Bab #12

Raka dan Qwenzy uring-uringan di studionya, pasalnya, sudah 2 pekan Ryuka seolah mengabaikan pesan dan video call mereka, entah apa alasan sebenarnya. Karenanya, Raka dan Q yang sedang mengerjakan project bersama untuk lagu baru band Q tak juga mengalami perkembangan. Pikiran mereka terus saja khawatir dengan keadaan Ryuka.

“Nih anak pasti ada apa-apa, alesan dia aja lagi sibuk,” Q mulai frustasi.

Ponsel Raka tiba-tiba berdering. Justru Q yang melompat meraihnya.

“Ah Ken, nih tangkap,” Q melempar ponsel Raka ke empunya.

“Ryuka ngehubungin kalian?” tanya Raka tanpa basa-basi.

“Salam dulu kampret,” terdengar kekesalan Ken diponsel. “Sayangnya gak, dia nge-chat gue mulu dengan alasan sibuk, pun setiap gue mau video call,” sambungnya.

Ken dan Gino memang tengah disibukkan dengan syuting untuk projek film baru mereka di Hongkong.

“Kaa pasti lagi ada apa-apa, kalian mending ke rumah sakit cek dia,” balas Gino disebelah Ken. “Biarin aja Kaa marah, salah dia tiba-tiba aneh,” sambung Ken.

“Kita juga tadi mikir gitu, udah yee, kita ke rumah sakit dulu,” jawab Raka, yang langsung memutuskan panggilannya tanpa memedulikan Ken dan Gino yang terdengar masih berceloteh.

Setelah membutuhkan waktu 45 menit, mereka telah sampai di rumah sakit lengkap dengan topi dan syal yang melingkar dileher mereka, untung saja sedang musim hujan jadi penampilan mereka tidak terlalu mencolok dan tak terlihat aneh.

Baru saja Q hendak bertanya kebagian resepsionis, samar-samar Raka melihat salah satu teman Ryuka, yang kerap menemaninya jika Ryuka menunggu salah satu dari mereka untuk menjemput. “Permisi, benar dengan dokter Gina?” tanya Raka ragu-ragu.

Si empunya nama menoleh kearah suara yang mmanggilnya, “Anda memanggil saya? Ada yang bisa saya ban….” Belum sempat Gina melanjutkan kalimatnya, “mari ikut saya,” Gina lalu melangkah mendahului mereka.

Gina yang merupakan sahabat Ryuka tentu tahu, bahkan hanya dengan melihat dan memerhatikan ciri-ciri Raka dan Q, bagaimana pun mereka menyembunyikannya, mereka akan tetap menonjol dengan postur tubuh atletisnya.

Setelah Gina menengok ke kanan kiri dan tak menemukan siapa-siapa, “Pasti Ryuka akan marah karena saya memberitahu kalian, tapi sebagai dokter saya harap, kalian bisa membantu saya menasehati Ryuka untuk tidak terlalu memforsir tenaganya, dan mengatakan padanya, semua yang terjadi bukan karena kesalahan Ryuka,” jelas Gina panjang lebar.

Melihat Raka dan Q yang menatapnya heran, membuat Gina menceritakan kondisi Ryuka bahwa sebenarnya, Ryuka dicurigai mengalami tanda-tanda PTSD atau post-traumatic stress disorder, gangguan kecemasan yang muncul setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa tidak menyenangkan.

“Kalian pasti kenal saudara kembarnya, Riuki dan apa yang dialaminya,” Raka dan Q mengangguk.

“Sepertinya, Ryuka mengalami trauma atas kejadian itu, menyaksikan sendiri saudara kembarnya berkali-kali melakukan percobaan bunuh diri membuatnya mengalami kecemasan berlebihan setelah melihat lagi kejadian serupa,” Gina lalu mengatur nafasnya.

Tepatnya 2 pekan yang lalu, pasien yang ditangani Ryuka mulai terlihat mengalami kelainan jiwa karena penyakitnya, hilangnya penerimaan diri yang berusaha ia bangun, membuatnya kesulitan setiap hari berganti.

Ryuka terus berusaha disisinya hingga mengabaikan hal lain untuk dirinya sendiri, ia melewatkan tidur dan makan, sayangnya, tepat sepekan kemudian, pasien itu bunuh diri, melompat dari atap gedung rumah sakit, penyesalan Ryuka semakin bertambah ketika ia melihat panggilan pasien itu sebelum kejadian, sayangnya saat itu, ia tengah melakukan operasi, dan keadaannya tidak memungkinkan untuk menjawab telepon.

“Setelah kejadian itu, Ryuka terlihat seperti biasa walau lebih banyak diam, tapi tepat 3 hari yang lalu, Ryuka pingsan karena kelelahan untuk mengalihkan pikirannya dan itulah tadi ketakutan dokter yang memeriksanya, PTSD,” Gina menyudahi penjelasannya. Raka dan Q tak bisa mengeluarkan kata apa-apa, lidah mereka seperti keluh, mereka hanya terdengar mengatur nafasnya.

“Saya akan mengantar kalian ke kamar perawatannya, mari,” Gina menarik salah satu pintu perawatan, Raka dan Q berusaha mengembalikan kesadaran mereka terlebih dahulu.

“Ada yang mau ketemu kamu, sorry ya Kaa,” Gina lalu mengangguk kearah pintu menandakan mereka sudah boleh masuk.

Raka dan Q memasuki ruangan, melihat adik kecil mereka tengah duduk memakai pakaian yang biasa dikenakan pasien di ranjang rumah sakit, tetap dengan bacaan ditangannya yang sedikit melongo, lalu menit kemudian mengukirkan senyum. Ryuka mengangguk kearah Gina dengan maksud meninggalkan mereka bertiga. Gina mengerti dan menutup pintu dari luar.

Q lalu menghampiri Ryuka dan membawanya kepelukannya, Ryuka tetap tersenyum sembari mengelus bagian belakang Q dengan lembut, namun mata Ryuka melihat Raka yang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. “Sorry,” kata Ryuka pada Raka tanpa suara. Melihat itu, membuat Raka membuang muka dan menghela nafas panjang.

“Iya aku salah, aku minta maaf gak bilang-bilang,” kata Ryuka menatap ponsel Q yang tengah berbicara dengan Gino dan Ken melalui panggilan video.

Gino dan Ken mengeluarkan kekesalannya karena ulah Ryuka. Ryuka hanya diam dan mengangguk karena merasa bersalah. Ia pun sudah menebak hal ini akan terjadi jika keempat sahabatnya mengetahui kondisinya.

“Udah dong, kan aku udah minta maaf, udah cukup aku didiemin sama Raka, kalian jangan marah-marah terus, kan aku udah gak apa-apa,” Ryuka membela diri.

Sayangnya, kata-kata Ryuka hanya menambah kekesalan Raka, “gue kebawah bentar,” kata Raka pada Q.

“Nambah kekesalan Raka kamu dek,” kata Q menakuti Ryuka. Benar saja, hingga setelah isya, Raka tak kunjung kembali kekamar Ryuka dirawat hingga pukul 9 malam.

Q harus kembali ke kantor karena panggilan agensinya, membuat Q dengan berat hati harus meninggalkan Ryuka dan meminta Raka menggantikannya. Raka memasuki ruangan Ryuka dirawat dan mendapati wanita yang disukainya terlihat tertidur pulas.

Raka menggenggam erat sebelah tangan Ryuka yang bebas dengan selang infus lalu menempelkannya didahi dan sesekali menciumnya lembut. Raka benar-benar khawatir dengan kondisi Ryuka saat ini. Rasa marah dan khawatir berlebihan dalam dirinya membuatnya enggan berbicara.

“Kamu udah gak marah sama aku?” Ryuka dengan suara khas baru bangun tidur tersadar karena genggaman Raka yang sedikit erat.

Raka masih diam.

“Maaf,” kata Ryuka lagi.

“Mending kamu marah-marah kaya yang lain, daripada diemin aku,” lanjut Ryuka.

Raka tak bergeming. Ia hanya menatap lurus kearah Ryuka. Tipikal Raka, ia memang memilih diam jika sedang kesal atau marah.

“Aku salah, aku gak akan gitu lagi, lain kali aku ngomong perasaan aku, aku gak akan sakit lagi, aku gak akan bikin kalian khawatir,” Ryuka mulai menahan air matanya tumpah.

Raka lalu membantu Ryuka untuk duduk dan sedetik kemudian menariknya kepelukannya, “kamu boleh sakit, kamu boleh bikin kami khawatir, kamu boleh gak bilang perasaan kamu kalau kamu merasa gak perlu diomongin sama orang lain, termasuk juga kamu boleh menangis,” Ryuka yang semula hanya terisak, mendengar kata-kata Raka membuatnya meluapkan sesak didadanya, suara tangisannya menggema begitu saja.

Raka mengeratkan pelukannya, ia terus membelai lembut rambut Ryuka, dan mulai membaca mantra.

“Semua bukan salah kamu…..”

“Kamu sudah bekerja keras….”

“Kamu telah melakukan yang terbaik….”

“Semua bukan salah kamu Kaa….”

Kali ini Ryuka membalas pelukan Raka tak kalah erat, mungkin memang ini yang ia butuhkan, keberadaan seseorang yang membuatnya tidak akan merasa sendiri, tidak perlu melalui semuanya sendiri. Setelah lelah menangis, Ryuka berbaring dan mencoba terlelap, hingga disela-sela tidurnya, Ryuka masih terdengar sesekali terisak.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!