Dewa menatap Nana dengan serius, tetapi wanita itu malah tersenyum cengengesan seperti tidak ada yang terjadi.
"Kenapa Dewa? Kamu melihat ku seperti itu membuat ku jadi bingung. Apa sesuatu terjadi dengan mu?".
"Tidak" jawab Dewa. "Lalu kenapa kamu masih berada di rumah ku? Bukankah aku sudah menyuruh mu pergi dan kamu masih berada disini".
"Hehehehe... Maafkan aku Dewa, tapi aku benar-benar tidak memiliki tempat tujuan sekarang ini. Jadi tolonglah mengerti aku Dewa, tolong izinkan aku tinggal dirumah mu untuk sementara waktu saja".
"Tidak bisa" Dewa lalu pergi meninggalkan Nana melanjutkan langkahnya kembali menuju meja makan. Disana ia melihat beberapa hidangan tersaji dengan sangat rapi diatas meja, kemudian ia mendudukkan diri dan saat itu juga Nana berada di hadapannya dengan senyum manis. "Apa yang kamu lakukan disitu?" nada suara Dewa terdengar begitu sangat ketus.
"Apa aku salah jika aku duduk disini menemani mu Dewa? Ayolah, tidak usah sungkan seperti itu dan cobalah hidangan yang ini, aku yakin kamu pasti sangat menyukainya karna aku sendiri yang menyiapkan hidangan ini untuk mu hehehehe".
Dewa terdiam membuat ia tidak nafsu makan lagi.
"Jangan jadi bengong seperti itu Dewa. Ayo di coba, nanti hidangan ini keburu dingi...
DDDRREEETTT...
"Kamu mau kemana Dewa?" Nana kaget saat Dewa mengeser kursi duduknya hendak mau pergi dari sana. "Kamu tidak jadi makan? Aku sudah bersusah payah membuatnya untuk mu Dewa. Ayolah, coba sedikit saja mmmm.. Please, jangan sia-siakan aku sudah bersusah paya membuat ini untuk mu".
Tetap tidak perduli, Dewa langsung pergi begitu saja membuat Nana merasa sedih kalau Dewa tidak bisa menghargai masakan yang sudah bersusah paya ia buat.
"Hhhmmss.. Ck, aku pikir Dewa akan melahapnya dengan sangat lahap karna aku sudah bersusah payah membuat ini semua hanya untuk dirinya. Tapi dia malah pergi begitu saja dan ini membuat ku sakit hati" Nana menatap punggung sang Dewa yang sudah menjauh dari arah pandangan matanya.
Hingga sore hari tiba, Nana berada di dalam kamarnya dan sedang asik mengerjakan berkas yang kemarin Dela berikan kepadanya karna besok pagi Dewa akan membawanya meeting di luar negeri. Namun ada beberapa hal penting yang kurang Nana mengerti, ia tidak akan bisa selesai, jika ia tidak bertanya langsung kepada Dewa meskipun nantinya Dewa bisa saja tidak mau membantunya, tapi ada baiknya ia bertanya sekarang juga.
Tok... Tok...
"Dewa, ini aku Nana. Boleh aku masuk? Ini menyangkut pekerjaan yang akan kamu bawa besok pagi ke luar negeri".
Tidak ada jawaban.
"Apa kamu tidak ada di dalam san..
Ceklek!
Dewa membuka pintu melihat Nana berdiri dihadapannya dengan berkas yang berada di tangan kanannya.
"Kenapa berkas itu ada pada mu?".
"Iya, kemarin mbak Dela yang memberinya kepada ku. Katanya besok kamu akan membawa dokumen ini ke luar negeri, karna itu aku datang kemari untuk bertanya ada beberapa hal penting yang kurang aku pahami. Bisakah kamu membantu ku?".
"Masuklah".
Lalu Dewa menyambar ponselnya, kemudian menghubungi nomor ponsel Dela yang langsung di jawab olehnya.
"Kenapa? Apa sekarang kamu menyesali setelah apa yang kamu lakukan terhadap ku?" Dela tersenyum mengejek. "Baiklah, untuk kali ini aku akan memaafkan kamu Dewa. Tapi bukan untuk lain kali, jika kejadian itu terulang lagi, aku tidak akan pernah memaafkan kamu. Sekarang temui aku di apartemen ku, mari kita selesaikan ini dengan baik-baik, aku akan menunggu mu".
Dewa menarik nafas panjang, ia terlihat begitu sangat jengkel mendengar kata-kata yang baru saja keluar dari mulut Dela.
"Apa sekarang kamu sudah berani melawan ku Dela?".
Deng!
Nada suara Dewa terdengar sangar dan Nana yang mendengarnya langsung terdiam sembari mendengar keduanya berbicara di vie telpon tersebut.
"Maksud kamu Dewa? Kamu sedang bicara apa?".
"Berkas yang kemarin aku berikan kepada mu untuk aku bawa meeting di luar negeri. Kenapa bisa ada di tangan sekretaris ku?".
Dela pun langsung terdiam.
"Kenapa bisa ada padanya?" suara Dewa semakin meninggi. "Bukankah sudah aku katakan kepada mu agar kamu sendiri yang menyelesaikan berkas tersebut? Tapi kamu malah memberikan kepada dia? Apa kamu sudah bosan berkerja sama dengan ku?".
Dela semakin ketakutan hanya mendengar dari suara Dewa saja, ia yakin kalau pria itu sedang marah besar dan ia jadi bingung apa yang harus ia lakukan agar Dewa tidak marah seperti itu kepadanya.
"Maaf! Maafkan aku Dewa. Aku juga tidak bermaksud menyuruh sekretaris itu mengerjakan berkas yang kamu berikan kepada ku. Saat itu.. Saat itu aku hanya butuh bantuannya saja, tapi...
"Tapi apa? Apa kamu sedang berusaha membodohi ku?".
"Tidak Dewa, aku sama sekali tidak bermaksud membodohi mu. Aku.. Aku..
Tut.. Tut.. Tut..
Secara sepihak Dewa mematikan ponselnya, ia lalu melihat Nana yang langsung mengalihkan arah pandangan matanya agar matanya tidak bertemu dengan Dewa.
"A-aku tidak tau apa-apa Dewa! Aku hanya menuruti perintah mbak Dela saja. Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa cek cctv karna bukan aku yang memintanya melainkan mbak Dela sendiri yang memberikan kepada ku".
Dewa mendudukkan diri di hadapan Nana, ia menatapnya begitu sangat tajam sampai-sampai Nana tidak berani untuk menatapnya saja.
"Sekarang katakan, di bagian mana yang tidak kamu mengerti?".
"Hhhmm?" Nana sedikit terkejut, ia lalu mengangkat wajahnya menatap Dewa yang sedang melihatnya dengan wajah serius. "Ka-kamu tidak sedang marah kan?".
"Jangan buat aku mengulangi pertanyaan ku lagi. Cepat katakan, aku tidak punya waktu berlama-lama melihat mu disini".
Nana tersenyum senang, "Baiklah kalau begitu. Aku akan menunjukkannya kepada mu dan ini dia.. Bagian ini, bagian ini yang sangat kurang aku pahami Dewa dan juga yang ini. Tolong bantu aku menyelesaikannya".
Dewa pun segera memberitahunya dan Nana begitu sangat serius mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibir Dewa hingga keduanya hanya membutuhkan waktu 20 menit saja untuk menyelesaikan berkas tersebut sampai akhirnya selesai.
"Wah, ini sangat hebat sekali. Kamu benar-benar... Hehehehe, maaf jika aku berlebihan Dewa. Kalau begitu aku akan keluar, oh iya kamu jangan lupa makan malam yah. Tadi siang kamu tidak jadi makan, aku harap kamu tidak akan melewatkan makan malam mu ok?".
Dewa tidak menjawabnya, ia memilih diam sambil bermain dengan ponselnya.
"Ya sudah, aku permisi dulu".
Begitu Nana keluar, Dewa mengangkat wajahnya menatap punggung Nana yang sudah menghilang diambang pintu. Setelah itu ia bangkit berdiri dan menerima panggilan dari seseorang rekan bisnisnya yang berada di luar negeri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments