Sebuah bayangan melayang turun dari atas pohon nangka dengan gerakan seringan kapas. Tangan kirinya memegang buah nangka yang tinggal separuh saja. Mulut bayangan itu yang merupakan seorang lelaki muda berwajah tampan terlihat asyik mengunyah buah nangka matang lalu menyemburkan biji nangka keluar dari mulut nya. Dengan gerakan anggun dan perlahan, si pemuda tampan yang tak lain adalah Jaka Umbaran itu mendarat di depan Pendekar Pedang Kuning dan dua murid perempuan nya itu.
"Untuk apa marah-marah begitu, pendekar berewok?
Hanya biji nangka saja masak membuat mu kesakitan? Apa ilmu kanuragan mu hanya sanggup menahan lemparan buah ciplukan?", ujar Jaka Umbaran dengan santainya.
"Bedebah tengik!!
Rupanya kau cari gara-gara dengan ku ya.. Ada hubungan apa kau dengan si tua bangka Pedang Kuning itu ha?", Banupati menghardik keras sambil menunjuk ke arah Pendekar Pedang Kuning yang sedang dibantu berdiri oleh kedua orang murid perempuan nya.
"Aku tidak kenal dengan mereka, juga tidak ada hubungan apapun dengan ketiganya.
Tapi melihat puluhan orang lelaki menindas seorang lelaki tua yang sedang luka dalam dan dua orang perempuan tentu saja aku tidak bisa tinggal diam. Tindakan pengecut seperti yang kalian lakukan membuat ku kehilangan nafsu makan ku", ucap Jaka Umbaran segera.
"Kurang ajar!!
Rupanya kau memang sudah bosan hidup. Menantang murid-murid Perguruan Kelelawar Merah sama dengan cari mati. Kawan-kawan, kita cincang pemuda sok pahlawan ini!!", teriak keras Banupati yang segera melesat cepat kearah Jaka Umbaran sembari membabatkan pedang nya ke arah leher pemuda berbaju cokelat lusuh ini. Puluhan orang anak buah nya ikut menerjang maju.
Shhrreeettthhh!!!
Jaka Umbaran segera menggeser posisi tubuhnya hingga tebasan pedang Banupati hanya bisa menyambar angin sejengkal di atas kepalanya. Sembari menjejak tanah dengan keras, dia meloncat maju dengan menghantamkan kepalan tangannya ke arah perut Banupati.
Bhhhuuuuuuggggh!!
Oouuugghhhhhh!!!!
Banupati langsung meraung keras kala pukulan keras Jaka Umbaran telak mengenai perutnya. Tubuhnya seketika mencelat mundur dan menabrak dua orang pengikutnya hingga ketiganya segera jatuh menghujam tanah.
Melihat pimpinan mereka di jatuhkan dengan mudah oleh Jaka Umbaran, para murid Perguruan Kelelawar Merah semakin beringas menerjang maju ke arah Jaka Umbaran dengan senjata mereka masing-masing.
Dua orang langsung membabatkan pedang nya ke arah perut sang pendekar muda. Dua orang lainnya mengayunkan pedangnya ke arah kepala sang pendekar muda dari Pertapaan Watu Bolong ini.
Shhrreeettthhh shreeeeettttthhh!!!
Dengan tenang saja, Jaka Umbaran segera membuat gerakan yang memutar menghindari sabetan empat pedang yang mengincar nyawa nya. Sembari memutar tubuhnya, dia masih sempat menendang dan memukul dua orang penyerangnya hingga keduanya jatuh terjengkang.
Sepuluh orang lain nya langsung menusukkan pedangnya kearah Jaka Umbaran dari segala penjuru begitu sang pendekar berhasil lolos dari maut dan mendarat dengan selamat.
Shhhuuuttth shhuutttthh!!
Jaka Umbaran segera menjejak tanah. Tubuhnya seketika melenting tinggi ke udara lalu mendarat turun dan menginjak ujung bilah pedang yang menyatu. Semua penyerangnya terkejut dan berusaha keras untuk menarik senjata mereka yang terhimpit di bawah kaki si pemuda tampan. Jaka Umbaran tersenyum lebar lalu dengan cepat layangkan pukulan cepat beruntun ke arah mereka.
Dhasshhh dhasshhh dhhaaaassshhh!.
Aaauuuuggggghhhhh oouuugghhhhhh!!
Kesemuanya segera terpental ke segala arah beriringan dengan jerit kesakitan yang terdengar dari mulut mereka masing-masing. Tanpa menunggu lama, Jaka Umbaran menjejak tanah dengan keras. Sepuluh pedang terlontar ke atas. Lalu secepat kilat, dia menepak pedang-pedang itu hingga mencelat ke segala arah tepat dimana para anak murid Perguruan Kelelawar Merah baru saja bangkit dari tempat jatuhnya.
Chhreepppppph chhreepppppph chhreepppppph!!!
Aaaarrrgggggghhhhh!!!
Kesepuluh orang itu langsung terjungkal dengan senjata mereka menancap di tubuh masing-masing. Kesemuanya langsung roboh dengan pedang menancap di tubuhnya.
Adegan ini membuat Pendekar Pedang Kuning dan dua murid perempuan nya terpana. Bagaimana tidak, kecepatan gerak dan kemampuan beladiri yang begitu tinggi yang di miliki oleh Jaka Umbaran benar-benar mengagumkan. Jangankan mereka, pimpinan perguruan mereka saja belum tentu bisa melakukannya.
Seusai membantai kesepuluh orang anak buah Banupati, Jaka Umbaran segera melesat cepat kearah pria bertubuh gempal yang sedang di kawal oleh beberapa orang murid Perguruan Kelelawar Merah yang tersisa.
"Pendekar muda ini hebat sekali, Guru..
Apa guru mengenalnya?", tanya salah satu murid perempuan Pendekar Pedang Kuning yang bernama Niluh Wuni itu segera. Perempuan cantik berwajah bulat telur itu begitu penasaran dengan sosok pendekar muda yang sedang bertarung melawan Banupati dan kawan-kawan.
Pendekar Pedang Kuning atau Ki Suradipa itu hanya menggelengkan kepalanya saja karena ia benar-benar tidak tahu siapa pemuda tampan itu. Sepengetahuannya, di dunia persilatan Tanah Jawadwipa saat ini, hanya Rangga Janur dari Perguruan Bukit Katong di Gunung Lawu saja pendekar muda yang memiliki kemampuan beladiri yang tinggi, namun pemuda itu bukanlah orang yang di maksud dan Rangga Janur pun tak setinggi itu juga kemampuan beladiri nya.
"Aku tidak tahu, Wuni..
Mungkin dia adalah seorang pendekar muda yang baru saja selesai pendidikan dan turun gunung mencari pengalaman. Ilmu silat nya cepat dan langsung menghajar titik titik kematian lawan.
Aku bahkan tidak tahu jurus silat apa yang dia gunakan karena baru kali ini aku melihatnya uhukkk", Ki Suradipa batuk kecil setelah usai berbicara.
Ketiganya terus menatap ke arah pertarungan sengit antara Jaka Umbaran melawan Banupati dan kawan-kawan.
Bhhhuuuuuuggggh bhhhuuuuuuggggh!!
Ooougghhhhhhh..!!!
Dua orang kawan Banupati dari Perguruan Kelelawar Merah langsung terjungkal menyusruk tanah setelah sikutan dan pukulan keras Jaka Umbaran menghajar rusuk mereka. Banupati yang sudah terkuras banyak tenaga dalam nya, berusaha untuk mundur karena sadar bahwa ia bukan lawan yang sebanding untuk Jaka Umbaran.
Namun, Jaka Umbaran yang melihat gelagat aneh dari Banupati langsung melesat cepat menghadangnya dengan satu kali lompatan dan dua kali salto di udara. Wajah Banupati langsung pucat seketika melihat kemunculan Jaka Umbaran di depannya.
"Mau lari kemana kau, bajingan berewok?!", kata kata yang keluar dari mulut Jaka Umbaran seperti suara Hyang Batara Yamadipati di telinga Banupati.
Pria bertubuh gempal dengan kumis tebal itu langsung berlutut dihadapan Jaka Umbaran.
"A-ampuni aku pendekar..
Aku salah.. Ampuni nyawa ku. Aku masih punya anak kecil yang butuh ayahnya..", hiba Banupati sembari bersujud kepada Jaka Umbaran.
"Dusta! Itu semua bohong, pendekar!!
Banupati belum menikah dan dia tidak punya anak. Jangan terkecoh dengan bulan nya", teriak Niluh Wuni segera. Suara keras itu sempat membuat Jaka Umbaran menoleh ke arah Niluh Wuni lalu kembali menatap tajam ke arah Banupati yang telah berlutut dihadapan nya dengan tangan tertangkup di depan dada.
"Eh, kau coba mengelabui ku rupanya bajingan berewok...
Bagus sekali tindakan mu. Tadi aku berencana untuk melepaskan mu tapi karena kau berani berdusta kepada ku, aku akan memberi mu pelajaran yang tidak akan pernah kau lupakan seumur hidup mu", setelah berkata demikian, Jaka Umbaran langsung melayangkan tendangan keras kearah dada Banupati.
Dhhaaaassshhh!!
AAAARRRGGGGGGHHHHH!!!
Banupati langsung meraung keras saat tubuhnya mencelat jauh ke belakang dan menyusruk tanah dengan keras. Tendangan keras Jaka Umbaran telah menghancurkan semua pelatihan dan tenaga dalam yang dia miliki. Mulutnya langsung memuntahkan darah segar.
"Huuuooooooooghhhhhh..
Te-terima kasih sudah mengampuni nyawa ku pendekar", ucap Banupati sambil bersujud di tanah. Dia segera bergegas berjalan sempoyongan meninggalkan tempat itu bersama satu orang murid Perguruan Kelelawar Merah yang tersisa.
Sekar Kantil yang tidak dapat menahan diri langsung mendekati Jaka Umbaran.
"Kenapa kau lepaskan dia, Pendekar? Bajingan itu sudah lama menebar angkara di muka bumi. Mati adalah satu-satunya jalan terbaik untuk semua orang", protes Sekar Kantil keras.
"Sudahlah, Nisanak..
Aku sudah menghapus ilmu kanuragan nya juga sumber tenaga dalam nya. Dia tidak akan bisa berbuat kejahatan lagi di masa depan. Jangan membunuh orang yang sudah tidak berdaya, karena sebagai pendekar itu adalah pantangan", ucap Jaka Umbaran sambil tersenyum penuh arti.
"Tapi..."
"Pendekar muda ini benar, Kantil..
Kau masih harus banyak belajar untuk mengendalikan emosi mu juga belajar tata cara dunia kependekaran di Tanah Jawadwipa ini. Ingat itu.
Pendekar muda, aku Ki Suradipa. Uhukkk uhukkk, dunia persilatan mengenal ku sebagai Pendekar Pedang Kuning. Ini murid-murid ku, Niluh Wuni dan Sekar Kantil. Aku sangat berterimakasih pada mu karena kau telah menolong kami dari para bajingan Perguruan Kelelawar Merah itu. Kalau boleh aku tahu, siapa nama mu dan darimana kau berasal?", Ki Suradipa menghormat pada Jaka Umbaran.
"Aku hanya angin yang lewat tanpa ada asal muasalnya. Nama ku tidak penting, tidak punya nama besar seperti mu, Ki Suradipa.
Mohon maaf jika aku kurang sopan", ucap Jaka Umbaran segera. Kesal dengan jawaban itu, Niluh Wuni yang penasaran ingin tahu siapa pendekar muda yang menolongnya langsung bicara.
"Huhhhhh, mentang-mentang berilmu tinggi lantas tak mau mengatakan nama. Apa begini tata krama yang diajarkan oleh guru mu,?!"
"Wuni, jaga bicaramu.. Jangan bersikap tidak sopan kepada penolong kita..
Kalau dia tidak membantu, sudah pasti kau akan dijadikan gundik oleh Banupati. Ingat itu!!", bentak Ki Suradipa sang Pendekar Pedang Kuning keras. Niluh Wuni langsung tertunduk mendengar suara keras gurunya.
"Hehehehe maaf maaf..
Mungkin sikap ku yang kurang mengerti tata krama dunia persilatan. Baiklah, nama ku Jaka Umbaran. Asal ku dari Pertapaan Watu Bolong di Gunung Lawu", ucap Jaka Umbaran sambil menggaruk kepalanya sendiri.
Ki Suradipa alias Pendekar Pedang Kuning kaget bukan main mendengar jawaban sang pendekar muda. Setahu nya, Pertapaan Watu Bolong di huni oleh seorang maharesi yang sakti mandraguna yang jarang mau turun gunung. Meskipun dia tidak pernah bertemu langsung dengan Maharesi Siwamurti, namun nama besar nya sebagai pertapa tua yang sakti mandraguna begitu terkenal di dunia persilatan Tanah Jawadwipa.
"J-jadi kau adalah murid Maharesi Siwamurti dari Pertapaan Watu Bolong?", gagap Ki Suradipa saking gugupnya mendengar jawaban Jaka Umbaran.
"Hehehe itu benar Kisanak... Apa kau mengenal guru ku?", tanya Jaka Umbaran segera.
"Aku tidak mengenal langsung guru mu tetapi nama besarnya sebagai Pendekar Gunung Lawu begitu tersohor di seantero Kerajaan Panjalu ini.
Lantas apa tujuan mu turun gunung ini, Pendekar Jaka Umbaran?", Ki Suradipa balik bertanya.
"Jangan memanggilku dengan sebutan seperti itu, Ki Suradipa. Tidak enak rasanya. Panggil saja aku Jaka Umbaran atau Umbaran saja, lebih enak didengar hehehehe..
Aku di utus oleh guru ku untuk menemui Resi Mpu Hanggabhaya di Perguruan Bukit Katong. Katanya dia memiliki ilmu terawangan yang tinggi hingga bisa membantu ku. Tapi sayangnya aku tidak tahu kemana arah Perguruan Bukit Katong itu", Jaka Umbaran kembali menggaruk kepalanya.
"Aku tahu dimana letak Perguruan Bukit Katong itu, Umbaran..
Juga bisa mengantarkan mu kesana jika kau mau. Anggap saja ini sebagai balasan atas pertolongan mu baru saja. Bagaimana??", mendengar tawaran Ki Suradipa, Jaka Umbaran langsung tersenyum lebar.
"Kalau tidak merepotkan, aku sangat berterimakasih Ki Suradipa", balas Jaka Umbaran segera.
"Kalau begitu, sebaiknya kita segera berangkat mumpung hari masih siang. Dua hari naik kuda, kita akan sampai di Perguruan Bukit Katong", ucap Ki Suradipa sembari mengajak Jaka Umbaran. Lelaki tua itu segera menelan sebutir pil berwarna hitam untuk mengobati luka dalam nya sebelum melompat ke atas kuda.
Mereka mudah mendapatkan hewan tunggangan karena para anak buah Banupati memburu mereka dengan berkuda. Kematian mereka meninggalkan puluhan ekor kuda yang tertambat pada semak belukar tak jauh dari tempat itu.
Jaka Umbaran terlihat bingung saat Niluh Wuni menuntun seekor kuda yang semestinya menjadi tunggangan si pendekar berbaju ini.
"Kau kenapa, Umbaran?", tanya Niluh Wuni segera.
"Hehehehe, aku tidak pernah naik kuda jadi tidak tahu bagaimana cara mengendalikannya", ucap Jaka Umbaran sambil nyengir lebar.
"Haduuh dasar pendekar kampungan..
Coba kamu perhatikan Si Kantil itu. Dia dengan mudah menaiki kuda nya", Niluh Wuni menunjuk ke arah Sekar Kantil yang sedang melompat ke atas kuda tunggangan nya.
Melihat itu, Jaka Umbaran segera melompat ke atas kuda nya. Dengan canggung dia memegang erat tali kekang kudanya. Melihat itu, timbul niat iseng Niluh Wuni.
'Huh, waktunya aku membalas sikap sombong mu tadi Umbaran. Rasakan sekarang'
Niluh Wuni segera menepak pantat kuda tunggangan Jaka Umbaran dengan keras. Kuda berkulit cokelat ini seketika langsung berlari kencang menuju ke arah barat. Jaka Umbaran hampir saja terjatuh dari atas kuda nya andai tidak cepat menguasai diri.
Melihat pemandangan yang dirasa cukup menggelikan itu, Niluh Wuni terkekeh kecil lalu segera melompat ke atas kuda nya dan menyusul Ki Suradipa, Sekar Kantil dan Jaka Umbaran yang telah lebih dulu meninggalkan tempat itu menuju ke arah barat.
Dua pasang mata milik Banupati dan salah satu murid Perguruan Kelelawar Merah terus mengawasi pergerakan Jaka Umbaran dan kawan-kawan baru nya hingga mereka menghilang di balik tikungan jalan.
"Kakang Banupati, dendam ini harus kita balas. Guru kita, Ki Janarwira yang dikenal sebagai Si Dewa Kalong Merah pasti bisa menghabisi nyawa mereka", ujar si murid Perguruan Kelelawar Merah itu segera.
Banupati langsung mengangguk mengerti. Sambil mengusap sisa darah yang telah mengering di sudut bibirnya, dia berkata,
"Kau benar Adhi. Guru pasti bisa membunuh mereka semua.
Ayo kita pulang ke perguruan!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 213 Episodes
Comments
aim pacina
👌🔥🙏👍🫰✌️
2024-06-20
0
aim pacina
🤲👍🫰✌️
2024-06-20
0
Iron Mustapa
🤨🤨🤨🤨🤨
2024-02-02
3