Bab Sebelas

Kini detektif Egan dan laki-laki yang menjadi target mereka itu sudah berada di ruang interogasi. Mereka duduk saling berhadapan satu sama lain, namun kali ini laki-laki itu sudah tak lagi mengenakan kacamata dan masker hitam yang selama ini menutupi wajah serta identitasnya.

Sementara detektif Keiko dan pak Brox berdiri di ruangan sebelah, memperhatikan dengan seksama tanpa berperan langsung dalam sesi interogasi kali ini.

“Selamat datang!“ ujar detektif Egan dengan nada tak serius kepada laki-laki itu.

“Tempat macam ini?! sungguh pengap dan sunguh tak nyaman,” gerutu laki-laki itu sambil memperhatikan kesekeliling ruang interogasi itu.

“Apa ruangan ini tak nyaman untuk anda? bukankah anda senang berada di hotel melati yang juga seharusnya terasa pengap karena ukurannya yang kecil,” balas detektif Egan.

“Anda salah kalau berpikir bahwa hotel yang saya tempati itu adalah hotel yang sempit dan kumuh. Anda sepertinya perlu datang dan masuk ke dalamnya dan melihat bagaimana suasana di sana,” balas laki-laki itu dengan sombong seakan tak seuju dengan cara detektif Egan berkomentar.

“Tidak, terima kasih. Saya lebih suka berada di kantor saya ini, sepertinya jauh lebih nyaman di sini,” balas detektif Egan tak kalah sombong.

“Kita langsung saja pada intinya, kenapa saya di bawa ke tempat ini?“ tanya laki-laki itu sambil mempertemukan jari jemari di kedua tangannya.

“Pertama sekali, anda ditangkap karena melarikan diri dari kepolisian,” jawab detektif Egan.

“Mana saya tahu kalau kalian adalah polisi, kalian lebih seperti sekelompok preman,” balas kali-laki itu.

“Bagaimana mungkin anda tak tahu siapa kami, kami sudah menyebutkan kami siapa saat meminta anda berhenti,” ujar detektif Egan.

“Pasukan 810? Maaf tapi saya ngga pernah dengar itu,” ujar laki-lak itu seolah meremehkan detektif Egan dan divisinya.

Namun detektif Egan berusaha menahan rasa marahya dan kini menyodorkan sebuah foto yang memperlihatkan Bondan dan dirinya yang berdiri di belakang Bondan walau pun tak jarak mereka aku terlalu dekat.

Laki-laki itu memajukan posisi duduknya dan memperhatikn gambar yang diletakan detektif Egan di atas meja.

“Anda mengenalnya?“ tanya detektif Egan.

“Laki-laki ini?“ tanya laki-laki itu.

“Iya, dia. Apa anda mengenalnya?“ tanya detektif Egan lagi.

“Tidak,” jawab laki-laki itu sambil memunduran kembali posisi duduknya.

“Ayolah! Coba perhatikan baik-baik. Anda pasti mengenal laki-laki di foto ini karena di sana ada foto anda,” tutur detektif Egan merasa bahwa laki-laki di hadapannya itu sedang meremehkannya.

“Itu hanya kebetulan saja. Bisa saja terjadi kan?!“ tutur laki-laki itu.

“Jadi menurut anda foto ini adalah sebuah kebetulan?“ detektif Egan beruaha menguji laki-laki itu.

“Apa kalian sekumpulan orang-orang membawa saya ke tempat ini hanya karena sebuah kebetulan ini?“ protes laki-laki itu.

“Kami bukan hanya sekumpulan orang-orang,” ujar detektif Egan.

“Apapunlah nama kalin itu tapi kalian mengeroyok saya hanya karena sebuah kebetulan yang menurut seorang pakar terkenal yang menyatakan bahwa kebetulan di dunia bisa terjadi ratusan kali dalam sehari,” tutur laki-laki itu.

Detektif Egan tak membalas pernyataan laki-laki itu namun detektif Egan mengambil selembar lagi foto dari dalam map yang dia bawa sejak tadi dan meletakan di atas meja di hadapan laki-laki itu.

“Kalau hanya satu maka kita sebut sebagai kebetulan tapi jika itu terus berulang beberapa kali dan di waktu yang berbeda kita bisa katakan bahwa itu adalah sebah pola,” ujar detektif Egan yang merasa memenangkan perdebatan ini.

Laki-laki itu terdiam saat melihat foto yang di dalamnya ada wajah Bondan dan sekali lagi juga ada dirinya.

“Kami hanya ingin tahu siapakah anda sebenarnya karena beberapa saat lalu kami berusaha untuk menari tahu anda tapi anda seperti orang yang tidak pernah ada,” ujar detektif gan saat akhirnya mulut sombong laki-laki itu tak lagi mengeluarkan kata-kata.

“Kami mencoba mencari anda melalu scan wajah namun tetap kami tak mendapatkan data diri anda. Tanpa nama. tanpa sidik jari, tanpa identitas yang terekam dalam data base kami,” lanjut detektif Egan namun sekali lagi laki-laki itu mengunci mulutnya.

“Jadi siapakah anda ini?“ tanya detektif Egan.

Di ruangan lain, detektif Keiko yang memperhatikan interogasi itu juga tersulut emosinya dan bergumam, “Sudah pasti dia orang gila yang membantu seorang pembunuh memenuhi hasratnya. Kalian sama-sama gila!“

Pak Brox yang mendengar gumaman dari detektif Keiko hanya bisa tersenyum kecil tanpa memberi reaksi apapun lagi kepada anak buahnya yang satu itu.

Sementara itu di dalam ruang interogasi suasana masih hening. Detektif Egan masih menunggu tanpa memberi pertanyaan lain berusaha menunggu jawaban dari laki-laki itu, namun lak-laki yang sedang duduk di hadapan detektif Egan sepertinya masih memilih diam sambil menncoba berpikir untuk memberi jawaban apa kepada detektif Egan yang sedang duduk memperhatikannya sambil melipat tangan di dada.

Setelah beberapa lama sama-sama terdiam akhirnya detektif Egan membuka suara.

“Baiklah jika andatidak mau memberitahu kami identitas anda, terpaksa saya akan meminta bantuan pihak televisi untuk myiarkan wajah anda di tiap berita yang mereka tayangkan. Kita lihat saja, siapa yang akan mengenali anda dan memberi tahu kami,” gertak detektif Egan setelah kesabarannya menunggu habis.

Detektif Egan berdiri dari duduknya, memunguti foto-foto yang tadi dia letakan di atas meja dan memasukannya kembali ke dalam map coklat yang sejak tadi dia bawa.

“Perlu anda ketahui, saat saya melewati pintu itu maka kesempatan anda sudah habis,” ujar detektif Egan sambil menunjuk ke arah pintu ruang interogasi itu.

“Saya akan menjawab semua pertanyaan anda namun dengan satu syarat,” tiba-tiba laki-laki iu membuka mulut.

Awalnya detektif Egan tak ingin melakukan negoasiasi apapun dengan laki-laki itu karena dia merasa bahwa laki-laki ini seharusnya yang merasa bersalah dan bukan malah meminta apapun pada pihak kepolisian.

“Bagaimana kalau saya tidak mau memenuhi syarat itu?“ tanya detektif Egan.

“Saya rasa anda akan meu memenuhi syarat yang saya berikan demi kasus yang anda kerjakan saat ini,” balas laki-laki itu yang kini nada bicarannya berubah menjadi serius.

Mendengar dan melihat raut wajah lai-laki itu yang kini terlihat sangat serius, detektif Egan pun memutuskan untuk setidaknya mendengar syarat apa yang akan di berikan laki-laki itu.

“Katakan apa syarat yang akan anda ajukan,” ujar detektif Egan.

Laki-laki itu menunjuk ke arah kamera yang merekam segala aktifitas mereka di dalam ruang interogasi itu dan berkata, “Saya mau Kamera itu dimatikan.“

Detektif Egan ckup bingung juga dengan syarat yang diminta oleh laki-laki itu namun dia memutar lehernya dan matanya seolah memberi isyarat untuk detektif Keiko dan pak Brox.

Pak Brox yang mengerti maksud dari isyarat detektif Egan memerintahkan pada operator yang berada di ruangan itu untuk mematikan kamera yang merekam kegiatan di dalam ruang interogasi itu.

Lampu merah pada kamera Kamera pengawas di ruangan itu pun padam sebagai tanda bahwa kamera itu tak lagi berfungsi dan tak akan merekam apapun di dalam ruang interogasi dimana detektif Egan dan laki-laki itu kini berada.

Detektif Egan melihat ke arah kamera itu dan memberitahu kepada laki-laki itu bahwa kamera sudah tak akan merekam apapun lagi.

“Katakan kepada kami apa yang harusnya anda katakan. Kami sudah memenuhi permintaan anda,” ujar detektif Egan dengan wajah yang serius.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!