Bab 9

Esok pagi harinya, Nana sedang bersiap-siap berangkat ke kantor melihat Dewa sedang berada di taman belakang memberikan binatang peliharaannya makan. Nana lalu tersenyum, ia merasa kalau Dewa hari ini jauh lebih baik dari yang semalam.

"Jam berapa sekarang? Aku harus buru-buru, nanti aku bisa terlambat" Nana keluar dari dalam kamar dan segera menuruni anak tangga, namun saat ia tiba di lantai bawah, ia mengingat Dewa yang sedang di taman membuat ia berniat untuk permisi sebelum ia pergi.

Kemudian Nana menghampiri Dewa di belakang, ia melihat Dewa masih asik memberikan binatang-binatang peliharaannya itu makan.

"Selamat pagi Dewa!" Nana tersenyum manis.

Lalu Dewa meliriknya dengan sekilas. Setelah itu ia kembali memberikan binatang itu makan.

Nana lalu berjalan semakin mendekat, "Wah, ternyata kamu pencinta binatang juga yah sampai-sampai kamu memelihara binatang sebanyak ini dan juga ikh.. Kelinci ini sangat imut sekali Dewa, aku menyukainya hehehehe" Nana melihat Dewa, ia melihat pria itu sama sekali tidak tertarik mendengar apa yang baru saja Nana ucapkan.

"Kenapa kamu masih disini? Pergilah dan jangan ganggu aku".

"Ck, aku tidak menganggu mu Dewa, aku hanya.. Kelinci ini sangat imut sekali dan aku menyukainya".

Dewa tidak ingin mendengarkan Nana, ia memilih pergi dari sana dan membiarkan Nana bicara sendiri seperti orang gila.

"Dan juga... Loh, dia pergi kemana?" Nana lalu melihat punggung Dewa menjauh darinya pergi dari sana. "Ternyata dia sudah pergi, hhmmsss.. Aku pikir dia akan kembali seperti biasanya" Nana pun segera pergi dari sana dan ia tidak memiliki waktu banyak lagi.

Hingga Nana tiba di kantor ia langsung melihat Dela menunggunya dengan beberapa berkas tergeletak diatas mejanya.

"Kamu baru datang? Sudah jam berapa ini?".

"Maaf mbak, tadi jalan macet".

"Harusnya kamu itu tau mengatur jadwal keberangkatan mu. Ini sudah jam 8 lewat tapi kamu baru tiba. Ckckck, bagaimana kalau sampai Dewa tau kalau sekretarisnya malah bersantai-santai, dia akan memecat mu dari sini sama seperti sekretaris dia sebelumnya".

Nana terdiam menyimak perkataan Dela kalau Dewa baru saja memecat sekretaris lamanya hanya karna kesalahan terlambat.

"Maaf mbak, kedepannya saya tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi".

"Bagus kalau kamu mengerti, sekarang kamu urus dokumentasi ini. Hari senin Dewa akan membawa meeting keluar negeri, jadi saya harap kamu berhati-hati, kalau tidak, satu kesalahan saja kamu lakukan, semuanya akan terkena dampaknya. Kamu mengerti?".

"Baik mbak, saya mengerti".

"Bagus, kerjakan mulai dari sekarang".

Begitu Dela pergi, Nana menaruh tasnya diatas meja dan langsung mendudukkan diri diatas kursi sembari menarik nafas panjang menatap dokumentasi tersebut.

"Sejak dari dulu aku tidak pernah bercita-cita menjadi sekertaris. Tapi jalan hidup ku malah seperti ini, dan aku selalu mendapatkan pekerjaan yang begitu sangat rumit. Aaakkhh, rasanya sangat melelahkan sekali" namun meski demikian, Nana tetap melaksanakan pekerjaan yang Dela perintahkan untuknya hingga jam makan siang tiba. Nana lalu memijit tengkuk lehernya dengan wajah letih.

"Permisi, manager saya meminta agar kamu menandatangani berkas ini sebagai tanda persetujuan kalau...

"Kamu!" Nana menghentikan si pria tersebut, pria yang kemarin pernah satu lift dengan Nana yang membuat ia sangat ketakutan. Tetapi pria itu hanya diam saja tanpa ekspresi dan meminta Nana agar segera menandatangani.

Tidak lama setelah Nana memberikan tanda tangannya, si pria itu langsung pergi meninggalkan meja kerja Nana dan Nana yang asik memperhatikan si pria tersebut, tiba-tiba ia menghentikan langkah kakinya dan sedikit melirik kepada Nana dengan senyum tipis, namun senyuman itu bukanlah senyuman seperti bisanya orang memberikan hormat, tetapi senyuman pria itu begitu sangat menakutkan sehingga Nana merasakan sekujur tubuhnya merinding.

"Astaga! Siapa pria itu sebenarnya? Kenapa dia sangat menakutkan sekali sampai aku dibuat merinding" Nana membereskan meja kerjanya, lalu membawa dokumentasi tersebut kembali pulang ke rumah kontrakannya karna hari ini ia hanya bekerja setengah hari saja.

Hingga Nana tiba dirumah, ia melihat rumahnya tampak asing dari kemarin ia tinggalkan, ia merasa kalau rumahnya seperti sedang dibongkar oleh orang yang tidak ia tau siapa dan juga letak posisi bingkai foto orang tuanya bergeser dan itu membuat ia semakin yakin kalau orang lain masuk ke dalam sana.

"Ya Tuhan, ada apa ini? Kenapa..." Nana melihat sekelilingnya. "Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang berani melakukan ini? Aku tidak tau apa-apa dengan Indonesia tapi kenapa mereka meneror ku".

Nana mengeluarkan ponselnya dan langsung menghubungi nomor Thomas, tetapi Thomas tidak menjawabnya dan memilih menghubungi nomor ponsel Dewa karna dia tidak tau lagi siapa yang akan ia hubungi. Namun hasilnya sama seperti Thomas, Dewa juga tidak menjawab ponselnya.

"Ck, kenapa mereka tidak menjawab ponselnya?" Nana melihat seisi rumahnya kembali. "Aku jadi takut, aku takut kalau seseorang tiba-tiba masuk datang kemari" setelah itu Nana keluar dari rumahnya dan membawa beberapa pakaian pergi dari sana menuju istana rumah sang Dewa.

Hingga ia tiba dirumah itu, ia langsung keluar dari dalam taksi membawa beberapa barang miliknya masuk ke dalam. Kemudian Nana bertanya kepada salah satu pelayan dimana keberadaan Dewa sekarang ini berada, tetapi mereka tidak tau dimana keberadaan tuanya itu dan Nana tidak berani masuk ke dalam kamar yang tadi malam ia tinggali.

Dan sekarang Nana memilih menunggu di sofa sampai Dewa kembali. Lalu mengeluarkan ponselnya itu lagi menghubungi nomor ponsel Dewa, namun lagi-lagi Dewa tidak menjawabnya dan Nana bertanya-tanya dalam hati dimana Dewa sekarang ini berada.

Kemudian Nana mengingat kejadian semalam dimana Dewa menjawab panggilan dari seseorang yang tidak ia tau siapa orang itu.

"Apa dia pergi kesana? Tapi kemana?" dengan rasa penasaran, Nana mengulangi memanggil ponsel Dewa, dan hasilnya masih sama seperti sebelumnya. "Ck, aku jadi penasaran kemana dia pergi. Tapi dirumah ini tidak satu orang pun yang tau dimana keberadaannya sekarang ini".

Hingga malam hari tiba, Nana melihat jam menunjukkan pukul 9 malam. Tetapi orang yang ia tunggu tak kunjung kembali pulang.

"Maaf nona, sebaiknya nona menunggu di dalam kamar saja. Jika tuan Dewa melihat tamu tidur disini, beliau akan marah besar dan bisa saja langsung memecat kami nona" ucap salah satunya menyuruh Nana.

"Iya, tapi bagaimana kalau dia marah karna saya sudah berani secara lancang masuk begitu saja kerumah ini? Karna itu saya memilih menunggu disini".

"Tidak apa-apa nona, tuan Dewa tidak akan merah kalau tamu. Tuan Dewa akan marah jika melihat tamu tidur di sofa ini bersama dengan barang-barang yang nona bawa".

Nana melihatnya, "Baiklah kalau begitu".

"Mari ikut saya nona".

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!