Bab #3

“Dari awal makan malam kita sama dia emang udah kelihatan rakusnya,” celetuk Qwenzy. Ryuka yang mendengarnya hanya cengengesan sambil memasukkan berbagai macam makanan dimulutnya tanpa jeda.

“Yang berubah dari dia sejak ketemu, senyumnya doang, dulu hemat bener,” sambung Gino.

“Iya, dari dulu nih anak begini-begini aja, kalau ngomong blak-blakan pula,” Raka ikut menimpali.

“Adik keciillllll,” ucap Ken sambil mengelus Ryuka yang duduk disampingnya.

“Mau makan atau gosipin orang didepannya langsung nih? Ntar habis jangan protes ya,” Ryuka mencibir. Mereka lalu tertawa ringan mendengar cibiran Ryuka.

Setelah makan malam, Ryuka berinisiatif membuat kopi untuk mereka sambil duduk diberanda apartemen yang cukup luas.

“Kopi dataaangggg,”. Keempatnya menyambutnya dengan antusias, Ryuka yang memiliki sertifikat barista tak diragukan lagi dalam meracik kopi.

“Mau diantar jam berapa Kaa?” tanya Raka.

“Gak usah dianter, nanti naik taxi aja,” jawab Ryuka.

“Emang jam berapa?”

“Operasi jam 7, aku harus cek kondisi pasien, tulis laporan dan siapin berkas, hubungin berbagai bagian, jadi harus kesana paling cepat jam 4,”.

“Pokoknya dianter,” tegas keempatnya serentak.

Ryuka yang melihat tatapan menuntut keempat pria dewasa dihadapannya mengangguk pasrah, ia pasti kalah suara dan percuma mendebat mereka.

Sepekan hectic untuk Ryuka, walau ia resmi dibebas tugaskan dari IGD, hal itu justru menjadi awal tugas baru yang lebih berat, Ryuka adalah satu-satunya asisten dokter bedah umum, membuatnya menjadi primadona bagi para dokter. Tak jarang membuatnya menjadi bahan perbincangan rekan-rekannya.

Tak sedikit laporan dimeja kerja Ryuka dari berbagai dokter untuk membujuknya memilih menjadi asisten operasi, kerja kerasnya membuahkan hasil, walau ia sedikit lagi kehilangan kehidupan pribadinya, namun Ryuka justru terlihat tanpa beban, menurutnya hal itu bisa membuatnya terbebas dari peliknya masalah keluarganya dulu.

Dua tahun lalu, satu-satunya hal yang membuat Ryuka akhirnya menumpahkan air mata yang tertahan selama ini, setelah mendengar kejadian yang menimpa saudara kembarnya, Riuki. Kabar perceraian penuh drama saudaranya, membuat Ryuka untuk pertama kalinya menggunakan cuti tahunannya selama 3 hari.

Riuki menjadi satu-satunya teman berbagi bagi Ryuka, selain kontak batin sebagai saudara kembar, Ryuka memang sangat menyayangi adiknya. Mendengar adiknya disakiti secara fisik dan psikis, membuat Ryuka mengutuk keras mantan suami adiknya dan juga berbagai jenis laki-laki didunia.

Pengkhianatan ayah dan mantan suami adiknya membuat Ryuka sangat menghindari berbagai jenis hubungan yang melibatkan perasaan dengan pria. Seolah profesinya dapat menjadi tameng, membuat Ryuka bernafas lega.

Tangisan malam itu pula salah satu cara Tuhan mengenalkan Ryuka jauh lebih dekat dengan Gino dan Ken. Sejak awal tangisan Ryuka secara tidak sengaja disaksikan keduanya, yang malam itu mengunjungi salah satu sutradara yang dirawat dirumah sakit Ryuka bekerja. Gino dan Ken berniat menepi sambil meregangkan otot-ototnya sebelum memasuki ruang rawat inap, membuatnya melihat Ryuka menangis tersedu-sedu.

Awalnya Gino dan Ken merasa ragu, perempuan yang menangis dihadapan mereka benar Ryuka yang ditemui di lokasi camping atau hanya mirip dengannya, Ken lalu memotret Ryuka secara diam-diam dan mengirimnya digrup chat mereka, untuk meminta Raka dan Q memastikan identitas perempuan itu. Sepersekian detik lalu dikonfirmasi kebenaranya oleh Q, bahwa perempuan itu benar-benar Ryuka.

Setelah beberapa saat, tangis Ryuka mereda, ia terlihat kembali menjawab ponselnya yang berdering sebelum berlalu pergi. Gino dan Ken hanya bisa saling tatap, Ryuka tidak menyadari kehadiran mereka, ditambah lagi Ryuka berlalu sambil terburu-buru.

Gino dan Ken memasuki ruang rawat inap seorang sutradara dengan sedikit terkesima, bukan karena ruangannya yang mewah tetapi sosok yang didapatinya didalam ruangan, Ryuka yang sudah tampak lebih rapi dan memakai kacamata, mungkin untuk menutupi matanya yang sedikit sembab, menoleh sekilas kearah mereka, sebelum kembali menjelaskan prosedur operasi yang akan dijalani pasien esok hari. Ryuka terdengar ramah dan detail menjelaskan kepada pasien dan keluarga dengan senyum yang tak pernah pudar diwajahnya.

“Dimulai jam 12 malam nanti, bapak bisa mulai berpuasa untuk operasi besok. Baik kalau begitu, saya permisi dulu, selamat malam.” Ryuka berlalu setelah tunduk sesaat menyapa Gino dan Ken.

Gino dan Ken yang sempat kegeeran bahwa Ryuka akan menyapa dan mengenali mereka, membuat senyum mereka memudar seketika saat Ryuka menutup pintu kamar.

“Wah kalian repot-repot kemari,” Sapa sutradara pada Gino dan Ken yang masih berdiri mematung.

“Tentu saja kami akan datang, ace dunia perfilman tumbang,” kekeh Gino dan Ken.

Hubungan ketiganya memang bak teman, mereka bekerja sama sebanyak tiga sampai lima judul film, membuat mereka semakin akrab.

“Kalian tenang saja, operasi besok pasti sukses,” lagaknya.

“Dokter terbaik?” Ken menimpali.

“Kalian lihat dokter yang masuk tadi? Walau masih muda, ia dijuluki dewi keberuntungan. Semua operasi yang didalamnya ada dia, sukses besar. Tidak jarang pasien bahkan meminta dia yang jadi dokter untuk operasinya,”

“Wah mungkin kemampuannya mumpuni,” Gino berkata sambil menopang dagunya.

“Tentu saja, dia satu-satunya asisten dokter bedah umum, operasinya seminggu non-stop, bahkan sehari saja dia bisa jadi asisten lima sampai delapan operasi, bahkan sesekali dia membantu bagian IGD,” decaknya kagum.

“Dia robot mungkin pak,” celetuk Ken, membuat Gino dan satu ruangan tetawa mendengar celetukan Ken.

Seolah dibuat makin penasaran, setelah menangkap sosok Ryuka yang tertawa dengan dua rekan lainnya, “Ken, bener dia yang tadi nangis, wah pinter banget nyembunyiin sedihnya,” kagum Gino.

“Mau buktiin?” Ken menantang. Belum sempat dijawab Gino, Ken berjalan menghampiri Ryuka.

“Haiii,” sapa Ken.

Ryuka, Kinan dan Lili menoleh bersamaan dengan tatapan bingung, pasalnya Gino dan Ken memakai masker dan topi, agar mereka tidak menyebabkan keributan.

“Kaa, masih inget kita? Yang kamu bantuin di lokasi camping kemarin,” Ken berbicara menatap Ryuka.

Ryuka mengingat-ingat, “Oh iya, halo, apa teman kalian sampai dirawat disini?” tanya Ryuka polos.

Gino dan Ken tertawa, “Lagi sibuk? Bisa ngobrol bentar ditempat yang agak sedikit..”

“Boleh, ayo ikut saya,” walau kalimat Gino belum selesai, Ryuka langsung memahaminya.

Mereka sampai ditaman yang seharusnya menjadi pertemuan pertama mereka hari ini, tempat Ryuka memangis tersedu-sedu.

“Jadi?” tanya Ryuka canggung.

“Oh gak, sebenarnya tadi sempat bingung, beneran kamu atau bukan, kamu ternyata dokter ya,” Gino mencairkan suasana

Ryuka terkekeh, “Semacam itu, oh iya, bagaimana kabar teman kalian yang luka?”

“Raka, namanya Raka, dia baik kok,”

“Syukurlah, jadi kalian kesini mau check up ya? Ada yang bisa saya bantu?”

“Astaga, kamu bener-bener gak sadar ya? Kita tadi ketemu diruang VIP 3,” Gino lalu menjelaskan panjang lebar karena kesal Ryuka tidak memperhatikan mereka.

“Aduh maaf yah, hari ini kayanya saya ketemu terlalu banyak orang, maaf gak ngenalin kalian yang lengkap dengan masker dan topi ini,” tunjuk Gino dan Ken.

Gino dan Ken tertawa, “Ada waktu gak? Makan siang bareng yuk,” ajak Ken.

“Wah, sebuah kehormatan diajak makan siang sama dua aktor terkenal, tapi maaf siang ini saya ada..”

“Operasi kan?”

Ryuka hanya tersenyum mengangguk. “Haah percuma nih jadi aktor terkenal tapi ajakan makan siang kita ditolak,” canda Gino pura-pura kesal. Ryuka lagi-lagi hanya tersenyum.

“Tapi lain kali mau yah, bareng Raka dan Q juga. Raka sangat berterima kasih loh, apalagi waktu di rumah sakit, dokternya muji, katanya pertolongan pertamanya sangat membantu,” terang Ken.

“Kan udah kerjaan saya, tidak perlu repot-repot. Titip salam sama Raka dan Q saja,”

Obrolan mereka terhenti karena ponsel Ryuka berbunyi, “baik dok,”

………..

“Akan saya siapkan,”

……….

“Saya akan hubungi bagian anestesi,”

………

“Baik,”

“Saya harus pergi, terima kasih telah menyapa,”

Gino dan Ken menahan tangan Ryuka, “Boleh minta nomor kamu? Saya serius ingin mengajak makan bareng yang lain,” Gino setengah memohon.

Ryuka yang merasa terdesak dan tidak memiliki waktu banyak untuk berdebat, langsung mengiyakan dan menerima ponsel Gino yang dijulurkan padanya. “Ini, kalau begitu permisi,” Ryuka berlari kecil.

“Semoga hari kamu menyenangkan,” teriak Ken.

Mendengar itu, sontak membuat Ryuka berbalik dan tersenyum, “Ucapan yang sama untuk kalian,” reflek membuat Ryuka melambaikan tangan sebelum kembali berlari. Ia sangat bersyukur, kata-kata itu akan membuatnya tersenyum dihari-hari beratnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!