Kok malah Haven yang diam dan cuek sih? Kan tadi gue yang marah? Ini gimana sih konsepnya? Batin Khaya yang bingung dengan sikap Haven.
Sedari tadi, saat laki-laki itu menjemputnya di kampus, dia hanya terdiam tanpa mengatakan apa-apa atau membujuknya karena ia marah tadi atau cemburu akibat kejadian di Caffe Shop. Bahkan sampai mereka mampir makan malam, Haven tetap saja diam dan dia juga terlihat memikirkan sesuatu. Tidak biasanya Haven seperti ini, biasanya laki-laki itu akan sangat cerewet dan menempel padanya.
Haven nggak kenapa-kenapa, kan? Batinnya khawatir. Atau gue yang sekarang punya salah? Huft, Khaya menghela napas, ia tak mau berbicara duluan sebelum Haven mengajaknya bicara lebih dulu, biarkan saja mereka saling diam seperti ini tanpa tahu apa masalahnya.
Sedangkan Haven yang terdiam dari tadi sebab laki-laki itu masih memikirkan kejadian di rumah Richard tadi. Ternyata, perkiraannya salah bahwa ia belum berubah, ia masih Haven yang dulu yang sangat takut dengan ayahnya yang otoriter dan sangat suka mengancam. Sekarang ini, ia memikirkan bagaimana caranya untuk menjauhkan Khaya dari mata-mata Richard.
Sampai mereka berdua sudah selesai makan, dan keluar dari restoran, Haven masih saja terdiam tanpa mengeluarkan kata-kata walaupun hanya satu kata.
Karena Khaya sudah tidak tahan dengan keterdiaman Haven yang tiba-tiba malam ini. Ia pun mengalah, dan mulai menanyakan tentang keadaan sang pacar.
"Kamu baik-baik aja kan, Ven?" tanya Khaya pada akhirnya, dan Haven menggeleng yang membuat Khaya mengira kalau laki-laki itu memang punya masalah. Khaya pun memegang sebelah lengan Haven dengan lembut—ia tak bisa meraih pundak laki-laki itu karena harus berjinjit. "Ada apa?" tanya Khaya perhatian.
"Aku emangnya kenapa?" tanya Haven tak mau membongkar masalahnya sebab itu berhubungan dengan Khaya juga, ia tak mau membuat sang pacar takut atau khawatir.
Khaya berdecak ia kemudian beralih memeluk lengan Haven sambil berjalan menuju parkiran setelah membayar pesanan mereka di kasir. "Kamu tahu nggak? Kalau ada masalah, tidak boleh dipendam sendiri?" Khaya beralih menggenggam tangan Haven lalu mengayun-ayunkannya.
Haven tersenyum saat melihat kedua tangan mereka yang saling bertautan sambil diayunkan seperti itu, ini pertama kalinya Khaya ingin menggenggam tangannya duluan. Ia juga senang karena merasa dipedulikan dan Khaya yang berusaha membujuknya untuk bicara.
"Aku tau, tapi—" ucapannya terpotong karena Khaya yang tiba-tiba menempelkan jari telunjuknya di bibir.
"Kamu tahu? Selama ini, rasanya aku ingin curhat pada ibu kalau aku sudah lelah, belajar dan bekerja karena rasanya ada yang mengganjal di hati kalau terus dipendam tapi aku nggak mau ibu jadi khawatir. Dan setelah kenal kamu, lalu curhat ke kamu rasanya jadi lega. Apakah ini gunanya pacaran yah?" Selain dapat tempat untuk berkeluh kesah, Khaya juga dapat ojpri, ternyata pacaran memang tidak semenyeramkan yang dipikirkannya selama ini.
Selama ini pikiran buruk Khaya tentang pacaran adalah, bisa saja berakhir sakit hati sebab diselingkuhi atau ditinggalkan pas lagi sayang-sayangnya tanpa alasan alias digosting, dan yang penting adalah buang-buang waktu serta tak ada manfaatnya, tetapi setelah pacaran dengan Haven, semua persepsi buruknya tentang pacaran buyar sudah karena persepsinya itu tidaklah benar.
Saat bersama Haven, ia merasa mempunyai tempat pulang setelah lelah dengan aktivitas dunia yang tak ada habisnya—perumpamaan ini memang berlebihan tapi itu adalah fakta, ia juga bisa merasa bebas dan tak ada beban karena kalau ada waktu Haven akan mengajaknya ke tempat-tempat indah nan menyenangkan yang tak pernah ia kunjungi dan yang lebih bagusnya lagi apa pun yang ia inginkan, Haven pasti akan memenuhinya.
Namun, author tidak sedang bercerita tentang betapa bermanfaatnya pacaran, bukan begitu, tetapi ia bercerita tentang betapa bagusnya kalau tidak salah pilih pasangan.
Haven menunduk menatap Khaya kemudian tersenyum lalu mengusap-usap puncak kepala sang pacar, ia juga merasa senang setelah mengenal Khaya. "I'm fine ok?" kata Haven menenangkan, ia benar-benar tidak mau bicara soal keluarganya yang berantakan.
Sedangkan Khaya hanya bisa mengangguk pasrah, berusaha mengerti tentang keputusan Haven yang tak mau bercerita padanya. Mungkin laki-laki itu belum bisa terbuka padanya dan Khaya tahu pasti Haven memiliki masalah yang lebih berat dari masalahnya, ia hanya bisa berharap suatu hari nanti Haven bisa terus terang padanya sehingga ia bisa memberi solusi atau menenangkan laki-laki di sampingnya ini.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments