Gangguan

"Kok kamu dari tadi diam aja sih, kenapa?" tanya Haven saat mereka sudah sampai di pelataran kampus, hari ini cuma Khaya yang ada mata kuliah dari siang sampai malam hari dan Haven sudah masuk kelas tadi pagi lalu pergi menghampiri atau menemani pacarnya di Caffe Shop.

Dari tadi Khaya terus saja memasang wajah dongkolnya dan tak mau berbicara dengannya, apakah ia punya salah kali ini?

"Nggak apa-apa kok," jawab Khaya lirih, ia dongkol setengah mati, tadi siswi yang ia perhatikan mencoba menggoda Haven dan laki-laki itu mau-mau aja digoda dengan cara Haven meresponnya, siapa yang nggak marah coba? Haven juga tidak peka.

Alangkah baiknya kalau para laki-laki memiliki tingkat kepekaan yang tinggi, seperti nyamuk misalnya. Namun, alangkah baiknya para perempuan juga langsung saja terus terang tentang isi hatinya daripada ingin terus dimengerti, sebab kaum Adam hanyalah manusia biasa bukan Tuhan yang tahu akan segalanya.

Haven mengernyitkan dahi, ia kembali berpikir, memikirkan kesalahan yang ia perbuat kali ini sampai-sampai Khaya sudah tidak mau meliriknya. Namun, setelah lama ia berpikir, tak ada satupun kejadian kesalahan yang terlintas di pikirannya. Maka jalan satu-satunya adalah, meminta maaf walaupun Khaya akan lama memaafkannya.

"Maaf kalau aku punya salah, ya?" pinta Haven setelah lelah berpikir seraya berjalan mengikuti Khaya menuju kelasnya.

Emang punya salah! batin Khaya ketus. Setelah pacaran dengan Haven, ia seakan merubah sifatnya menjadi kekanak-kanakan.

"Iya, iya," jawab Khaya setengah hati.

"Kok gitu sih, jawabnya?" tanya Haven, ia terus berpikir kesalahan apa yang ia perbuat hari ini.

"Nggak ada, kamu pulang aja sana," kata Khaya ia hendak masuk ke dalam kelasnya, tetapi laki-laki itu menahan tangannya.

"Aku nanti jemput, ya?" ujar Haven lalu mencium mesra kedua tangan Khaya (udah kebiasaan). Haven pun pergi dari sana, tidak ada gunanya berdebat dengan Khaya apalagi di depan kelas.

Ia pergi untuk memikirkan kesalahan apa yang ia lakukan hari ini,  sebab Khaya tidak akan marah seperti itu kalau tidak ada penyebabnya, Khaya pun hanya sesekali menunjukkan sifat kekanakannya. Khaya lebih menunjukkan sikapnya yang kuat dan tegar sebagai perempuan pencari nafkah untuk keluarga. Oiya, hubungan mereka sudah berjalan hampir tiga Minggu.

"Wih, ada yang lagi kasmaran, nih!" kata Sisil dengan nada seakan mengejek. Kalian masih ingat dengan primadona yang pernah nekat menembak Haven? Ya, itu dia.

Khaya tak menanggapi Sisil, ia terus berjalan mencari bangku yang kosong, mereka hari ini berada di kelas yang sama.

Sisil tak terima Khaya mendiaminya. "Setelah sama Kelvin, lo sekarang malah pacaran sama Haven, hebat ya!" kata Sisil. "Lo kasih apa ke mereka sampai mereka bisa mau sama lo? Udah dekil, miskin, yatim lagi, haha ...!" Sisil tertawa mengejek.

Hadeuh ... kutu satu ini, kalau iri bilang, dong! Khaya tidak bisa mengatakannya begitu saja, sebab, mungkin akan menjadi perdebatan antara ia dengan Sisil. Lebih baik ia tak bersuara, biarkan saja batinnya yang memaki.

Mahasiswa di sekitar mereka mulai berbisik-bisik yang tidak-tidak tentang Khaya.

Namun, Khaya masih tetap saja tak mau menanggapi Sisil, ia tidak mau membuat emosi yang sudah ia tahan dari tadi meledak. Lalu, ia pun tak merasa pernah memberi sesuatu pada Kelvin dan Haven. Ia juga lebih memilih diam karena tak suka keributan, apalagi sekarang mereka ada di kampus di mana banyak mahasiswa yang menonton.

Sisil semakin kesal karena Khaya masih tetap saja tidak menanggapinya. "Ah ... Lo diam berarti perkataan gue benar dong!" ucap Sisil lalu ia pun berteriak, "Woi, kalian semua! Ternyata Khaya ini emang sok suci, dia yang ngaku sendiri kalau pernah jajain tubuhnya pada Kelvin dan Haven, wow! Hebat banget lo Khay, im speechless." Sisil pura-pura memasang wajah tak habis pikirnya.

Khaya mengernyitkan dahi karena bingung, bingung dengan perkataan Sisil yang tiba-tiba saja menuduhnya yang tidak-tidak. Tapi ia sih, ia pernah melakukan hal itu dengan Haven, tetapi saat mereka sudah resmi pacaran, itu pun mereka melakukannya hanya sekali.

Entah apa yang dicari Sisil dari Khaya, kenapa dia kukuh sekali ingin dinotice oleh Khaya? Padahal Khaya tidak pernah mencari gara-gara pada siapapun, apakah Sisil ingin pukulan darinya?

"Bisa jadi sih."

"Iya juga, ya."

"Karena nggak mungkin mereka mau sama Khaya kalau bukan Khaya yang goda mereka," ucap salah satu mahasiswa menggiring opini lain.

"Eh, masuk akal."

"Nggak nyangka."

Dan masih banyak lagi mahasiswa yang berbisik, membenarkan perkataan Sisil tentang Khaya.

Karena sudah tidak tahan dengan ocehan Sisil layaknya suara jangkrik pada malam hari—berisik—Khaya pun bangkit dari duduknya, ia menghadapi Sisil dengan wajah menantangnya. "Ada bukti?" tantang Khaya sambil menaikkan satu alisnya, ia tidak akan mempermalukan dirinya sendiri hanya karena  meladeni Sisil secara kasar, ia harus bermain cantik, kan? Khaya ingin Sisil yang menanggung malu, sebab gadis itu sudah berani mengganggunya.

Sisil gelagapan, ia tidak mempunyai bukti soalnya. "Kan tadi lo nggak nyangkal, berarti perkataan gue bisa jadi, dong?" katanya asal.

Khaya menatap tidak percaya pada Sisil saat ia mendengar jawaban tak masuk diakal gadis itu. "What? Berarti kalau lo bilang gue ini ternyata laki-laki dan gue nggak sangkal perkataan lo, berarti gue benar laki-laki begitu?" Khaya tersenyum cantik. "Biasanya orang yang nuduh itu lebih-lebih buruk lagi dari orang yang dituduh loh," kata Khaya santai.

"Lo gini sama gue karena cemburu, kan? Si Sisil primadona fakultas manajemen kalah saing sama Khaya Cantika si dekil dan miskin ini? Hahaha ... Lucu banget loh." Khaya tertawa mengejek.

Sisil kalah telak, ia menghentakkan kakinya kesal lalu ingin menampar Khaya, tetapi wanita itu sudah lebih dulu menahannya. Khaya memelintir tangan Sisil ke belakang. "Lo bukan tandingan gue, ya. Lain kali kalau mau nuduh atau fitnah orang lo harus nyiapin bukti, ya cantik? Jangan bersikap bodoh, dengan begini lo permalukan diri lo sendiri."

Lalu Khaya pun kembali ke tempat duduknya meninggalkan Sisil yang kesakitan, para mahasiswa yang tadi menonton beralih bersorak mengejek pada Sisil.

Sisil memasang raut wajah kesalnya seraya menatap tajam pada Khaya yang menang telak menghadapinya, niat ingin permaluin Khaya, eh, malah ia yang menanggung malu. "Gue sumpahin hubungan kalian berdua cepat kelar!" teriaknya kesal lalu pergi meninggalkan ruangan kelas karena sudah tak bisa menanggung malu.

Bersambung ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!