Ia membuka loker, menyimpan tasnya lalu memakai seragam kerja, serta mencepol rambutnya lalu memakai topi. Gadis itu sudah siap, kemudian ia pun berganti shift dengan teman kerjanya, dan sekarang Khaya sudah berdiri di depan pantry dengan mesin kopi di atasnya.
Sudah satu tahun Khaya bekerja paruh waktu di sini, di sebuah caffe shop yang lumayan bagus dan banyak didatangi oleh pelanggan. Bukan hanya kopi yang dijual, tetapi ada berbagai macam minuman dan juga kue atau desert. Gajinya lumayan untuk bertahan hidup selama sebulan, tetapi itu tidak cukup untuk Khaya jadi ia juga biasa mengajar les privat untuk anak SMA.
"Selamat siang menjelang sore, mau pesan apa?" tanya Khaya ramah, ia pun menampilkan senyum cantiknya.
"Ice Americano empat, dan crepe cake red velvet tiga," jawab pelanggan laki-laki itu, lalu tetap menunggu di depan pantry sampai pesanannya selesai dibuat.
Khaya mengangguk mengerti, lalu memberitahu pada rekan kerjanya untuk membuatkan kopi pelanggan tersebut, sementara ia yang akan menyiapkan empat piring crepe cake-nya. Dalam satu shift ada dua karyawan yang bekerja, dan total pekerja di Caffe Shop ini ada tiga orang.
Pelanggan kebanyakan pegawai kantoran atau mahasiswa yang menjadi pelanggan di sini, sesekali ada anak sekolah juga.
"Oiya, ditambah dengan waffle dengan madu satu," ujar pelanggan laki-laki itu lagi.
"Harap menunggu sebentar," ucap Khaya, setelah ia menyiapkan empat piring crepe cake-nya ia pun mengambil adonan waffle, memanggang adonan waffle tersebut kemudian menaruh di piring lalu menuangkan beberapa mili madu di atasnya.
"Ini pesanannya," ujar Khaya, ia pun mengetikkan sesuatu di komputernya, mentotal semua pesanan pelanggan tersebut. "Totalnya dua ratus delapan puluh satu ribu," kata Khaya setelah mengetahui hasilnya.
Laki-laki tersebut menyerahkan kartunya, tetapi itu bukan kartu kredit biasa karena kartu tersebut hanya ada beberapa unit di dunia, itu black card. Khaya yang melihat kartu tersebut hanya bisa tercengang, apakah ini tidak berlebihan, belanja kopi dengan black card? Waw, jiwa miskinnya langsung saja meronta-ronta.
Setelah membayar semua pesanannya, laki-laki tersebut membawa nampan berisi empat kopi, tiga cake, dan satu waffle pada meja yang sudah terisi oleh tiga orang laki-laki tampan. Ada Dimas di sana.
"Ini kartu lo." Laki-laki yang tadi memesan memberikan black card tersebut pada sang empu, si pemilik mata abu-abu. Siapa lagi kalau bukan Haven yang sempat menggemparkan kaum hawa di universitas Satu Persada, dan si pemesan namanya Hardi.
"Lo lihat tadi reaksi Khaya? Matanya berubah merah saat lihat kartu Haven." Bima bukan Sakti tertawa mengejek Khaya, ia menjadi seperti ini karena dulu laki-laki itu pernah ditolak oleh gadis yang sedang ia bicarakan hari ini. Entah bagaimana laki-laki itu bisa berteman dengan Haven.
Haven si pemilik kartu hanya bisa tersenyum miring, semua perempuan sama saja, sama-sama suka uang dan kemewahan. Btw, ini bukan kartu miliknya, tetapi kartu pemberian. Ia memang sudah bekerja tapi penghasilannya belum banyak, belum bisa membuat black card sendiri.
"Khaya emang cantik tapi sombong dan matre," lanjut Bima bukan Sakti masih menjelek-jelekkan Khaya Cantika, untung gadis itu tak mendengarnya.
Dimas ikut melirik pada Khaya sambil meminum kopinya. "Gimana kalau kita bertaruh?" tanya Dimas tiba-tiba, ia tersenyum miring. "Waktunya satu bulan, Haven harus bisa dapatin Khaya yang terkenal anti pacaran itu, bagaimana?" usulnya bejat. Entah kenapa Dimas bisa mengusulkan hal tak baik seperti itu.
"Boleh juga," timpal Bima bukan Sakti dan Hardi, lalu mereka bertiga menatap Haven yang ternyata sedang memperhatikan Khaya.
"Wow, kayaknya Haven bakal setuju nih," kata Dimas senang.
Haven memperhatikan kedua katingnnya, lalu menatap Hardi yang hanya mengangguk setuju.
Haven mengangguk-angguk kecil. "Okey, tapi apa yang bisa gue dapatkan setelah bisa macarin Khaya?" tanyanya serius.
"Gue kasih mobil Rolls-Royce yang baru gue beli," tawar Hardi enteng, sepertinya permainan yang akan diperankan oleh Haven ini akan menyenangkan.
"Waw Hardi!" sorak Dimas dan Bima bukan Sakti.
"Kalau gue ...." Dimas berpikir, ia tidak tahu mau memberi tawaran apa pada Haven, karena ia tahu kalau laki-laki itu sudah sangatlah kaya, bahkan Haven lebih kaya darinya. "Okey, uang sepuluh juta cukup?" tanyanya tak yakin.
"Gua juga taruh uang sepuluh juta deh," tawar Bima, ia yakin sih Haven akan menerima tawaran mereka semua, sebab Haven Stewart sangat suka dengan permainan.
"Deal," kata Haven menyetujui, ia menatap pada Khaya yang sedang sibuk melayani pelanggannya, lalu ter senyum miring. Haven menyetujuinya karena sangat ingin bermain-main dengan gadis yang terkenal anti pacaran itu, serta ia sudah tertarik dengan Khaya saat kedua mata mereka tak sengaja saling bertemu waktu di lapangan tadi.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments