Bab 7

Setelah Nana selesai bekerja, ia segera kembali pulang kerumah. Namun sebelum ia pulang kerumah, ia membeli sesuatu dulu untuk makan malamnya.

DDDDRRRTTT... DDDDRRRTTT...

"Iya Thomas?".

"Kamu dimana? Kita bisa bertemu sebentar? Ada hal penting yang ingin aku bicarakan dengan mu".

"Baiklah, aku akan kesana sekarang juga. Beritahu aku dimana?".

"Di jalan xx. Aku akan menunggu mu disana".

"Oooo" Nana pun segera kesana tanpa berniat membeli makan malamnya lagi karna Thomas sudah memintanya untuk segara datang. Hingga ia tiba disana, ia pun langsung melihat Thomas tengah menunggunya di depan pintu mobilnya.

"Kamu sudah datang?".

"Ya, ada apa?".

"Nanti aku akan memberitahu, sekarang masuklah ke dalam mobil ku".

Nana lalu masuk ke dalam mobil begitu juga dengan Thomas, dan keduanya saling melihat secara bersamaan.

"Kita mau kemana?" tanya Nana.

"Kerumah Dewa".

"Apa?" Nana terlihat bingung. "Kenapa? Kenapa kita harus kesana? Apa yang terjadi dengannya? Dia baik-baik saja?".

Thomas tersenyum, "Mmmm, dia baik-baik saja. Tapi saat ini.. Dia..

"Dia kenapa? Kamu membuat ku khawatir. Dia benar-benar baik-baik saja kan?".

"Kamu mengkhawatirkan dia atau benar-benar sangat mengkhawatirkan dia?".

"Hhhmm?".

"Kenapa?" melihat dari mimik wajah Nana, Thomas menebak kalau Nana terlihat begitu sangat khawatir, itu artinya ia yakin kalau Nana pasti ada perasaan dengannya. Namun Nana tidak berani menjawab dan ia memilih diam saja.

Dan sekarang mereka telah tiba disana, keduanya langsung keluar dari dalam mobil melihat Mension sang Dewa begitu sangat megah berdesain ala eropa.

"Wah, apakah ini kediaman tuan Dewa?".

"Ya, ayo masuk".

Thomas berjalan duluan masuk ke dalam rumah diikuti Nana dari belakang, lalu keduanya melihat Dewa tengah menuruni anak tangga membuat Thomas langsung memanggil namanya.

"Ada apa kamu kemari?" Dewa melihat Thomas datang bersama dengan Nana sekretarisnya. Kemudian ia melihat Nana tersenyum ramah seperti biasanya.

"Bagaimana keadaan tuan saat ini? Saya khawatir kalau tuan Dewa jatuh sakit karena hari ini tuan Dewa tidak masuk berkerja".

"Aku baik-baik saja seperti yang kalian lihat sekarang ini" Dewa berjalan kearah sofa, ia mendudukkan diri begitu juga dengan keduanya. "Terus, kenapa kamu membawanya kemari? Aku sedang tidak ingin di ganggu oleh siapa pun".

"Mulai hari ini dia akan tinggal dirumah ini. Semoga kamu tidak akan keberatan".

"Apa?" Dewa tertawa sumbang. "Aku tidak membutuhkan siapapun ada dirumah ku, bawa saja dia pergi".

Nana melihat Thomas, "Kenapa kamu berkata seperti itu kepadanya? Aku tidak mengatakan kalau aku akan tinggal dirumah ini. Tapi kenapa kamu mengatakan yang tidak aku katakan?".

Thomas terdiam tidak menjawab, ia malah melirik jam tangannya melihat jam sudah menunjukkan pukul 9 malam.

"Nana" panggilnya. "Tinggallah disini untuk sementara waktu, aku harus pergi".

"Apa? Tapi...

"Aku pulang dulu. Dan satu lagi, tidak usah bersikap formal kepadanya saat kalian berada diluar kantor".

Dan sekarang tinggallah kedua orang itu, Dewa lalu menatap Nana, tetapi Nana yang sedang ditatap olehnya tidak bisa berkata apapun selain menundukkan kepala. Hingga beberapa menit berlalu, Nana memberanikan diri mengangkat wajahnya menatap Dewa yang sedang menatapnya saat itu juga.

