Dewa membalasnya dengan senyuman, "Seperti yang ada lihat sekarang. Aku baik-baik saja" pria itu adalah teman masa kuliah ayahnya Dewa sewaktu berada di New York.
"Baguslah kalau begitu hahahaha.. Ayo".
"Mari, silahkan" angguk Dewa berjalan di sebelahnya memasuki lift khusus tamu undangan sampai mereka tiba di ruang meeting. Lalu mereka melihat, kursi ruangan meeting tersebut telah sebagai terisi melihat kepada mereka dengan senyuman.
"Selamat pagi semuanya" ucap si pria yang datang bersama dengan Dewa.
"Pagi" balas mereka. "Silahkan duduk".
Kemudian salah satu dari client itu berjalan menghampiri Dewa duduk disebelahnya dengan senyum mengembang di wajahnya.
"Permisi! Apa benar saja bicara dengan Dewa?".
Dewa langsung melihatnya dengan kening mengerut, "Ya? Kamu siapa?".
Ia tertawa senang, "Ternyata saya benar. Hallo, saya pak Budin orang yang selama ini mengagumi anda melalui media sosial, dan akhirnya saya bisa juga bertemu dengan anda secara langsung. Saya benar-benar sangat senang sekali" si pria itu mengeluarkan sesuatu dari dalam jasnya memberikan di tangan Dewa.
"Ini apa?".
"Undangan" jawabnya. "Nanti malam adalah acara anniversary saya dengan istri. Saya harap anda bisa hadir sekalian ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan anda".
Dewa menatap undangan tersebut, tidak lama setelah itu pemimpin yang akan membawakan meeting mereka tiba disana membuat semua client yang hadir langsung terdiam melihat si pemimpin.
Hingga hampir 2 jam lamanya mereka berada disana, akhirnya meeting tersebut selesai, para tamu itu pun segera pergi meninggalkan ruang meeting. Kemudian pak Budin kembali menghampiri Dewa melihat Nana berada disebelahnya.
"Saya harap anda bisa hadir di acara itu. Permisi!".
Dengan rasa penasaran Nana bertanya, "Ada apa? Dia terlihat begitu sangat menyukai mu".
"Tidak ada apa-apa" Dewa tidak memberitahu Nana, keduanya lalu pergi dari sana bersama dengan yang lainnya. Namun saat mereka hendak memasuki lift, si pemimpin tadi memanggil membuat Dewa menghentikan langkah kakinya.
"Kamu mau kemana Dewa terlihat buru-buru sekali?".
Dewa tersenyum memberi salam.
"Bagaimana kabar mu selama ini? Apa kamu baik-baik saja?".
"Benar, aku baik-baik saja Pa-man".
"Hahahaha" pria paruh baya itu langsung tertawa menepuk bahu Dewa dengan erat. "Apa semuanya berjalan dengan baik?".
"Ya, semua berjalan dengan baik paman. Lalu bagaimana dengan kabar paman? Apa paman baik-baik saja? Bagaimana dengan bibi juga?".
"Semua baik-baik saja Dewa, kamu tidak usah khawatir. Ayo, kita kerumah sekarang ini, paman yakin bibi mu pasti sangat senang sekali begitu dia melihat mu dan juga yang lainnya".
"Baiklah paman".
Mereka pergi meninggalkan gedung hotel A menuju istana rumah pemilik si pemimpin yang notabenenya adalah paman Dewa itu sendiri, hingga mereka tiba disana. Seperti yang pamannya tadi katakan, sang bibi telah menunggu mereka di depan pintu dengan senyuman hangat menyambut kedatangan sang keponakan.
"Oh ya Tuhan Dewa ku" ia menangis memeluk Dewa dengan erat. "Bagaimana kabar mu selama ini Dewa? Kami semua sangat merindukan mu".
"Baik bibi, aku baik-baik saja".
"Benarkah?" sang bibi lalu melihat tubuh Dewa dari atas sampai bawah untuk memastikan kalau Dewa baik-baik saja atau tidak. "Puji Tuhan yang maha agung. Bibi sangat senang sekali melihat kamu baik-baik saja Dewa. Ayo kita masuk".
Mereka langsung masuk ke dalam rumah, lalu Dewa melihat kedua anak bibi dan pamannya sedang asik bermain games tanpa menyadari akan kehadirannya dirumah tersebut.
"Anak-anak, sini nak. Ayo beri salam kepada Dewa kakak kalian".
Kedua anak itu melihat Dewa dengan biasa saja, "Hallo! Senang bertemu dengan mu" setelah itu mereka kembali melanjutkan bermain games.
"Astaga anak-anak itu sangat tidak sopan sekali kepada saudara mereka sendiri" batin Nana tidak menyukai sifat mereka. "Bagaimana bisa mereka melakukan itu kepada orang yang lebih dewasa? Padahal mereka juga bukan anak kecil lagi, tentu saja mereka sudah mendapatkan pendidikan untuk menghargai orang yang lebih tua. Dasar anak jaman sekarang! Orang tua baik dan ramah seperti mereka belum tentu berhasil membuat anak mereka menjadi anak disiplin".
"Hahahaha... Sudah Dewa, tidak usah hiraukan anak-anak itu. Mereka akan selalu seperti itu disaat mereka sedang bermain games. Sebaiknya kita sekarang makan siang saja, bibi yakin kalian pasti sudah sangat lapar sekali. Iya kan?" wanita itu melihat Nana dengan senyum manis.
"Hehehehe... Iya bibi".
"Nah, kalau begitu ayo kita semua makan siang bersama. Bibi sudah menyiapkan hidangan yang begitu sangat istimewa khusus untuk kalian".
"Wah, terima kasih bibi" dengan senang hati Nana langsung bersemangat mengikuti langkah kaki mereka menuju meja makan. Dan benar sekali seperti yang bibinya Dewa katakan, di meja sana telah tersedia hidangan yang begitu sangat istimewa sehingga Nana hampir saja ngiler kalau Dewa tidak menyuruhnya menutup mulut.
"Astaga, aku sangat memalukan sekali. Maafkan aku".
"Duduklah dengan tenang".
"Baik" Nana melihat mereka semua mendudukkan diri, ia pun segera mengikuti mereka duduk disebelah Dewa. Dan sambil menunggu bibinya Dewa menyuruh mereka makan, Nana menyempatkan diri memperhatikan disekitarnya begitu sangat megah bagaikan istana negeri dongeng, tetapi tidak beda jauh juga dari rumah milik Dewa yang berada di Indonesia.
"Mereka kaya sekali, mereka benar-benar kaya sekali" Nana melirik Dewa. "Bahagia sekali kamu Dewa memiliki keluarga milyader semua".
Tidak lama setelah itu bibi Dewa menyuruh mereka makan, dan dengan senang hati nana pun langsung melahapnya dengan sangat lahap sampai-sampai ia tak henti-hentinya memuji hidangan tersebut sampai berulang kali dalam hati.
"Oh iya Dewa, wanita yang 1 tahun dulu sering datang kemari bersama dengan mu kemana? Kenapa kali ini kalian tidak bersama?".
Nana menghentikan tangannya, ia melihat Dewa belum menjawab dan Nana penasaran siapa wanita yang bibinya Dewa maksud. Apakah itu Dela atau wanita yang pernah Dewa mimpikan itu".
"Sudahlah mah, tidak usah membahasnya lagi".
"Loh, maksud papa? Dewa tidak bersama dengan wanita itu lagi? Kenapa Dewa? Bibi sangat menyukainya, dia cantik, pintar, dewasa dan juga murah senyum".
Dewa hanya diam saja, tetapi ia menunjukkan ekspresi senyum membuat Nana menebak kalau yang bibinya Dewa maksud pasti wanita yang kemarin Dewa mimpikan dan bukan Dela.
"Kenapa Dewa? Kok kamu malah tersenyum seperti itu tidak menjawab pertanyaan bibi? Bibi enggak salah bertanya kan?".
"Tidak bibi dan aku tidak bersama dengannya lagi. Dia sudah pergi meninggalkan aku dan memilih hidup bersama dengan pria lain. Jadi sebaiknya bibi tidak usah membahasnya lagi, aku tidak ingin mendengarkannya".
"Benarkah? Astaga! Bibi pikir kamu masih bersamanya. Maaf kalau bibi mengungkit masa lalu mu lagi, tapi bibi benar-benar tidak tau Dewa".
"Tidak apa-apa bibi, aku sangat menyukai hidangan ini semua. Terima kasih banyak bi".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments