Cerita Kinan terus berlanjut, ia masih ingat dengan jelas, tangan Ryuka yang bergetar hebat dengan nafas yang memburu dihadapan cermin toilet rumah sakit. Juga dari situlah, awal mula ia mulai akrab dengan Ryuka, semasa menjadi dokter ditahun keempatnya, Ryuka memang terkenal dengan sifat cuek, dingin dan irit kosakata, tak sedikit yang menganggapnya sombong.
Tapi disisi lain, kemampuan Ryuka yang diatas rata-rata pun diakui. Ryuka yang hari itu menghadiri operasi pertamanya yang sesekali dimintai penjelasan terhadap proses dan jalannya operasi dapat melewatinya dengan mudah, sedari dulu ia penuh persiapan. Dimulai menjadi pengamat, asisten kedua operasi yang cukup sulit, sayangnya saat itu, pasien yang ditanganinya sulit bertahan, pendarahan yang terus terjadi tak mampu membuat pasien bertahan hingga harus berakhir dimeja operasi.
Saat itu terjadi, Ryuka terlihat tenang walau tatapannya sulit untuk diartikan, ia bahkan membantu para tenaga medis untuk membersihkan kasa yang dipenuhi darah, sesekali menjawab “saya baik-baik saja” ketika ditanya oleh orang-orang disekelilingnya saat itu. Kabar menyebar dengan cepat, Ryuka seketika jadi buah bibir, orang-orang bahkan tak heran lagi karena ia dikenal antipati dan antisosial.
Kinan dan Gina yang saat itu tak sengaja mendapati Ryuka sedang membilas tangannya diwestafel toilet. Kaget setelah tak sengaja menyaksikan tangan Ryuka bergetar hebat yang berusaha ditutupinya. Pantulan mata Ryuka dicermin pun terlihat sembab, seperti baru saja menangis hebat.
Anggapan Kinan dan Gina terhadap Ryuka pun berubah 180 derajat. Ryuka bukan antipati ia hanya tak menampakkan rasa simpatinya. Setelah itu, seolah takdir menggiring mereka menjadi dekat hingga persahabatan mereka terus terjalin hingga sekarang.
“Ya ampun Kaa, seumur-umur aku baru liat kamu gak semangat kerja gini,” Gina memasang wajah tak percaya yang dilebih-lebihkan. “Eh Kinan mana? Tumben gak bareng kamu,”
“Aku kayanya kurang kafein, ke kantin yuk,” ajak Ryuka. “Dia lagi ngobrol sama Sisy,”
“Ah elah, kirain kamu galau apa gitu, karena pacar misalnya,”
“Ngaco,” Ryuka melangkah mendahului Gina.
“Yang telat sampai kantin, dia yang traktir,” teriak Ryuka pada sahabatnya lalu bergegas berlari lebih dahulu dan hanya mendengar samar-samar Gina meneriaki namanya.
…………….
“Haiii dek,” Raka melambaikan tangan lalu tersenyum manis dilayar ponsel Ryuka.
Belum sempat ditanggapi Ryuka, ia melihat Q merebut paksa ponsel Raka, “gak usah berlebihan deh lu,” Q menatap jijik kearah Raka, “haii dek, ngumpul yuk,” sambil melayangkan senyuman manis ke arah Ryuka.
“Main ke studio dong. Mau yaahhh..yaahhh,” bujuk Raka.
“Oh iya, kalian lagi ngerjain proyek bareng itu yah?”
“Yap, sini dong Kaa, males nih yang diliat Raka mulu, mana dia sok galak lagi, mentang-mentang dia yang jadi produsernya,” Q lanjut berdecih dan menatap Raka malas.
“Itu karena lu, take-nya salah mulu, kalau lu gak salah kan gua gak perlu galak-galak,”
“Males ah, kalau aku datang kesana liat kalian berantem mulu,”
“Justru kalau kamu datang, Raka gak gigit lagi, kan pawangnya udah datang,”
Ryuka seperti biasa, tertawa dengan celetukan-celetukan aneh sahabatnya, “emang Raka uler,”.
“Beh lebih berbisa dari ular dek, sini yaaaa,” bujuk Q pantang menyerah.
“Nanti kita pesan semua jajanan favorit kamu deh,” Raka ikut mengompori.
Ryuka tampak berpikir, kebetulan ia memang sedang tidak jaga malam. Selama 2 hari Gina menukar shift malamnya.
“Dan makan malamnya, kamu yang tentuin tempatnya,” Q dan Raka mengeluarkan senjata pamungkasnya yang akan sulit ditolak Ryuka.
“Curang ah kalian, malah nyogok,”. Q dan Raka justru terlihat senyum penuh arti dilayar ponsel Ryuka.
“Boleh deh, aku kebetulan lagi off beneran, aku gak usah bawa jajan apa-apa?”
“Asiiiiiikkkk, gak usah bawa apa-apa, nanti gampang pesan disini aja,” teriak girang Raka dan Q bak bocah.
“Nanti aku jemput ya,” ucap Raka sambil tersenyum lebar.
“Gue aja, sekalian mau ambil hard disk di apartemen,” potong Qwenzy.
Ryuka hanya mengangguk, “aku ngikut aja. Udah ya, aku mau belajar, byeee,” Ia lalu menjulurkan lidah dan menekan tombol merah tanpa memerdulikan Raka dan Q diseberang sana yang bersih kukuh siapa diantara mereka yang akan menjemputnya.
Pukul 8 malam Ryuka dan Q sampai diperusahaan Raka. Setelah menempuh perjalanan 45 menit dari rumah sakit, Ryuka turun dengan topi yang telah terpasang dikepalanya.
“Loh, kamu emang bawa topi?” Tanya Qwenzy.
“Setelah kenal kalian, aku itu selalu bawa topi didalam tas, aku sadar bahwa sahabat-sahabat aku sangat terkenal,”.
“Tapi kamu boleh kok buka topinya kalau gak nyaman,” sambungnya Q cuek.
“Gak ah, lebih nyaman pake, ogah jadi sasaran empuk paparazi, walaupun udah ketahuan jugs yaa,”
“Ya udah, yuk,” Q menjulurkan tangan.
Ryuka memutar bola matanya malas, tetapi menerima juga uluran tangan Q, yang memang cuek dengan pandangan sekitar dan keseringan mnyesal kemudian. Mereka lalu berjalan menuju studio rekaman, diiringi puluhan pasang mata yg menatap Ryuka dengan iri dan lainnya takjub. Seandainya saja media belum pernah memberitakan tentang Ryuka, dapat dipastikan jagat maya langsung heboh.
“Deeeekkkk,”
“Kaaaaaaa,”
“Loh kok kalian disini juga?” Tanya Ryuka setelah melihat Ken dan Gino tengah berdiri menyambutnya.
“Tadi Q ngabarin kalau kamu mau dateng, kebetulan 2 hari kami break syuting, jadi kesini deh,” jelas Gino.
“Kangeeenn,” sambung Ken, yang tengah memeluk Ryuka, diikuti Gino. Q yang melihat ketiga sahabatnya berpelukan bergabung memeluk Ryuka.
“Pelukan berlima aja sini, supaya adil,” disambut dengan senang hati oleh Raka. Sebaliknya, Q, Ken dan Gino malah berpura-pura kesal lalu sedetik kemudian tertawa bersama.
Teman satu band Q sudah terbiasa dengan pemandangan dihadapan mereka, tatapan keempat pria dewasa itu, seketika berubah hangat dengan kedatangan seorang Ryuka.
”Maaf ya kalau ganggu,” ucap Ryuka pada teman band Q yang sudah cukup sering ditemuinya.
”Gak apa-apa. Kita malah bersyukur. Udah mumet ini diomelin terus,” ucap salah satunya sambil melirik Raka.
Raka hanya menggeleng membela diri begitu Ryuka terlihat memicingkan mata. Mereka mengobrol beberapa saat sebelum Ryuka, Ken dan Gino memilih menunggu di ruang pribadi milik Raka.
”Ruangan ini gak banyak berubah ya,” kata Gino begitu masuk.
”Wow sampai ada ranjang segala, udah kaya rumah,”
”Kamu kan tahu, Raka kalau sudah kerja gimana, seolah tak ada hari esok,”
Dua orang lainnya mengangguk, mereka paham betul watak Raka. Ryuka mengedarkan pandangannya dan memutuskan duduk disinggahsana Raka, tersenyum mendapati foto mereka berlima terbingkai manis diatas meja, berdampingan dengan kado pemberiannya dulu saat Raka ulang tahun, sebuah jam pasir.
Supaya kamu selalu ingat, kita lah yang bisa mengatur waktu bukan sebaliknya, ia masih ingat ucapannya dulu saat menyerahkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments