Suara teriakan keras saudagar perempuan kaya raya itu seketika menyadarkan semua penumpang kapal penyeberangan. Mereka betul-betul lupa bahwa mereka kini diatas perahu dan tak ada satupun orang yang mengendalikan perahu besar itu di arus Sungai Wulayu yang deras.
Keenam orang centeng saudagar perempuan kaya raya yang dikenal sebagai Nyi Manik Inten atau yang biasa disebut dengan sebutan Nyi Rondo Dadapan itu langsung melompat ke arah samping kiri kanan kapal dan menyambar dayung perahu penyeberangan yang ditinggal kabur oleh para anak buah kapal.
Dengan sepenuh tenaga, mereka mencoba untuk mendayung perahu penyeberangan ini agar tidak semakin jauh terseret arus sungai. Namun beban berat badan perahu penyeberangan yang besar tak mampu mereka kalahkan. Perahu penyeberangan terus bergerak terseret arus sungai meskipun sedikit melambat.
Melihat itu, semua penumpang kapal penyeberangan tak terkecuali Ki Suradipa, Niluh Wuni dan Sekar Kantil berusaha membantu dengan beberapa dayung perahu yang masih tersisa namun itu masih juga belum membantu sepenuhnya. Para perempuan menjerit ketakutan sedangkan beberapa lelaki tua yang ada di tempat itu mulai berkomat-kamit membaca doa agar selamat dari maut.
Di tengah kekalutan yang melanda seluruh penumpang kapal, Jaka Umbaran terlihat celingukan mencari sesuatu. Saat menemukan sebatang bambu di tepi sungai. Sekali hentak, tubuh Jaka Umbaran melenting tinggi ke udara. Dia dengan mudah menyeberangi Sungai Wulayu. Semua orang terkejut dan mengira bahwa dia tidak mempedulikan nasib para penumpang kapal penyeberangan yang lain namun nyatanya mereka salah.
Begitu sampai di tepi sungai Wulayu, Jaka Umbaran segera menyambar batang pohon bambu itu dan menggunakan nya untuk melompat kembali ke perahu penyeberangan.
Whhhuuuggghhhh..
Jlleeeegggg!!
Perahu penyeberangan langsung bergoyang sedikit namun tetap bergerak terseret arus. Dengan menggunakan batang pohon bambu panjang sebesar betis orang dewasa ini, Jaka Umbaran segera menusukkan nya ke dasar sungai yang berbatu. Perahu penyeberangan yang terseret arus Sungai Wulayu ini langsung berhenti seketika.
Semua orang terkejut bukan main melihat tenaga yang dimiliki oleh pendekar muda ini tak terkecuali Nyi Manik Inten. Manik mata Jaka Umbaran memancarkan cahaya kuning keemasan saat pemuda tampan itu langsung menekan batang bambu hingga perahu penyeberangan ini langsung melesat cepat melawan arus Sungai Wulayu yang sedang deras. Ini benar-benar kejutan besar untuk setiap penumpang yang putus asa dengan nasib mereka.
Memang, Jaka Umbaran memiliki Ajian Bandung Bondowoso yang membuat nya memiliki tenaga besar luar biasa. Selain tenaga dalam dan tenaga kasar yang begitu besar, Ajian ini juga mampu membuat tubuh pemakainya menjadi kebal terhadap senjata dan ilmu kanuragan.
'Siapa pemuda ini? Kenapa dia sanggup untuk mendorong perahu penyeberangan yang besar ini sedangkan puluhan orang saja tak mampu melakukan nya?
Hemmmmmmm, pemuda ini sungguh menarik', batin Nyi Manik Inten alias Nyi Rondo Dadapan sembari melirik ke arah dada bidang Jaka Umbaran yang terbuka dan berkeringat. Janda cantik ini langsung mengulum senyumnya karena sedang berpikir yang tidak-tidak.
Tiga kali hentakan keras bambu itu, perahu penyeberangan yang telah terseret arus Sungai Wulayu hampir dua ratus depa telah kembali ke jalur penyeberangan yang semestinya.
Perlahan perahu penyeberangan ini menepi di dermaga penyeberangan seberang sungai. Enam centeng Nyi Rondo Dadapan segera melompat ke dermaga dan mengikat tali tambang besar ke tiang pancang dermaga agar perahu penyeberangan itu tak bergeser dari tempatnya. Semua penumpang kapal penyeberangan itu langsung menarik nafas lega.
Satu persatu penumpang mulai naik ke dermaga penyeberangan sambil membawa barang bawaan mereka namun mereka tidak meninggalkan tempat itu dan berkumpul bersama menunggu kedatangan Jaka Umbaran yang naik paling akhir.
"Terimakasih banyak atas bantuannya Pendekar..
Tanpa bantuan mu, kami tidak tahu lagi bagaimana nasib kami selanjutnya", ujar seorang penumpang tua yang sempat ketakutan setengah mati tadi.
"Benar itu Pendekar..
Kau memang punya tenaga yang besar. Sanggup mendorong perahu penyeberangan besar ini melawan arus sungai. Aku salut pada mu", ucap centeng Nyi Rondo Dadapan sembari membungkuk hormat kepada Jaka Umbaran.
"Hanya sebuah bantuan kecil...
Tak perlu bersikap seperti itu. Sesama manusia wajib tolong menolong", balas Jaka Umbaran dengan santainya. Dia melenggang pergi sembari menuntun kudanya dan bersiap untuk berangkat.
Tiba tiba Nyi Manik Inten alias Nyi Rondo Dadapan segera berlari mencegat rombongan Jaka Umbaran dan kawan-kawan nya.
"Tunggu sebentar Pendekar.."
Jaka Umbaran yang hendak naik ke atas kuda nya seketika membatalkan niatnya dan menoleh ke arah Nyi Manik Inten alias Nyi Rondo Dadapan.
"Ada apa Nisanak? Kenapa kau tiba-tiba mengganggu perjalanan ku?", tanya Jaka Umbaran segera.
"Kepala pengawal ku sudah mati terbunuh oleh begal itu. Aku ingin menyewa mu untuk mengawal ku sampai di Pakuwon Dadapan. Kalau kau bersedia, aku akan membayar mu 100 kepeng perak", jawab Nyi Rondo Dadapan sembari mengeluarkan sekantong kepeng perak dari balik bajunya.
Sekar Kantil yang mata duitan langsung menyikut pelan pinggang Jaka Umbaran sambil berbisik lirih.
"Terima saja. Lumayan buat bekal di perjalanan. Hidup ini butuh uang", Sekar Kantil tersenyum setelah berkata demikian.
"Tidak mau!!
Aku tidak mau jadi pengawal pribadi seorang wanita bangsawan. Lebih baik kau cari saja orang lain yang bersedia", balas Jaka Umbaran dengan cueknya. Sekar Kantil langsung melotot lebar saat mendengar jawaban itu.
"Kau ini hihh..."
"Kantil, sudahlah. Jangan ganggu Umbaran. Kita harus segera berangkat", tukas Ki Suradipa yang membuat Sekar Kantil hanya bisa mendengus dingin.
"Apa kurang? Aku tambahi jadi 200 kepeng perak. Bagaimana pendekar? Kau bersedia bukan?", pinta Nyi Rondo Dadapan dengan pandangan mata penuh harap.
"Nah kalau segitu, aku bersedia. Serahkan dulu uang nya dan kita berangkat sekarang juga", jawab Jaka Umbaran sambil tersenyum tipis. Nyi Rondo Dadapan segera mengulurkan dua kantong kain hitam berisi 200 kepeng perak pada Jaka Umbaran dan segera menuju ke arah para centeng dan anak buah nya agar mereka segera bersiap untuk melanjutkan perjalanan.
Sekar Kantil langsung mendekati Jaka Umbaran sambil menatap wajah tampan pemuda itu.
"Wah tak ku sangka kalau kau lebih licik dari ku. Kau berhasil menaikkan harga jasa pengawalan dengan cepat. Kau hebat", puji Sekar Kantil.
"Ini bukan licik tapi pintar. Pengawalan barang itu sangat beresiko. Setiap saat pasti akan ada banyak begal maupun perampok yang mengincar. Kalau mau di bayar dengan harga rendah, itu sama saja dengan dia meremehkan kemampuan kita untuk mengawal mereka.
Kau harus banyak belajar tentang kesabaran dalam berdagang", ucap Jaka Umbaran sembari tersenyum penuh kemenangan. Sekar Kantil langsung menggaruk kepalanya karena heran dengan sikap Jaka Umbaran.
'Sejak kapan dia tahu ilmu perdagangan? Bukankah dia baru turun gunung belum genap satu pekan? Ah entahlah..'
Kini rombongan Jaka Umbaran bergabung dengan rombongan pedagang Nyi Manik Inten alias Nyi Rondo Dadapan. Mereka meninggalkan dermaga penyeberangan itu setelah persiapan perjalanan mereka rampung.
Dari tepi Sungai Wulayu, mereka bergerak menuju ke arah barat tepatnya menuju ke Pakuwon Dadapan yang masuk dalam wilayah Kadipaten Kembang Kuning. Melewati beberapa wanua kecil di sepanjang perjalanan, mereka nyaris tak menemui hambatan yang berarti.
Menjelang senja, rombongan itu memasuki wilayah Pakuwon Gemolong. Kota kecil yang indah dengan hijau nya pemandangan alam dan persawahan yang terbentang luas.
"Kita menginap di sini saja. Aku punya kenalan sesama pedagang. Kita bermalam di rumah nya", perintah Nyi Rondo Dadapan pada kusir kereta kuda yang sedang mengatur pergerakan kuda penarik kereta.
Setelah beberapa saat lamanya waktu berjalan, rombongan itu berhenti di depanku sebuah rumah besar dengan halaman luas. Ada dua centeng bertubuh tinggi besar terlihat menjaga gapura rumah besar itu.
Nyi Manik Inten segera turun dari kereta kuda nya di bantu oleh pelayan wanita setia nya. Mereka berdua segera mendekati dua centeng bertubuh tinggi besar itu. Setelah bicara sebentar, salah seorang diantara mereka mengantar Nyi Manik Inten masuk ke dalam pelataran rumah besar itu.
Sebelum melangkah masuk, Nyi Rondo Dadapan segera menoleh ke arah Jaka Umbaran yang masih duduk dengan gagah di atas kuda tunggangannya.
"Pendekar Umbaran,
Tolong temani aku masuk ke dalam", ujar Nyi Rondo Dadapan sembari tersenyum tipis. Jaka Umbaran segera mengangguk mengerti. Pemuda tampan bertubuh tegap dan gagah ini segera melompat turun dari atas kudanya. Tak suka melihat senyum di wajah cantik Nyi Rondo Dadapan, Niluh Wuni pun ikut melompat turun dari kuda.
"Aku ikut dengan mu Kakang", ucap Niluh Wuni yang segera mengejar langkah kaki Jaka Umbaran dan Nyi Rondo Dadapan. Di temani oleh seorang pelayan setia nya, Nyi Rondo Dadapan masuk ke dalam kediaman keluarga teman sesama pedagang nya itu.
Seorang lelaki paruh baya berjanggut hitam dan memakai pakaian seperti seorang dukun dengan kain hitam menutupi seluruh tubuhnya juga lengkap dengan ikat kepala hitam sedang duduk bersila dengan mulut komat-kamit merapal mantra saat Nyi Rondo Dadapan dan para pengawalnya datang. Di depannya sebuah anglo tanah liat terlihat mengepulkan asap putih berbau harum kemenyan. Di samping anglo tanah liat itu, terdapat ubo rampe sesajen seperti kembang setaman, seekor ayam panggang, beberapa butir telur ayam kampung, sirih pinang dan beberapa barang lainnya yang menjadi pelengkap sesaji.
Di hadapannya, seorang gadis cantik terlihat meronta dalam ikatan kuat pada beberapa pohon randu yang masih basah. Gadis cantik itu sudah tidak karu-karuan dandanannya, rambutnya awut awutan tak rapi bahkan terlihat seram sedangkan lingkar luar matanya menghitam seperti orang yang kurang tidur.
Sedangkan seorang lelaki paruh baya dengan tubuh gendut dan kumis tipis dan jenggot jarang yang mengenakan pakaian warna merah yang masih baru terlihat sedang menatap ke arah aksi dukun itu dengan harap-harap cemas. Beberapa orang perempuan dan laki-laki muda yang merupakan anggota keluarga nya juga terlihat khawatir.
Dia adalah Ki Gondo, seorang saudagar kaya yang memiliki kekayaan yang sangat banyak. Sawahnya puluhan ribu jengkal, emasnya puluhan kati dan bisa di katakan bahwa dia adalah orang terkaya di Pakuwon Gemolong juga termasuk beberapa orang kaya berpengaruh di Kadipaten Kembang Kuning.
Beberapa hari ini, Ki Gondo sedang tertimpa musibah. Putri nya, Rara Melati, tiba-tiba bertingkah aneh. Gadis cantik itu nampak murung, tak mau mandi dan tiba-tiba mengamuk tidak jelas. Akibatnya Ki Gondo terpaksa harus membelenggu anak gadisnya itu agar tidak membuat masalah. Sudah beberapa tabib dan dukun terkenal dia datangkan untuk mengobati putrinya Rara Melati. Namun kesemuanya gagal menyembuhkan Rara Melati, malahan gadis cantik itu semakin parah penyakitnya.
Ki Setrowahono, seorang dukun kondang asal Kota Kadipaten Kembang Kuning hari itu di datangkan oleh Ki Gondo dengan harapan dapat menyembuhkan Rara Melati. Meskipun harus merogoh kantong nya dalam-dalam untuk mendatangkan nya, namun demi sembuhnya Rara Melati, Ki Gondo tidak keberatan.
Tangan kiri Ki Setrowahono meraih keris kecil bersarung kuningan di dekatnya lalu segera mencabutnya. Tangan lelaki paruh baya bertubuh gempal itu memegang erat gagang keris kecilnya.
"Heng wilaheng sekareng bawono langgeng. Jin setan peri perayangan, pergilah kau dari badan Rara Melati sekarang juga!", Ki Gondo segera menusukkan keris pusaka kecilnya itu ke air bunga setaman dalam bokor kuningan yang tiba-tiba bergolak hebat.
Chhrreeeessshhh..
Blllaaaaaaaaaarrrrrrrrrrr!!!
Tiba-tiba saja anglo tanah liat yang sedang mengepulkan asap putih kemenyan itu meledak. Ini membuat kaget semua orang yang ada di tempat itu. Ki Setrowahono bahkan sampai mencelat ke belakang dan nyaris menabrak Jaka Umbaran yang berdiri di dekat Nyi Manik Inten andai sang pendekar muda itu tidak sigap menghindar. Dukun perewangan ini langsung memuntahkan darah segar.
Dari dalam asap putih kemenyan muncul sesosok mahluk hitam kehijauan dengan mata merah menyala, taring sebesar pisang kluthuk, rambut ikal yang gimbal hingga pinggang serta mengenakan mahkota emas dengan satu permata hijau ditengahnya. Dia menyeringai lebar menatap ke sekeliling tempat itu dengan tatapan mata yang membuat takut semua orang.
"Hoooaaarrrrrrggggghhhhh!!
Dukun perewangan busuk, jangan pernah coba-coba untuk mengeluarkan ku dari dalam tubuh gadis Anggara Kasih ini. Kalau kau tidak ingin mampus, sebaiknya kau pergi saja hoaaarrrgggghhh...", ucap si makhluk hitam kehijauan biasa di sebut sebagai genderuwo ini sambil menunjuk ke arah Ki Setrowahono.
"Tempat mu bukan di sini, heh Genderuwo!!
Pergilah kau dari badan Rara Melati. Jika tidak, aku terpaksa harus memusnahkan mu", ucap Ki Setrowahono sambil memegang erat gagang keris pusaka kecil miliknya.
"Bangsat kau Dukun perewangan keparat!!
Aku akan membuat mu menyesal telah berani mengusik kesenangan ku!!", teriak si genderuwo sambil melesat cepat kearah Ki Setrowahono sambil mengibaskan tangannya yang berkuku panjang pada lelaki paruh baya berjenggot panjang itu.
Shhhrrrrreeeeeeeeeeetttttth!!
Dhhaaaassshhh!!!
Hempasan angin dingin yang mengikuti kibasan tangan si genderuwo itu langsung melemparkan tubuh Ki Setrowahono. Dukun perewangan yang baru saja berdiri itu kembali mencelat ke belakang bahkan kini lebih jauh dari sebelumnya. Lagi-lagi lelaki paruh baya bertubuh gempal itu muntah darah segar. Kesakitan si genderuwo ini memang diatas kemampuannya.
Jaka Umbaran diam-diam mengusap cincin pusaka berbatu merah di jari manisnya ini sambil berkata lirih,
"Sedulur papat lima pancer, datanglah!
Aku butuh bantuan mu.."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 213 Episodes
Comments
Iron Mustapa
😆😆😆😆
2024-02-02
2
julius
wah bagus nih... gendruwo vs siluman
2024-01-17
1
GOTZ
yang betul Hong Wilahing om.
2023-07-26
5