nyuruh pria dewasa nginep di apartemennya,”.
“Lah kan kamu, bukan orang asing,” Ryuka membela diri.
“Jangan berani-berani ya kamu ngomong gitu ke orang lain,” masih tak terima.
“Katanya tadi mau balik, sana..sana.. kamu pasti sibuk kan? Hati-hati dijalan Ka,” Ryuka mendorong pelan tubuh Raka menuju pintu, ia sekarang ini sama sekali tidak sanggup mendengar ocehan Raka yang pasti akan panjang kali lebar kali tinggi.
“Makasih ya udah dibantu keluar rumah sakit, dibantu pindahan, dibeliin makanan lagi, Raka is the best, eeveeeeerrrrrrrhhh,” kata Ryuka melebih-lebihkan.
Tatapan Raka yang tadinya kesal, berubah menjadi lembut menatap Ryuka, “Kamu langsung istirahat ya abis makan, night dek,”
“Night, see you,” Raka mengangguk lalu melangkahkan kakinya menuju lift.
Keesokan harinya.
Pukul 2 siang, Ryuka terbangun karena suara bel apartemennya yang cukup berisik. Dengan langkah gontai khas bangun tidur, ia melangkah membuka pintu setelah sebelumnya mengintip siapa yang datang dan mengganggu tidurnya.
“Nanti aku kirim note ke grup whatsapp password apartemen, supaya kamu dan yang lain gak perlu mencet bel segala, ganggu tidur aku,”
“Kenapa? Kamu gak bisa tidur ya tadi malam?” Melihat Ryuka mengangguk, Raka sebenarnya sudah menebak, sudah kebiasaan Ryuka jika ditempat baru sulit terlelap apalagi dalam keadaan seorang diri.
“Kamu sendiri belum tidur ya?” tanya Ryuka curiga karena melihat Raka masih menggunakan pakaian yang kemarin dikenakanannya.
Raka terkekeh, “mau numpang tidur disini boleh yah, sekalian tunggu yang lain datang,”
“Cih, sok-sok-an izin segala,” Raka hanya tertawa mendengar ucapan Ryuka dan mengikuti Ryuka menuju sofa.
“Kamu gak lanjut tidur?”
“Gak ah, udah keburu bangun juga,”
“Mukanya gak usah sok merasa bersalah gitu, udah sana tidur dikamar tamu,” sambung Ryuka yang mulai berjalan kearah dapur.
“Bentaran lah, ngobrol sama kamu dulu,”
“Aku buatin teh chamomile ya, mau pake daun mint gak?”
Raka mengangguk, “ih baik banget tuan rumah,” Ryuka berdecih mendengar pujian Raka.
Samar-samar Raka mendengar adzan magrib berkumandang, ia melihat jam yang masih melingkar ditangannya dengan sebelah mata. Sebelumnya, Raka memang langsung bergegas tidur setelah menghabiskan teh dan mengobrol sebentar dengan Ryuka.
Setelah mengumpulkan nyawa, ia memutuskan keluar kamar dan berjalan kearah kamar mandi setelah menyapukan pandangannya dan tak menemukan Ryuka diruang tengah.
“Kaa…Kaa..” bahkan setelah panggilan kesekiannya, Raka tak juga menemukan Ryuka bahkan dikamarnya, namun setelah mengecek sepatu dan sendal tuan rumah, masih berjejer rapi tanda tak terpakai sepasang pun.
Raka lalu menyibak gorden berwarna cream itu lalu mendapati Ryuka sedang asik bersantai dan memasang earphone dikedua telinganya, ia tengah mendengarkan podcast kesukaannya yang kerap membahas isu-isu seputar kesehatan yang diramu dengan bumbu komedi. Ryuka terlihat sesekali mengangguk dan detik kemudian tertawa lebar.
Hingga Raka menggeser jendela yang berfungsi jadi pintu itu pun, Ryuka tetap saja tidak sadar bahwa ia sekarang tidak sendiri. “Heiiii…” Raka mengagetkan Ryuka dan menarik sebelah earphone ditelinganya.
“Astagfirullah, kamu mau bikin aku jantungan yah,” Ryuka sontak menyentuh dada dengan kedua tangannya. “coba kamu rasain denyut nadi aku, kenceng banget gara-gara kaget,”
“Hahaha, dasar dokter, dikit-dikit periksa denyut nadi,”
Ryuka balas dengan cengengesan. “Bangun dari tadi?”
“Hmm. Aku udah teriak berkali-kali, nyari kamu kemana-mana, kamunya malah disini, melantai lagi, nanti kamu masuk angin,”
“Seandainya aku beliin kursi ayunan aja yah untuk balkon kamu,” kata Raka terus berbicara.
“Udah dibeliin Ken, barangnya besok sampe katanya, aku gak nyuruh loh yah, dia yang mau sendiri,”.
“Mereka belum datang ya?”.
“Udah dijalan katanya, bentar lagi paling nyampe,”..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments