Rampok Topeng Tengkorak

Sementara Banupati dan kawan nya bergegas pulang ke markas Perguruan Kelelawar Merah di wilayah Kadipaten Bojonegoro sebelah selatan, rombongan Jaka Umbaran bergerak menuju ke arah Perguruan Bukit Katong di lereng Gunung Pamarihan.

Meskipun baru pertama kali Jaka Umbaran berkuda, namun dia cepat menguasainya. Dia langsung bisa mengendalikan kuda tunggangan nya. Pemuda tampan bertubuh tegap ini memang cerdas.

Setelah melewati jalan setapak yang membelah hutan lebat di kaki Gunung Lawu, mereka berempat terus bergerak ke arah barat. Pemandangan alam yang indah terhampar di depan mata. Ribuan depa persawahan menghijau dengan tanaman padi dan palawija. Terlihat sungai kecil berair jernih membelah persawahan. Beberapa petani dan peladang yang sibuk merawat tanaman, sejenak menghentikan kesibukan mereka kala Jaka Umbaran dan kawan-kawan nya melintas di depan mereka. Lalu mereka melanjutkan kembali kegiatan mereka mengolah tanah dan merawat tanaman.

Mereka tiba di tapal batas Wanua Mantingan yang masuk wilayah Pakuwon Tambak Boyo yang merupakan Kadipaten Lasem sebelah selatan. Kedatangan mereka di perkampungan kecil itu segera menarik perhatian para penduduk, terutama para penjaga keamanan wanua yang merupakan anak buah Jagabaya ( kepala keamanan desa ).

Curiga dengan mereka berempat, dua orang penjaga keamanan wanua ini bergegas mendatangi kediaman Jagabaya. Seorang lelaki paruh baya bertubuh gempal dengan kumis tebal dan jenggot lebat yang sedang duduk di serambi kediamannya langsung berdiri ketika melihat kedatangan dua orang anak buah nya itu.

"Ada apa kalian kemari, Wiryo? Sepertinya ada sesuatu yang penting", tanya si lelaki paruh bertubuh gempal itu segera. Dia adalah Ki Gandung, Jagabaya Wanua Mantingan yang sudah menjadi pimpinan penjaga keamanan wanua kecil itu selama hampir 2 dasawarsa.

"Lapor Ki Jagabaya..

Ada 4 orang 2 lelaki dan 2 perempuan masuk ke wanua kita. Kelihatan nya mereka adalah pendekar. Kami khawatir mereka adalah mata-mata Perampok Topeng Tengkorak yang sedang menjadi momok di wilayah selatan Kadipaten Lasem ini. Soalnya beberapa waktu yang lalu, Wanua Krambilan yang merupakan tetangga kita, juga seperti itu. Mereka kedatangan orang tak dikenal pada siang harinya dan menjadi korban perampokan pada malam harinya", lapor si Wiryo, anak buah kepercayaan Jagabaya Ki Gandung.

Hemmmmmmm..

"Kecurigaan mu memang beralasan, Wiryo. Ayo kita datangi mereka", ujar Ki Gandung Jagabaya Wanua Mantingan sambil mengambil kerisnya yang diletakan di atas meja. Setelah menyelipkan keris di pinggangnya, Ki Gandung bergegas menuju ke arah Jaka Umbaran dan kawan-kawan sesuai dengan petunjuk Wiryo.

Di tengah jalan desa yang cukup ramai, Ki Jagabaya Gandung bersama 8 orang anak buah nya menghadang perjalanan Jaka Umbaran dan kawan-kawan barunya.

"Berhenti kalian semua!!", teriak Ki Jagabaya Gandung sambil berkacak pinggang. Jaka Umbaran dan kawan-kawan nya yang menjalankan kuda mereka dengan perlahan, seketika menarik tali kekang kuda mereka masing-masing hingga tunggangan mereka langsung berhenti bergerak.

Para anak buah Ki Jagabaya Gandung langsung mengepung mereka dengan senjata terhunus.

"Tunggu dulu Kisanak?!!

Kenapa tiba-tiba kalian mengepung kami? Apa salah kami sebenarnya?", tanya Ki Suradipa sembari menatap heran ke arah Ki Jagabaya Gandung dan anak buahnya.

"Kalian semua dicurigai sebagai mata-mata kelompok Rampok Topeng Tengkorak. Lekas turun dari kuda kalian dan ikut kami ke Kelurahan", ujar Ki Jagabaya Gandung dengan garang. Jaka Umbaran segera melompat turun dari kudanya, begitu juga dengan Ki Suradipa, Sekar Kantil dan Niluh Wuni.

"Jangan asal menuduh, Kisanak!!

Kami bukan perampok, hanya sedang lewat tempat ini saja. Jangan sembarangan mencap orang tanpa bukti", Sekar Kantil langsung angkat bicara.

"Tidak peduli!

Sebaiknya kalian di periksa dulu di kediaman Lurah kami dulu. Kalau menolak, terpaksa kami ambil tindakan tegas ", ucap Ki Jagabaya keukeuh dengan omongannya.

"Kalian..."

"Sudahlah, Kantil. Kita ikuti saja apa mau mereka. Sebentar lagi senja. Kalau pun kita bisa mengalahkan mereka, paling-paling kita malah kemalaman di jalan. Nanti setelah di periksa dan terbukti tidak bersalah, maka kita denda mereka untuk mengijinkan kita bermalam di kampung ini", ucap Ki Suradipa sang Pendekar Pedang Kuning segera. Luka dalam nya yang belum sembuh benar, pasti akan terpengaruh jika memaksakan diri untuk bertarung.

Ki Jagabaya Gandung langsung menggiring mereka ke kediaman Lurah Wanua Mantingan, Mpu Lunggah, yang terletak di tengah-tengah perkampungan penduduk ini.

Di depan sebuah pendopo wanua yang beratapkan daun alang-alang kering dan nampak mencolok dibandingkan dengan rumah warga lainnya, seorang lelaki sepuh dengan janggut pendek yang telah memutih berdiri di depan Jaka Umbaran dan kawan-kawan. Mata tua lelaki itu segera menelisik ujung rambut hingga ujung kaki mereka berempat.

"Katakan pada ku, siapa kalian dan mau apa di kampung kami ini?", tanya Mpu Lunggah sembari menatap ke arah mereka satu persatu.

"Maaf jika kedatangan kami mengganggu kenyamanan para penduduk kampung ini, Ki Lurah.

Saya Ki Suradipa. Dunia persilatan Tanah Jawadwipa mengenal saya sebagai Pendekar Pedang Kuning dari Perguruan Gunung Kapur. Ini Niluh Wuni dan Sekar Kantil, murid saya. Kami semua dalam perjalanan menuju ke arah Perguruan Bukit Katong di lereng Gunung Pamarihan. Kebetulan saja kami melewati wanua ini, jadi kami tidak punya tujuan apa-apa", ujar Ki Suradipa segera.

"Kalau si pemuda bau kencur itu siapa?", Lurah Mpu Lunggah kembali bertanya sambil menunjuk ke arah Jaka Umbaran.

"Nama saya Umbaran. Jaka Umbaran. Saya murid Pertapaan Watu Bolong di Gunung Lawu. Saya bersama Ki Suradipa dan kedua muridnya itu memang dalam perjalanan ke Perguruan Bukit Katong", jawab Jaka Umbaran dengan santun.

Mendengar nama besar Pertapaan Watu Bolong, Ki Lurah Mpu Lunggah sedikit kaget. Dia sudah lama mendengar nama besar pemilik Pertapaan Watu Bolong yang terkenal sakti mandraguna. Jika pemuda itu benar berasal dari sana, tentu ilmu kanuragan nya sangat tinggi.

"Wah ternyata orang Pertapaan Watu Bolong ya? Hehehehe, ini semua hanya salah paham saja kalau begitu. Silahkan diteruskan perjalanannya, semoga selamat sampai tujuan", ujar Lurah Mpu Lunggah sembari tersenyum canggung.

"Ki Lurah, kenapa kau semudah itu melepaskan mereka? Kalau mereka benar-benar mata-mata Rampok Topeng Besi bagaimana?", ucap Ki Jagabaya Gandung yang berdiri di samping kirinya. Meskipun tidak terlalu keras dia bicara, namun masih bisa terdengar oleh telinga semua orang.

Mpu Lunggah langsung menginjak kaki Ki Jagabaya Gandung dengan keras.

Auuuggghhhhh!!

"Ki Lurah, kenapa kau injak jempol kaki ku?", protes Ki Jagabaya Gandung segera. Ki Lurah Mpu Lunggah melotot kereng pada bawahannya itu segera.

"Apa kau berani meragukan keputusan ku heh? Dengar Ki Gandung, pendekar muda ini adalah murid Pertapaan Watu Bolong. Itu berarti dia adalah murid Maharesi Siwamurti, Si Dewa Pertapa Tanpa Tanding, yang pastinya juga memiliki ilmu kanuragan tingkat tinggi.

Andai saja dia kesal dengan ulah mu ini, lantas menghajar mu dengan kemampuan beladiri nya, apa kau sanggup melawannya dengan ilmu mu yang selebar kuku hitam itu ha?", mendengar omelan Ki Lurah Mpu Lunggah, seketika itu juga Ki Jagabaya Gandung langsung terdiam tanpa bicara. Dia segera sadar dengan kesalahannya.

"Mohon maafkan kelakuan bodoh bawahan ku pendekar..

Mohon jangan dimasukkan ke dalam hati", imbuh Ki Lurah Mpu Lunggah segera.

"Tidak apa-apa, Ki Lurah..

Aku jadi penasaran dengan kelompok rampok ini? Apa mereka begitu digjaya hingga sangat di takuti oleh semua orang?", ujar Jaka Umbaran sembari mengelus dagunya.

"Eh anu sebaiknya kita bicara di dalam saja. Hari sudah mulai gelap. Saya takut ada mata dan telinga mereka yang menguping pembicaraan kita ini. Mari masuk pendekar", ucap Mpu Lunggah mempersilahkan kepada Jaka Umbaran dan para pengikutnya untuk masuk ke dalam kediamannya.

Senja hari datang begitu cepat dan langsung berganti dengan malam. Meskipun semburat merah masih tampak di ufuk barat, namun perlahan gelap sang malam mulai menelan semuanya dengan pelukannya yang dingin.

Sesampainya di dalam rumah, mereka segera duduk bersila di atas tikar pandan yang di gelar pada lantai rumah Lurah Wanua Mantingan yang terbuat dari ubin batu kali. Ki Lurah Mpu Lunggah menepuk tangannya dua kali dan dua orang gadis muda berambut hitam panjang masuk ke dalam sambil membawa kendi berisi air minum dan beberapa penganan khas tempat itu.

Salah satu dari dua gadis cantik itu adalah Wandansari, putri Lurah Wanua Mantingan yang juga merupakan kembang desa yang banyak di puja oleh para lelaki. Konon kabarnya, putra Akuwu Tambak Boyo yang bernama Raden Rukmo begitu tergila-gila pada Wandansari namun entah mengapa hingga saat ini Wandansari masih juga belum mau naik ke pelaminan bersama nya.

Sembari menghidangkan makanan, mata Wandansari langsung tertuju pada wajah tampan Jaka Umbaran yang memang jauh jika dibandingkan dengan Raden Rukmo putra Akuwu Tambak Boyo apalagi para pemuda desa di Wanua Mantingan.

Jantung perempuan cantik itu langsung berdegup kencang seolah mau lepas. Di tengah kebengongan itu, pelayan satunya segera menyenggolnya tangan Wandansari hingga perawan cantik itu segera tersadar dari lamunannya. Dengan wajah memerah seperti kepiting rebus, Wandansari segera bergegas meninggalkan ruang tamu bersama dengan kawannya.

Kejadian ini juga menarik perhatian Niluh Wuni. Gadis cantik berbaju hitam dengan selendang kuning melintang di depan dada itu mendengus dingin sembari menatap tajam ke arah Jaka Umbaran.

"Belum belum sudah ada yang tebar pesona nih", sindir Niluh Wuni yang panas hatinya melihat Wandansari menyukai Jaka Umbaran. Dia tidak suka jika ada perempuan lain yang menaruh hati pada pemuda tampan itu.

"Apa maksud mu Kangmbok Wuni? Siapa yang tebar pesona? Aku tidak kok", sahut Sekar Kantil segera.

"Tentu saja bukan kau, tapi ada orang sok ganteng yang selalu membuat kesempatan untuk mendekati para perempuan yang dijumpainya", kembali Niluh Wuni bicara dengan nada pedas.

Jaka Umbaran yang duduk bersila tak jauh dari tempat duduk Niluh Wuni hanya diam saja tak menanggapi omongan perempuan cantik itu. Dia selalu mengingat pesan gurunya bahwa perempuan itu tak pernah menggunakan akal sehat jika sedang marah. Jadi abaikan saja, begitu kata Maharesi Siwamurti.

"Kalian berdua jangan ribut sendiri. Tutup mulut dan dengarkan saja", bentak lirih Ki Suradipa yang membuat Niluh Wuni dan Sekar Kantil terdiam seketika.

"Menyambung pembicaraan kita tadi, aku ingin sedikit berbagi cerita tentang situasi di seputar Pakuwon Tambak Boyo hari ini pendekar.

Beberapa pekan terakhir, muncul sekelompok orang yang menamakan dirinya sebagai Rampok Topeng Tengkorak karena selalu mengenakan topeng berbentuk tengkorak saat beraksi. Pimpinan mereka adalah sebuah pendekar yang memiliki ilmu kedigdayaan tinggi, Setan Topeng Tengkorak Besi. Mereka sanggup membuat para prajurit Pakuwon Tambak Boyo kocar-kacir menghadapi mereka. Dalam beraksi, mereka bergerak cepat, memporak-porandakan incaran mereka lalu menghilang seperti di telan bumi.

Ada desas desus yang menjadi rahasia umum bahwa markas besar mereka ada di kawasan Hutan Gomati yang merupakan hutan angker karena banyak dihuni oleh bangsa siluman. Karena itu, tak satupun punggawa Istana Pakuwon Tambak Boyo dan para prajurit nya berani untuk masuk kesana.

Kami sudah berencana untuk meminta bantuan pada pihak Kadipaten Lasem, tapi selalu saja ada hal yang mengganggu hingga terpaksa harus ditunda, pendekar", ujar Lurah Mpu Lunggah mengakhiri omongan nya.

Hemmmmmmm...

"Ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut begitu saja, harus ada yang bisa mengatasi para perampok itu agar ketentraman masyarakat Wanua Mantingan dan sekitarnya kembali pulih seperti sedia kala", ujar Jaka Umbaran menanggapi omongan Lurah Mpu Lunggah.

"Kau benar Pendekar..

Tapi siapa orang nya? Sudah berpuluh pendekar kami sewa untuk membasmi mereka namun nyatanya malah pulang tanpa nyawa.

Jujur saja kami semua sudah putus asa menghadapi para perampok itu", balas Mpu Lunggah dengan nada memelas.

Belum sempat Jaka Umbaran menyahut omongan Lurah Mpu Lunggah, tiba-tiba...

Thhoonngggg thhongg thhoonggg!!!

"Rampok Topeng Tengkorak menyerang kampung!!!

Rampok Topeng Tengkorak menyerang kampung!!!!", teriak keras terdengar dari arah luar rumah sambil diikuti oleh titir kentongan bertalu-talu. Semua orang terkejut bukan main mendengar suara itu dan bergegas keluar dari dalam rumah. Dari arah Utara, mereka melihat kobaran api membumbung tinggi ke angkasa.

Tanpa menunggu lama lagi, Jaka Umbaran segera menjejak tanah dengan keras lalu tubuhnya melenting tinggi ke udara. Melihat itu, semua orang terpana beberapa saat lamanya sebelum kemudian mereka mencabut senjata mereka masing-masing lalu bergegas meninggalkan kediaman Mpu Lunggah menuju ke arah terjadinya kebakaran.

Dari udara, Jaka Umbaran melihat keadaan yang ada di bawahnya. Matanya melebar melihat apa yang sedang terjadi.

Puluhan orang berbadan besar dengan mengenakan topeng tengkorak yang menutupi separuh wajahnya membantai para penduduk yang mereka temui. Beberapa orang terlihat mengeluarkan beraneka harta benda para penduduk Wanua Mantingan yang mereka rampok. Sementara seorang lelaki bertubuh gempal dengan wajah tertunduk tengkorak besi dengan dua tanduk melengkung nampak duduk di atas kuda sambil mengawasi pekerjaan anak buah nya.

Jaka Umbaran segera meluncur turun ke arah lelaki bertopeng tengkorak besi itu sembari menghantamkan tapak tangan kanan nya yang di lambari tenaga dalam tingkat tinggi.

Whhhuuuggghhhh!!

Meskipun cahaya obor pelita dan rembulan separuh yang menggantung di langit tak cukup jelas menerangi, namun si lelaki bertopeng tengkorak besi itu melihat juga kedatangan serangan cepat Jaka Umbaran. Dia langsung mengangkat tangan kirinya yang memakai pelindung besi untuk bertahan.

Blllaaaaaaaaaarrrrrrrrrrr!!!

Si topeng tengkorak besi itu langsung terlempar dari atas kudanya. Menggunakan pedang besar nya, dengan cepat ia menusukkan nya ke tanah hingga gerakan tubuhnya berubah memutar lalu mendarat di tanah meski sempat tersurut mundur beberapa tombak ke belakang.

Melihat pimpinan nya di serang, para anggota Rampok Topeng Tengkorak langsung melupakan urusan mereka dan menerjang maju ke arah Jaka Umbaran dengan senjata terayun ke arah sang pendekar muda.

Shhrreeettthhh shreeeeettttthhh!!

Jaka Umbaran segera menjejak tanah dan bergerak mundur sembari menghantamkan tapak tangan kanan nya yang berwarna putih kebiruan kearah mereka.

"Ajian Guntur Saketi...

Hiiyyyyyyyaaaaaaaaaaaaaat...!!!!"

Terpopuler

Comments

Aifa 2 Jeddah

Aifa 2 Jeddah

mantap

2024-03-20

1

Iron Mustapa

Iron Mustapa

lanjut

2024-02-02

0

rajes salam lubis

rajes salam lubis

mantap

2024-01-11

0

lihat semua
Episodes
1 Penculikan Sang Putra Mahkota
2 Pertapaan Watu Bolong
3 Ajian Lebur Saketi
4 Turun Gunung
5 Perguruan Kelelawar Merah
6 Rampok Topeng Tengkorak
7 Pendekar Gunung Lawu
8 Diatas Sungai Wulayu
9 Pakuwon Gemolong
10 Putri Tumenggung Kadipaten Kembang Kuning
11 Godaan
12 Malam Yang Panjang
13 Ujian Paman Guru
14 Tantangan Adik Seperguruan
15 Menuju Utara
16 Murid Yang Terusir
17 Markas Kelompok Setan Gunung Ungaran
18 Tamu Agung
19 Maharesi Dhanudara
20 Titisan Dewa Wisnu Selanjutnya
21 Kota Kadipaten Kembang Kuning
22 Gendol dan Ki Bengkong
23 Pakuwon Weleri
24 Iblis Kalajengking Biru
25 Iblis Kalajengking Biru 2
26 Kerajaan Siluman Alas Roban
27 Sosok Agung
28 Pengikut Baru
29 Tapal Batas Kota Kadipaten Kalingga
30 Pengadilan
31 Kawan atau Lawan
32 Wiku Pembasmi Siluman
33 Wiku Pembasmi Siluman 2
34 Wiku Pembasmi Siluman 3
35 Perseteruan Panjang Para Pendekar
36 Pertemuan Para Pendekar
37 Pertandingan Awal
38 Pengatur Wilayah Barat
39 Kau Baik-baik Saja, Nisanak?
40 Runtuhnya Kesombongan Saguna
41 Benih Cinta Yang Mulai Bersemi
42 Pertarungan Yang Ditunggu
43 Jaka Umbaran Melawan Dewa Kalong Merah
44 Nasib Rengganis
45 Rahasia Bukit Gronggong
46 Dewa Guru Resi Atmabrata
47 Goa Terkutuk
48 Manusia Setengah Iblis
49 Manusia Setengah Iblis 2
50 Kembang Wijayakusuma
51 Ki Kancra Bodas
52 Munculnya Nini Pelet
53 Menuju Ibukota Kerajaan Galuh Pakuan
54 Persembahan
55 Ajian Pelet Panggugah Asmara
56 Setan Merah dan Iblis Biru
57 Arah Yang Sama
58 Lagi Lagi Racun
59 Satu Selesai, Masalah Lain Muncul
60 Pertarungan di Kotaraja Kawali
61 Melawan Jerangkong Hitam
62 Cemburu
63 Selamat Tinggal Kotaraja Kawali
64 Sang Penghasut
65 Pertarungan di Tepi Sungai Citanduy
66 Akhir Riwayat Awang Bajra
67 Ayah
68 Rencana Prabhaswara
69 Gangguan
70 Di Tengah Alas Wuluh
71 Perang Saudara ( bagian 1 )
72 Perang Saudara ( bagian 2 )
73 Perang Saudara ( bagian 3 )
74 Adipati Baru Paguhan
75 Pencarian Dimulai
76 Landungseta dan Mustikaweni
77 Pertapaan Dihyang
78 Petunjuk
79 Sayembara Lewa
80 Dedemit Kali Progo
81 Nama Besar
82 Kereta Kuda
83 Mapanji Jayabaya
84 Warung Makan di Persimpangan Jalan
85 Akibat Dendam
86 Bau Keringat Yang Sama
87 Pendekar Misterius
88 Pertarungan Antar Saudara Seperguruan ( bagian 1 )
89 Pertarungan Antar Saudara Seperguruan ( bagian 2 )
90 Si Anak Hilang Telah Kembali
91 Hadiah Sayembara
92 Isi Hati Pandan Wangi
93 Warisan
94 Istana Kotaraja Daha
95 Telik Sandi Jenggala
96 Wong Agung Gunung Raung
97 Ajian Pancasona
98 Keinginan Untuk Mati
99 Perempuan Bertenaga Gajah
100 Rencana Perjodohan
101 Uphawasa
102 Menundukkan Butha Agni
103 Jebakan
104 Badai Di Tengah Kebahagiaan ( bagian 1 )
105 Badai Di Tengah Kebahagiaan ( bagian 2 )
106 Badai Di Tengah Kebahagiaan ( bagian 3 )
107 Badai Di Tengah Kebahagiaan ( bagian 4 )
108 Suara Aneh
109 Maling
110 Tugas Pertama Sang Putra Mahkota
111 Perompak Sungai
112 Tepi Hutan Kecil
113 Saudara Resi Simharaja
114 Rahasia Mustika Berdarah
115 Dua Hantu Tua dari Lembah Hantu
116 Nawala
117 Ajian Malih Rupa
118 Tipu Daya Orang-orang Lembah Hantu
119 Menyerbu Lembah Hantu ( bagian 1 )
120 Menyerbu Lembah Hantu ( bagian 2 )
121 Menyerbu Lembah Hantu ( bagian 3 )
122 Pemenang Mendapatkan Semuanya
123 Amukan Pangeran Lembah Hantu
124 Lima Iblis Pencabut Nyawa
125 Intrik Istana
126 Bukan Manusia
127 Siluman Laut Utara
128 Melawan Shuralangi
129 Gendol Ketiban Durian Runtuh
130 Anantawikrama Sang Pendekar Tampan Berseruling Perak
131 Resi Gempurbhumi
132 Amarah
133 Pulang ke Daha
134 Perjanjian Lama
135 Pasukan Jenggala Mulai Bergerak
136 Pralaya Kadipaten Selopenangkep
137 Pralaya Kadipaten Selopenangkep ( bagian 2 )
138 Pralaya Kadipaten Selopenangkep ( bagian 3 )
139 Pralaya Kadipaten Selopenangkep ( bagian 4 )
140 Syarat
141 Menuju Blambangan
142 Olahraga
143 Di Kota Kanjuruhan
144 Akhir Hidup Seorang Mata-mata
145 Hutan Kaki Gunung Mahameru
146 Sepasang Bajing Merah dari Alas Dandaka
147 Delapan Bidadari Gumuk Mas
148 Delapan Bidadari Gumuk Mas ( bagian 2 )
149 Alas Purwo
150 Istana Kerajaan Siluman
151 Sang Pemberi Kutukan
152 Melawan Prabu Tirtabawana ( bagian 1 )
153 Melawan Prabu Tirtabawana ( bagian 2 ) - Pengorbanan Resi Simharaja
154 Takdir Dewata
155 Hal Yang Lebih Penting
156 Empat Istri Sang Pangeran Mahkota
157 Rencana Besar Mpu Karnikeswara
158 Siasat Perang
159 Panjalu Jayati ( bagian 1)
160 Panjalu Jayati ( bagian 2 )
161 Panjalu Jayati ( bagian 3 )
162 Panjalu Jayati ( bagian 4 ) - Kemelut Istana Daha
163 Panjalu Jayati ( bagian 5 ) - Tiga Selir Raja Panjalu
164 Panjalu Jayati ( bagian 6 ) - Duka Cita
165 Panjalu Jayati ( bagian 7 )
166 Panjalu Jayati ( bagian 8 )
167 Panjalu Jayati ( bagian 9 )
168 Kesetiaan
169 Raja Baru Panjalu
170 Perubahan
171 Situasi Dunia Persilatan
172 Bentrokan
173 Bentrokan 2
174 Dua Singa Betina
175 Saudara Jauh
176 Di Lembah Brenggolo
177 Ardachandralancana Emas
178 Tugas
179 Kejutan Besar
180 Penerus Pengatur Wilayah Tengah
181 Kelicikan Maharani Uttejana ( bagian 1 )
182 Kelicikan Maharani Uttejana ( bagian 2 )
183 Kadipaten Anjuk Ladang
184 Munculnya Kembali Kelompok Bulan Sabit Darah
185 Dalang
186 Perselingkuhan
187 Orang Suruhan
188 Diatas Atap Bangunan Istana
189 Melawan Para Penjahat
190 Melawan Para Penjahat 2
191 Kereta Kuda Dari Neraka
192 Wisrawa, Sang Pembawa Wabah Bencana dari Dunia Bawah
193 Lampor
194 Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu
195 Masalah Keluarga
196 Tiga Ksatria Tua
197 Keinginan Dewi Sekar Kedaton
198 Kelahiran Putra Pertama
199 Perang Penyatuan ( bagian 1 )
200 Perang Penyatuan ( bagian 2 ) - Dukungan untuk Negara
201 Perang Penyatuan ( bagian 3 ) - Penaklukan Kota Kadipaten Pasuruhan
202 Perang Penyatuan ( bagian 4 ) - Menjelang Pertempuran Besar
203 Perang Penyatuan ( bagian 5 ) - Saatnya Telah Tiba
204 Perang Penyatuan ( bagian 6 ) - Sayap Kiri Wyuha Garuda Nglayang
205 Perang Penyatuan ( bagian 7 ) - Racun
206 Perang Penyatuan ( bagian 8 ) - Pertarungan Pimpinan Pasukan
207 Perang Penyatuan ( bagian 9 ) - Gugurnya Pimpinan Pasukan Jenggala
208 Perang Penyatuan ( bagian 10 ) - Munculnya Butha Agni
209 Perang Penyatuan ( bagian 11 ) - Akhir Hayat Ki Banaspati
210 Perang Penyatuan ( bagian 12 ) - Menuju Akhir Peperangan
211 Perang Penyatuan ( bagian 13 ) - Para Wanita
212 Akhir Perjalanan
213 Pengumuman
Episodes

Updated 213 Episodes

1
Penculikan Sang Putra Mahkota
2
Pertapaan Watu Bolong
3
Ajian Lebur Saketi
4
Turun Gunung
5
Perguruan Kelelawar Merah
6
Rampok Topeng Tengkorak
7
Pendekar Gunung Lawu
8
Diatas Sungai Wulayu
9
Pakuwon Gemolong
10
Putri Tumenggung Kadipaten Kembang Kuning
11
Godaan
12
Malam Yang Panjang
13
Ujian Paman Guru
14
Tantangan Adik Seperguruan
15
Menuju Utara
16
Murid Yang Terusir
17
Markas Kelompok Setan Gunung Ungaran
18
Tamu Agung
19
Maharesi Dhanudara
20
Titisan Dewa Wisnu Selanjutnya
21
Kota Kadipaten Kembang Kuning
22
Gendol dan Ki Bengkong
23
Pakuwon Weleri
24
Iblis Kalajengking Biru
25
Iblis Kalajengking Biru 2
26
Kerajaan Siluman Alas Roban
27
Sosok Agung
28
Pengikut Baru
29
Tapal Batas Kota Kadipaten Kalingga
30
Pengadilan
31
Kawan atau Lawan
32
Wiku Pembasmi Siluman
33
Wiku Pembasmi Siluman 2
34
Wiku Pembasmi Siluman 3
35
Perseteruan Panjang Para Pendekar
36
Pertemuan Para Pendekar
37
Pertandingan Awal
38
Pengatur Wilayah Barat
39
Kau Baik-baik Saja, Nisanak?
40
Runtuhnya Kesombongan Saguna
41
Benih Cinta Yang Mulai Bersemi
42
Pertarungan Yang Ditunggu
43
Jaka Umbaran Melawan Dewa Kalong Merah
44
Nasib Rengganis
45
Rahasia Bukit Gronggong
46
Dewa Guru Resi Atmabrata
47
Goa Terkutuk
48
Manusia Setengah Iblis
49
Manusia Setengah Iblis 2
50
Kembang Wijayakusuma
51
Ki Kancra Bodas
52
Munculnya Nini Pelet
53
Menuju Ibukota Kerajaan Galuh Pakuan
54
Persembahan
55
Ajian Pelet Panggugah Asmara
56
Setan Merah dan Iblis Biru
57
Arah Yang Sama
58
Lagi Lagi Racun
59
Satu Selesai, Masalah Lain Muncul
60
Pertarungan di Kotaraja Kawali
61
Melawan Jerangkong Hitam
62
Cemburu
63
Selamat Tinggal Kotaraja Kawali
64
Sang Penghasut
65
Pertarungan di Tepi Sungai Citanduy
66
Akhir Riwayat Awang Bajra
67
Ayah
68
Rencana Prabhaswara
69
Gangguan
70
Di Tengah Alas Wuluh
71
Perang Saudara ( bagian 1 )
72
Perang Saudara ( bagian 2 )
73
Perang Saudara ( bagian 3 )
74
Adipati Baru Paguhan
75
Pencarian Dimulai
76
Landungseta dan Mustikaweni
77
Pertapaan Dihyang
78
Petunjuk
79
Sayembara Lewa
80
Dedemit Kali Progo
81
Nama Besar
82
Kereta Kuda
83
Mapanji Jayabaya
84
Warung Makan di Persimpangan Jalan
85
Akibat Dendam
86
Bau Keringat Yang Sama
87
Pendekar Misterius
88
Pertarungan Antar Saudara Seperguruan ( bagian 1 )
89
Pertarungan Antar Saudara Seperguruan ( bagian 2 )
90
Si Anak Hilang Telah Kembali
91
Hadiah Sayembara
92
Isi Hati Pandan Wangi
93
Warisan
94
Istana Kotaraja Daha
95
Telik Sandi Jenggala
96
Wong Agung Gunung Raung
97
Ajian Pancasona
98
Keinginan Untuk Mati
99
Perempuan Bertenaga Gajah
100
Rencana Perjodohan
101
Uphawasa
102
Menundukkan Butha Agni
103
Jebakan
104
Badai Di Tengah Kebahagiaan ( bagian 1 )
105
Badai Di Tengah Kebahagiaan ( bagian 2 )
106
Badai Di Tengah Kebahagiaan ( bagian 3 )
107
Badai Di Tengah Kebahagiaan ( bagian 4 )
108
Suara Aneh
109
Maling
110
Tugas Pertama Sang Putra Mahkota
111
Perompak Sungai
112
Tepi Hutan Kecil
113
Saudara Resi Simharaja
114
Rahasia Mustika Berdarah
115
Dua Hantu Tua dari Lembah Hantu
116
Nawala
117
Ajian Malih Rupa
118
Tipu Daya Orang-orang Lembah Hantu
119
Menyerbu Lembah Hantu ( bagian 1 )
120
Menyerbu Lembah Hantu ( bagian 2 )
121
Menyerbu Lembah Hantu ( bagian 3 )
122
Pemenang Mendapatkan Semuanya
123
Amukan Pangeran Lembah Hantu
124
Lima Iblis Pencabut Nyawa
125
Intrik Istana
126
Bukan Manusia
127
Siluman Laut Utara
128
Melawan Shuralangi
129
Gendol Ketiban Durian Runtuh
130
Anantawikrama Sang Pendekar Tampan Berseruling Perak
131
Resi Gempurbhumi
132
Amarah
133
Pulang ke Daha
134
Perjanjian Lama
135
Pasukan Jenggala Mulai Bergerak
136
Pralaya Kadipaten Selopenangkep
137
Pralaya Kadipaten Selopenangkep ( bagian 2 )
138
Pralaya Kadipaten Selopenangkep ( bagian 3 )
139
Pralaya Kadipaten Selopenangkep ( bagian 4 )
140
Syarat
141
Menuju Blambangan
142
Olahraga
143
Di Kota Kanjuruhan
144
Akhir Hidup Seorang Mata-mata
145
Hutan Kaki Gunung Mahameru
146
Sepasang Bajing Merah dari Alas Dandaka
147
Delapan Bidadari Gumuk Mas
148
Delapan Bidadari Gumuk Mas ( bagian 2 )
149
Alas Purwo
150
Istana Kerajaan Siluman
151
Sang Pemberi Kutukan
152
Melawan Prabu Tirtabawana ( bagian 1 )
153
Melawan Prabu Tirtabawana ( bagian 2 ) - Pengorbanan Resi Simharaja
154
Takdir Dewata
155
Hal Yang Lebih Penting
156
Empat Istri Sang Pangeran Mahkota
157
Rencana Besar Mpu Karnikeswara
158
Siasat Perang
159
Panjalu Jayati ( bagian 1)
160
Panjalu Jayati ( bagian 2 )
161
Panjalu Jayati ( bagian 3 )
162
Panjalu Jayati ( bagian 4 ) - Kemelut Istana Daha
163
Panjalu Jayati ( bagian 5 ) - Tiga Selir Raja Panjalu
164
Panjalu Jayati ( bagian 6 ) - Duka Cita
165
Panjalu Jayati ( bagian 7 )
166
Panjalu Jayati ( bagian 8 )
167
Panjalu Jayati ( bagian 9 )
168
Kesetiaan
169
Raja Baru Panjalu
170
Perubahan
171
Situasi Dunia Persilatan
172
Bentrokan
173
Bentrokan 2
174
Dua Singa Betina
175
Saudara Jauh
176
Di Lembah Brenggolo
177
Ardachandralancana Emas
178
Tugas
179
Kejutan Besar
180
Penerus Pengatur Wilayah Tengah
181
Kelicikan Maharani Uttejana ( bagian 1 )
182
Kelicikan Maharani Uttejana ( bagian 2 )
183
Kadipaten Anjuk Ladang
184
Munculnya Kembali Kelompok Bulan Sabit Darah
185
Dalang
186
Perselingkuhan
187
Orang Suruhan
188
Diatas Atap Bangunan Istana
189
Melawan Para Penjahat
190
Melawan Para Penjahat 2
191
Kereta Kuda Dari Neraka
192
Wisrawa, Sang Pembawa Wabah Bencana dari Dunia Bawah
193
Lampor
194
Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu
195
Masalah Keluarga
196
Tiga Ksatria Tua
197
Keinginan Dewi Sekar Kedaton
198
Kelahiran Putra Pertama
199
Perang Penyatuan ( bagian 1 )
200
Perang Penyatuan ( bagian 2 ) - Dukungan untuk Negara
201
Perang Penyatuan ( bagian 3 ) - Penaklukan Kota Kadipaten Pasuruhan
202
Perang Penyatuan ( bagian 4 ) - Menjelang Pertempuran Besar
203
Perang Penyatuan ( bagian 5 ) - Saatnya Telah Tiba
204
Perang Penyatuan ( bagian 6 ) - Sayap Kiri Wyuha Garuda Nglayang
205
Perang Penyatuan ( bagian 7 ) - Racun
206
Perang Penyatuan ( bagian 8 ) - Pertarungan Pimpinan Pasukan
207
Perang Penyatuan ( bagian 9 ) - Gugurnya Pimpinan Pasukan Jenggala
208
Perang Penyatuan ( bagian 10 ) - Munculnya Butha Agni
209
Perang Penyatuan ( bagian 11 ) - Akhir Hayat Ki Banaspati
210
Perang Penyatuan ( bagian 12 ) - Menuju Akhir Peperangan
211
Perang Penyatuan ( bagian 13 ) - Para Wanita
212
Akhir Perjalanan
213
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!