Benar saja, jam dua siang setelah Haven menyelesaikan seluruh pekerjaannya, ia mengendarai motornya menuju cafe Shop tempat Khaya bekerja. Laki-laki itu tidak tahu apa yang harus dikerjakan setelah ini, jadi mending ia pergi menemui Khaya sekaligus minum kopi dan makan waffle di sana. Lagipula, ia juga mau agar bisa membuat hati Khaya cepat luluh.
Haven beruntung hari ini, sebab Khaya ternyata masih bekerja. Haven tersenyum kecil lalu menghampiri Khaya yang sedang bertugas menjadi kasir.
"Halo," Haven dengan senyumannya melambai-lambai kecil pada Khaya yang sudah sedari tadi menghela napas saat baru melihatnya.
Khaya berusaha tersenyum pada Haven, bagaimana pun laki-laki itu adalah pelanggan jadi ia harus profesional—selalu tersenyum— tanpa mementingkan egonya. Kenapa Khaya bisa marah pada Haven? Ya, karena tadi malam laki-laki itu mengendarai motornya ugal-ugalan seperti pembalap apalagi tadi pagi ia diberondong pesan tak berbobot dari Haven, dan Khaya sudah benar-benar jengkel pada laki-laki itu.
"Mau pesan apa?" tanya Khaya dengan senyum paksanya.
"Kayak kemarin," kata Haven, ia terus menatap Khaya dengan tatapan yang tak bisa diartikan.
"Apa?" Khaya bingung, emang kemarin Haven pernah ke sini? Ia tidak melihat laki-laki itu sih, atau bisa saja Haven ke sini pagi-pagi di saat ia tidak datang bekerja.
"Ha?" Haven terlihat kebingungan juga, ia menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. "Ah ...!" Ia baru ingat, kemarin Hardi yang memesan. "Iced americano dan waffle pakai madu."
Khaya menatap aneh pada Haven yang sempat kebingungan, ternyata laki-laki itu bisa lemot juga. Lalu, ia pun memberitahu Putri untuk segera membuat kopinya dan ia yang membuat waffle-nya.
"Ini pesanannya, totalnya tiga puluh ribu, ya?" kata Khaya sambil menatap Haven yang sedang mengambil dompet dan mengeluarkan sebuah black card dari sana kemudian menyerahkannya pada Khaya.
Ada apa ini? Dari kemarin Khaya juga mendapati seorang pelanggan yang membayar dengan black card, apakah itu tandanya ia akan segera menjadi orang kaya kembali. Siapa tahu kehidupannya sekarang ini hanyalah sebuah mimpinya semata? Ya, Khaya juga berharap begitu.
Khaya menyerahkan kembali kartu beserta struk pembayaran pada Haven, dan laki-laki itu tanpa berkata-kata lagi berlalu dari sana mencari tempat duduk paling pojok, Haven tidak suka dengan keramaian apalagi sekarang ini banyak orang yang terang-terangan memperhatikannya.
Setelah melihat Haven yang sudah tidak ada di depan kasir, dan tidak ada lagi pelanggan yang ingin memesan, Putri pun menghampiri Khaya yang sedang me lap pantry yang basah tadi.
"Ya ya ya, dia siapa? Lo kenal kan, Khay?" tanya Putri heboh, maklum, dia suka sama bule, bahkan impiannya mau nikah sama bule dan tinggal di luar negeri, seperti kebanyakan pribumi yang menikahi WNA, apalagi tadi ia malah melihat Haven yang tingkat kegantengannya jangan ditanya. "Ma Syaa Allah ganteng banget." Putri menumpukan tangan pada dagunya di atas pantry sambil melihat pada Haven seraya senyum-senyum tak jelas.
Khaya langsung saja menoleh ke arah Putri. "Jangan mau ditipu sama tampilannya." Khaya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan raut wajah ngeri seraya menatap Putri.
"Kenapa?" Putri menatap Khaya heran, tetapi kemudian ia kembali menatap pada Haven yang sedang sibuk pada makanannya.
"Euhh ... orangnya tengil, jauh-jauh deh dari dia." Khaya memperingati Putri dengan raut wajah tak biasanya.
"Wah beneran? Berarti lo kenal banget ya, sama dia? Kok lo punya banyak teman yang ganteng sih, Khay, kenalin gue sama mereka dong," kata Putri, ia sudah memegang tangan Khaya, memohon. "Siapa tahu salah satu teman lo jodoh gue, hehe ...."
"Lo tuh kenapa sih Put? Baru gue tahu kalau lo itu ternyata genit." Khaya melepaskan tangannya dari genggaman tangan Putri. "Udah ah, gue mau pulang. Setelah ini, gue mau ngajar les bahasa Inggris, jam kerja gue udah dari tadi selesai."
"Tapi, Lena yang mau gantiin gue di mana, ya? Lama banget datangnya!" lanjut Khaya kesal. Cafe Shop ini hanya ada tiga pekerja, Khaya dan Lena berganti shift karena mereka yang kuliah serta Putri yang kerja full time di sini, tetapi ini sudah jam dua dan Lena belum datang juga untuk menggantikannya.
"Udah, pergi aja, biar gue sendiri yang handle, lagian udah nggak banyak pelanggan lagi kok. Mungkin Lena bentar lagi dateng." Putri menatap Khaya, ia salut pada gadis itu karena bisa kerja sambil kuliah tidak seperti dirinya yang tidak bisa melanjutkan sekolahnya.
"Wah ... makasih Put." Khaya tersenyum senang lalu pergi ke ruang istirahat untuk para pekerja, ingin mengganti baju serta mengambil barang-barangnya.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments