Wanita taruhan

Wanita taruhan

Saling pandang

Eight year earlier. Jakarta, 23 may, 2022.

Universitas Satu Persada

"Sudahi belajarmu, dan marilah ikut bersamaku melihat maba-maba ganteng itu." Salah satu teman Khaya, namanya Freya, menarik-narik lengan Khaya yang sedang asyik-asyiknya membaca buku, mereka sekarang ini berada di perpustakaan.

"Di mana?" tanyanya basa-basi, Khaya terlihat tak peduli karena ia masih saja sibuk dengan tumpukan buku yang ada di depannya tanpa menoleh sedikit pun ke arah Freya.

"Di lapangan. Ada yang bilang kalau salah satu maba adiknya Kelvin," bisik Freya sambil melirik pada laki-laki yang tengah sibuk dengan bukunya.

Khaya menoleh pada Kelvin, laki-laki di depannya ini tengah fokus membaca buku, Kelvin ini memang benar-benar suka membaca, dia adalah seorang kutu buku sejati. Ia memukul pundak cowok itu dengan keras. "Lo punya adek?" tanya Khaya tak santai, ia juga dengan berani memukul Kelvin yang terkenal garang itu.

Kelvin meringis kesakitan seraya memegang pundaknya, korban pukulan maut dari Khaya. "Nggak usah bahas dia," kata Kelvin datar, ia tetap fokus pada bacaannya.

"Udah, nggak usah urusin dia, ayo cepat!" Freya menarik tangan Khaya. "Tolong beresin buku-buku Khaya ya, Vin!" Tak lupa Freya juga memberi perintah pada Kelvin, dan cowok itu hanya bisa menghela napas.

"Punya dua teman cewek, gini amat," kata Kelvin dalam hati, ia mendengkus kasar lalu menatap pada kedua gadis itu kemudian ia kembali membaca bukunya.

"Ayo cepat!" Di luar perpustakaan, Freya kembali menarik-narik lengan Khaya yang terlihat berjalan dengan pelan serta malas. "Nanti keburu masuk kelas. Apalagi kelasnya Pak Haechan si dosen killer tak ada duanya."

Pak Haechan : Pak Haekal Chandra

Khaya menghela napas lelah, ia sangatlah tidak berminat untuk melihat para mahasiswa baru itu sebenarnya, sebab itu juga bukan urusannya apalagi untuk melihat adik Kelvin yang digadang-gadang sangat ganteng itu 'kata Freya'. Lebih baik ia kembali belajar di perpustakaan bersama Kelvin, tetapi karena Freya adalah tukang paksa dan gadis itu juga tidak menerima penolakan maka jalan satu-satunya Khaya harus menemani Freya ke lapangan.

Namun, setelah ke lapangan ia akan pergi ke cafetaria untuk mengisi perutnya yang sudah keroncongan sedari tadi. Jarak lapangan dari cafetaria dekat, sementara perpustakaan ke cafetaria jauh, jadi sekalian saja bisa hemat waktu dan tenaga.

Khaya dan Freya sudah sampai di pinggir lapangan, suara sorak-sorai yang didominasi oleh kaum hawa menggema di seluruh lapangan, ada banyak mahasiswa di sana, sedang menyaksikan pertandingan basket antar mahasiswa baru

"Itu Haven, katanya sih adiknya Kelvin. Aaaaa ... ganteng banget!" teriak salah seorang mahasiswi, menunjuk pada salah satu mahasiswa yang sedang bertanding.

"Nggak ah, masih gantengan Kelvin ke mana-mana. Gue lihat dia cuma menang tinggi doang," balas mahasiswa lainnya yang meremehkan penampilan Haven. Mungkin dia salah satu anggota fanclub-nya Kelvin.

Mahasiswi pertama melihat kesal pada mahasiswi kedua. "Lo tuh nggak diajak, pergi sana, syuh ... Syuh ...," balasnya tak mau kalah, ia kembali menatap ke depan lalu bersorak ria untuk Haven.

Haven Stewart, mahasiswa baru dan dia dari New York. Perawakannya tinggi, 186 cm, mata tajam berwarna abu-abu dengan bulu mata lentik, jangan lupakan hidung mancungnya bak perosotan dengan dagu yang sedikit terbelah dua dan bibir pink yang tipis, juga jangan lupakan alisnya yang tebal, benar-benar titisan dewa dan dia ternyata adiknya Kelvin Stewart, si most wanted kampus ini.

Khaya yang tadinya malah fokus pada handphone-nya kini ikut menonton pertandingan basket tersebut, ia melihat seorang mahasiswa yang mendribble bola dengan mudahnya karena didukung oleh tubuhnya yang tinggi juga, mahasiswa itu lebih menonjol dari mahasiswa lainnya, mungkinkah dia Haven yang dimaksud oleh Freya? Dia juga memang sangat mirip dengan Kelvin, dan hanya warna bola mata mereka yang menjadi pembeda, Haven Stewart abu-abu dan Kelvin Stewart berwarna biru. Serta tampilan yang berbeda pula seperti Haven yang urakan dan Kelvin seperti pangeran.

Khaya menatap Haven biasa saja, tidak seperti Freya yang sudah sangat heboh di sampingnya. Menurut gadis itu, masih ganteng Kelvin daripada Haven. Khaya terus mengamati Haven, sampai pandangan mereka tak sengaja saling bertemu, tetapi hanya bertahan selama beberapa detik karena Khaya yang mengalihkan pandangannya terlebih dahulu.

Diam-diam, tanpa sepengetahuan Freya, Khaya pergi dari sana setelah ia mengalihkan pandangannya dari Haven yang ternyata sedang memperhatikannya juga. Lagi pula setelah ini ia ada kelas, tetapi sebelum itu ia pergi ke cafetaria dulu untuk makan siang. Setelah ia berjalan beberapa meter, akhirnya sampai juga, biasanya ia sangat malas ke sini karena tempatnya jauh dari kelas jadi ia lebih memilih ke perpustakaan untuk belajar atau sesekali membawa bekal.

Cafetaria sudah tidak ramai lagi, tetapi masih ada satu dua orang mahasiswa berlalu lalang. Khaya mengambil tempat duduk dan menaruh nampan berisi makanan berupa sate ayam dengan lontong dan minumannya hanya air putih biasa. Khaya Cantika itu anak kurang mampu, ia hanya memiliki sang ibu dan adik tanpa keluarga lainnya dan karena ia sangat pintar, sehingga bisa mendapat beasiswa full di kampus bergengsi ini. Serta ia sangat bersyukur bisa berteman dengan Freya dan Kelvin, mereka sama-sama berada di fakultas ekonomi.

"Khay, untung gue ketemu lo di sini." Nampak seorang laki-laki tengah ngos-ngosan akibat berlari tadi. Setelah laki-laki itu sudah mengendalikan diri ia pun berkata, "itu loh tugas yang dikasih Pak Haechan harus dikumpulin hari ini, mana kelasnya hampir mulai lagi," ucap laki-laki itu frustrasi, rambutnya ia acak dengan kesal. Laki-laki itu namanya adalah Dimas yang menjadi teman sekolompok Khaya.

"Lo tadi kenapa nggak angkat telepon gue? Tugasnya juga masih bentuk soft file lagi." Dimas menatap pada pergelangan tangannya yang terdapat jam tangan di sana, sepuluh menit lagi kelas Pak Haekal akan dimulai.

Tugas yang Dimas maksud ini adalah tugas kelompok membuat makalah tentang perkembangan atau penurunan ekonomi yang akan dihadapi Indonesia masa mendatang. Seharusnya tugas itu harus dikumpulkan satu Minggu lagi, tetapi tiba-tiba saja tadi Pak Haekal mengumumkan bahwa tugas tersebut harus dikumpulkan hari ini juga, yang akibatnya membuat para mahasiswa jurusan ekonomi pada ketar-ketir. Untungnya Dimas dan Khaya sudah membuat soft file-nya, tetapi mereka belum mem-photo copy-nya

Berbeda dengan Dimas yang frustrasi, Khaya malah terlihat asik-asik saja menghabiskan makanannya. Lalu setelah ia menghabiskan semuanya, Khaya berdiri dari tempatnya, mengantarkan nampan kotor tersebut ke penjaga cafetaria, ia meninggalkan Dimas yang sedang frustrasi.

Dimas menghampiri Khaya yang sudah mengembalikan nampan kotor pada penjaga cafetaria. "Kok lo santai aja, sih? Pak Haechan itu nggak bisa disepelein tahu nggak?!" Dimas malah memarahi Khaya. Laki-laki itu sudah benar-benar frustasi, karena ini sudah menyangkut tentang nilai.

Khaya menghela napas, ia membuka tas selempang lusuhnya lalu mengambil sesuatu, sesuatu yang membuat rusuh seluruh mahasiswa fakultas ekonomi, yaitu berkas tugas mereka.

Khaya menampilkan berkas tersebut di depan Dimas dengan raut wajah santainya. "Lo nggak usah marah-marah juga kali, pokoknya kalau gue yang handle pasti beres," ujarnya menyombongkan diri. "Oiya, ini ada 50 lembar, jangan lupa ganti uang gue nanti, ya?" Khaya menyerahkan makalah tersebut pada Dimas. Khaya ini selain pintar, dia juga realistis atau materialistis, ia nggak salah pilih jurusan.

Dimas mengambilnya dengan raut wajah senang, ia bersiul sesaat. "Nggak sia-sia gue sekelompok sama lo, pokoknya nanti gue bayar lebih deh." Karena terlampau senang, maka Dimas ingin memeluk gadis itu, tetapi Khaya menghindar, buat apa meluk segala, kan? Alhasil laki-laki itu hanya bisa memeluk angin. Dan Dimas yang sudah mengerti dengan sifat Khaya yang anti sosial atau tidak bisa didekati itu hanya bisa mengangguk pasrah lalu berjalan mengekori Khaya menuju kelas.

Seperti yang sudah diperkirakan, seluruh penghuni kelas kisruh apalagi saat Khaya sudah mengambil tempat duduk seorang laki-laki paruh baya pun masuk ke kelas tersebut. Dia adalah Pak Haekal Chandra, yang biasanya nama beliau disingkat oleh para mahasiswa menjadi Pak Haechan, bukan Haechan neng Siti, ya.

Mereka semua disuruh untuk mengumpulkan tugasnya, tetapi hanya empat kelompok yang mengumpulkan, termasuk kelompok Khaya dan Kelvin.

"Tugas kelompok lain di mana?!" tanya Pak Haekal marah, dan para mahasiswa lain yang tidak mengumpulkan pun memberikan alasan bermacam-macam. "Kalian tidak usah banyak alasan, ya. Saya tahu ini mendadak, tapi tugasnya sudah saya berikan satu Minggu yang lalu, seharusnya sudah selesai. Itulah pentingnya menghargai waktu, mengerjakan tugas itu tidak bisa tunda-tunda! Selain empat kelompok tadi, kalian saya beri nilai nol selama semester ini!" putusnya tak main-main, yang membuat seisi kelas seketika geger.

Lalu Pak Haekal Chandra pun memulai pembelajaran hari ini, setelah laki-laki paruh baya itu berhasil menenangkan para mahasiswanya.

***

"Gila, Pak Haechan kalau udah marah nggak main-main." Freya bergidik ngeri. "Untung gue sekelompok sama Kelvin, jadi cepat selesai deh," ucapnya lega.

Freya dan Khaya berjalan menyusuri koridor gedung kampus fakultas ekonomi, kelas Pak Haekal selesai beberapa menit yang lalu dan sekarang jarum jam sudah menunjukkan pukul dua siang. Khaya sudah ingin pulang karena setelah ini ia masih harus bekerja, walaupun Khaya dapat beasiswa, tetapi ia masih harus bekerja, kan? Ia masih punya adik dan ibu untuk dibiayai serta membayar hutang almarhum ayahnya juga, jadi ia tidak mungkin bisa berleha-leha walaupun hanya satu hari saja.

Namun, Freya masih belum mau pulang karena gadis itu masih ada kelas jam tiga sore nanti. Walaupun mereka sama fakultas, tetapi beda jam masuk dan pulang. Apalagi Freya juga ada kelas tambahan dan menjadi anggota organisasi juga.

Khaya merangkul pundak Freya dengan erat. "Lo jadikan aja pembelajaran hari ini. Lain kali jangan nunda-nunda tugas, siapa tahu ada pak Haechan kedua," kata Khaya serius, tetapi diakhiri dengan candaan.

Freya membalas rangkulan Khaya seraya mengangguk setuju. "Iya, ngeri banget, selama satu semester nggak dapat nilai. Mereka bakal ngelakuin apa, ya?"

"Asli, mungkin Pak Haechan bakal disuap, haha ...!" ujar Khaya asal, ia tertawa diikuti oleh Freya yang juga tertawa.

"Omong-omong Kelvin mana? Mau nebeng pulang soale," ucap Khaya, karena tadi Kelvin sudah memberitahu kalau mereka pulang bersama saja.

Raut wajah Freya berubah. "Pulang duluan tadi, ada urusan katanya," ujarnya kesal.

"Lo kenapa sih?" Khaya yang sempat melihat perubahan raut wajah Freya pun bertanya.

"Nggak ada," jawab Freya lalu belok kanan, karena mereka sudah berada di luar gedung kampus fakultas ekonomi.

Khaya menaikkan kedua bahunya, lalu belok kiri menuju gerbang. Ia ke halte untuk menunggu bus yang beberapa menit lagi tiba. Khaya bekerja paruh waktu di caffe shop, ia mengambil kuliah pagi sampai siang, lalu sorenya pergi bekerja sampai sekitar jam sembilan malam baru pulang. Ia juga mengajar les matematika dan bahasa Inggris untuk anak SMA.

Khaya duduk tenang sendirian di halte, tanpa tahu kalau seseorang sedang memperhatikannya.

Bersambung ....

Terinspirasi dari kisah nyata seseorang 😶

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!