"A-aku tidak tau apa-apa tuan, aku hanya menuruti permintaan Thomas saat dia mengajak ku bertemu" ucap Nana dengan jujur, tetapi Dewa tidak mengatakan apa-apa, ia hanya diam saja mendengar apa yang baru saja Nana ucapkan. "Aku mengatakan yang sebenarnya, aku tidak berbohong, aku benar-benar tidak berbohong".

Lalu Dewa bangkit berdiri, setelah itu ia pergi begitu saja meninggalkan Nana yang sedang dilanda kebingungan dengan sikap sang Dewa yang hampir 99 persen berubah.

"Ada apa dengannya? Tiba-tiba dia terlihat menakutkan sekali" kemudian Nana memandangi sekitar tempat ia duduk saat ini, ia melihat rumah tersebut begitu sangat nyaman dan juga ia sangat menyukai rumah tersebut. "Terus apa yang akan aku lakukan? Tidak mungkin aku hanya duduk diam saja diatas sofa ini? Dan juga perut ku terasa lapar meminta untuk segera di isi".

Nana bangkit berdiri, ia melangkah entah kemana kedua kakinya akan membawanya pergi. Namun karena rumah sang Dewa yang begitu sangat luas, ia tidak bisa menemukan suatu atau ia menemukan dapur untuk ia bisa makan.

"Astaga! Sepertinya aku sedang tersesat. Aku bukannya menemukan dapur tetapi malah berada di tempat" Nana melihat ruangan tersebut seperti ruangan yang begitu sangat jarang digunakan. "Ini tempat apa yah? Kenapa aku merasakan sesuatu yang berbed... Aaakkhh" tiba-tiba Nana terpeleset jatuh di atas lantai merasa sakit di bagian pinggangnya.

"Ini sangat sakit sekali aakkhhh" ia berusaha bangkit berdiri, dan saat ia bangkit berdiri tiba-tiba Nana melihat bayangan seseorang membuat ia ketakutan membulatkan kedua matanya.

"Tidak! Tidak! Aku tidak melakukan apa-apa, aku benar-benar tidak melakukan apa-apa, aku hanya tersesat saja bisa sampai disini. Tolong jangan sakiti aku, aku mohon tolong jangan sakiti aku" Nana memohon menyatukan kedua tangannya sembari memutar tubuhnya bersujud dibawah kaki bayangan tersebut hingga Nana melihat keatas.

"Apa yang sedang kamu lakukan disini?" orang itu adalah Dewa, Dewa yang tengah berdiri tepat di hadapan Nana dengan wajah datar dan suara sangar. Tetapi Nana tidak menjawabnya, ia malah merasakan sekujur tubuhnya bergetar tak karuan membuat ia hanya bisa membisu dengan mata berkaca-kaca. "Apa kamu tidak mendengar ku?".

"A-aku minta maaf tuan, a-aku benar-benar minta maaf. Aku tidak bermaksud hal lain, aku hanya hiks.. hiks.." akhirnya Nana menumpahkan air matanya. "Tolong maafkan aku tuan, aku sudah katakan kalau aku tidak bermaksud macam-macam atau...

Dewa mendudukkan diri diatas sofa usang tersebut, ia lalu mengeluarkan sebatang rokok dan langsung menghisap di hadapan Nana dengan wajah datar dan itu membuat Nana bertanya-tanya dalam hati ada apa dengan Dewa, kenapa ia melihat Dewa yang begitu sangat berubah.

Setelah itu Dewa menatap Nana, ia beberapa kali membuat asap rokoknya tepat ia wajah Nana membuat ia terbatuk-batuk akibat asap tersebut.

"Berani sekali kamu bisa berada disini?".

"Ya Tuhan, aku mengatakan yang sebenarnya tuan, aku tidak...

"Berhenti!" Dewa membuang puntung rokoknya dan berjongkok di hadapan Nana sembari menarik dagunya menatap kedua manik mata Nana dengan tajam. "Karna kamu sudah berani menginjakkan kaki disini, maka..." Dewa berhenti, air mata Nana terus menerus mengalir meminta maaf agar Dewa tidak marah menakutkan seperti itu. "Air mata mu tidak ada artinya bagi ku, kesalahan yang sudah kamu lakukan harus kamu bayar dengan".

"Aaarrrkkkhh!".

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!