Pagi hari ini cuaca begitu indah meskipun mendung kelabu berarak di angkasa. Cahaya hangat sang mentari pagi menerobos sela sela awan mendung menciptakan sebuah keindahan alam tersendiri bagi seluruh penghuni rumah Lurah Wanua Mantingan. Kicau merdu burung burung terdengar riang sembari sesekali terbang berpindah tempat di ranting pohon yang tumbuh di sekitar kediaman pimpinan Wanua Mantingan ini.
Meskipun hari masih pagi, kesibukan sudah terlihat sejak ayam jantan berkokok. Suara alu saling sambung menyambung tanda ada yang sedang menumbuk padi sudah ada sejak pagi buta. Puluhan orang terlihat sibuk bekerja di dapur kediaman keluarga Mpu Lunggah. Ada yang sibuk menampi beras yang baru saja selesai di tumbuk, ada yang sibuk menyalakan api untuk memasak air, beberapa perempuan desa terlihat sedang memotong aneka sayur mayur sedangkan yang laki-laki terlihat bahu membahu membelah kayu kering sebagai bahan baku perapian mereka.
Setelah semalam terjadi bencana akibat adanya perampokan dari kelompok Rampok Topeng Tengkorak yang berhasil di pukul mundur oleh Jaka Umbaran dan para pengikutnya, para penduduk yang kehilangan tempat tinggal memang mengungsi ke rumah Lurah Mpu Lunggah untuk sementara waktu. Ratusan warga ini harus berdesak-desakan berbagi tempat tinggal di pendopo rumah pemimpin kampung mereka. Meskipun demikian, kesemuanya justru merasa nyaman saat ini karena para pengacau keamanan itu pasti tidak akan berani datang lagi dalam waktu dekat.
Beberapa pemuda dan pemudi Wanua Mantingan baik yang menjadi korban keganasan perampok maupun yang bukan, langsung bergerak membantu dapur rumah Ki Lurah Mpu Lunggah karena mereka harus menyiapkan makanan untuk para pengungsi yang jumlahnya mencapai ratusan orang. Oleh karena itu, mereka memulai kegiatan dapur umum sejak pagi buta.
Jaka Umbaran yang baru saja terbangun dari semedi nya, menghela nafas panjang sebelum bangkit dari tempat tidur yang disediakan khusus untuk nya sebagai penghormatan atas jasa besarnya menyelamatkan desa. Pemuda tampan itu segera melangkah keluar dari dalam kamar. Saat melewati lorong di belakang pendopo yang menjadi tempat tinggal sementara para pengungsi, Jaka Umbaran berhenti. Beberapa orang tua terlihat masih tertidur pulas sedangkan beberapa ibu muda nampak sedang repot mengurusi buah hati mereka. Dia terenyuh melihat itu semua.
Setelah itu, ia segera melangkahkan kakinya menuju ke arah samping kiri rumah Ki Lurah Mpu Lunggah dimana terdapat sebuah kolam kecil yang biasa digunakan untuk mandi dan mencuci. Kolam kecil ini terlindung dari pandangan mata karena tepat berada di samping pohon rambutan besar yang rindang. Beberapa orang yang berpapasan dengan Jaka Umbaran segera membungkuk hormat. Sang pendekar muda membalasnya dengan cara yang sama sebelum melanjutkan kegiatannya.
"Wandansari,
Lihat tuh pujaan hati mu mau ke kolam. Ah dia benar-benar tampan dan gagah ya", ucap Srini, pelayan rumah Lurah Mpu Lunggah yang seumuran dengan Wandansari, sedikit menggoda kembang desa itu.
"Kau ini bicara apa sih Srini?
Kalau di dengar oleh orang nya, aku bisa malu", ujar Wandansari sambil tersipu-sipu.
"Lah ini kan kenyataan loh. Ingat Wandansari, jaman sekarang jadi perempuan itu harus berani. Kalau kau hanya diam saja menunggu Pendekar Umbaran mendekati mu, bisa-bisa malah dia kena gaet perempuan lain.
Kau tahu sendiri bukan, ada dua perempuan cantik yang selalu mengikuti kemanapun langkah pujaan hati mu itu. Bisa jadi mereka juga menaruh hati sama dia loh", ucap Srini yang langsung membuat Wandansari termenung beberapa saat lamanya.
'Omongan Srini ada benarnya juga. Kalau tidak segera bicara tentang perasaan ku pada Kakang Umbaran, bisa-bisa aku keduluan sama dua pengikutnya itu', batin Wandansari.
Saat Wandansari hendak membuka mulutnya menjawab omongan Srini, Sekar Kantil dan Niluh Wuni lewat di depan mereka menuju ke arah kolam kecil tempat mencuci muka.
"Tuh benar kan apa yang aku bilang?
Dua gadis itu selalu mengekor kemanapun Ndoro Pendekar Umbaran pergi. Kau harus berjuang keras untuk mendapatkan cinta mu, Wandansari. Saingan mu berat", kompor Srini yang langsung membuat hati Wandansari memanas seketika.
Tanpa menunggu lama lagi, Wandansari segera menyerahkan pekerjaan nya kepada orang lain yang ada di sebelah nya. Dia segera bergegas menuju ke arah kolam kecil. Srini yang penasaran ingin tahu bagaimana cara Wandansari mengungkapkan perasaannya, langsung bergegas mengikuti langkah sang kembang desa Wanua Mantingan ini.
Wandansari segera menyeruak di antara Jaka Umbaran dan Niluh Wuni yang sedang mencuci muka bersama-sama. Karuan saja, Jaka Umbaran dan Niluh Wuni juga Sekar Kantil terkaget melihat kemunculan sang putri Lurah Mpu Lunggah.
"Maaf menyela sebentar..
Aku agak buru-buru mencuci muka karena harus membantu menyiapkan makanan untuk para pengungsi", ucap Wandansari tanpa menoleh ke arah keduanya dan langsung mencuci muka nya.
"Hei anak Lurah..
Apa kau tidak bisa menunggu sebentar lagi? Suka sekali kau menyerobot tempat orang lain", omel Niluh Wuni segera.
"Aku sibuk dengan urusan dapur jadi tidak punya waktu menggoda jejaka yang sedang mencuci muka", jawab Wandansari sekenanya saja.
"Apa katamu?!!!
Kau minta di hajar ya agar bisa menjaga mulut mu itu ha?!", bentak Niluh Wuni yang sudah geram dengan ulah Wandansari.
"Kenyataan nya seperti itu, buat apa di tutupi lagi?", Wandansari mengibas-ngibaskan kedua telapak tangannya yang basah dan segera berbalik badan.
"Kau ini....", Niluh Wuni hendak mencengkeram leher Wandansari namun Jaka Umbaran segera mencekal lengan nya dengan cepat.
"Cukup Wuni..
Jangan membuat masalah di tengah suasana berduka seperti ini. Dan kau Nini Wandansari, sebaiknya kau juga tidak memancing keributan. Terimakasih sebelumnya", ucap Jaka Umbaran segera sebelum dia melangkah meninggalkan tempat itu.
"Awas kau nanti", Niluh Wuni menunjuk wajah cantik Wandansari lalu bergegas mengikuti langkah Jaka Umbaran diikuti oleh Sekar Kantil.
"Siapa takut?", jawab Wandansari segera. Srini sang pelayan setia segera mendekati majikannya itu dengan menggabungkan dua jempolnya.
"Hebat kau Wandansari, hebat...", ucap Srini sembari tersenyum tipis.
Saat matahari mulai sepenggal naik ke atas langit timur, makanan yang dimasak oleh dapur umum dibagikan kepada para pengungsi. Kesemuanya mendapatkan jatah makan yang sama. Makanan yang dibungkus dengan daun jati ini menjadi hidangan terbaik yang bisa didapatkan oleh para pengungsi pagi hari itu.
"Apa rencana mu selanjutnya, Pendekar? Sebenarnya kami masih takut kalau kalau para perampok itu kembali menyatroni tempat tinggal kami ini", tanya Lurah Mpu Lunggah sembari menjumput sepotong pisang raja rebus yang terhidang di depannya.
"Aku ingin melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru ku Ki Lurah..
Secepatnya kami harus ke Perguruan Bukit Katong di lereng Gunung Pamarihan jadi tidak bisa berlama-lama tinggal di sini. Untuk urusan para perampok itu, aku yakin mereka tidak akan berani untuk datang lagi setelah pimpinan mereka terluka parah. Jadi Ki Lurah tenang saja", jawab Jaka Umbaran sambil tersenyum tipis.
"Heh iya juga ya..
Kami juga tidak bisa menahan mu untuk tinggal bersama kami di sini. Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mu juga pada Pendekar Pedang Kuning dan Nisanak berdua atas semua pertolongan yang kalian lakukan. Semoga Hyang Agung selalu melindungi setiap langkah perjalanan mu nanti Pendekar", ucap Mpu Lunggah sembari menghormat pada Jaka Umbaran.
"Sudah menjadi tugas ku sebagai orang dunia persilatan, Ki Lurah. Jadi kau tak perlu sungkan", balas Jaka Umbaran segera.
Dari arah dalam rumah, Niluh Wuni dan Sekar Kantil membawa dua buntalan kain hitam yang berisi beberapa pakaian mereka. Dia segera menyerahkan salah satu kain hitam itu pada Jaka Umbaran. Ki Lurah Mpu Lunggah diam diam memasukkan beberapa kepeng perak ke dalam buntalan kain hitam itu tadi pagi sebagai ucapan terima kasih.
Setelah berpamitan pada sang pimpinan wanua kecil itu, Jaka Umbaran segera melangkah menuntun kudanya di halaman. Wandansari yang melihat itu, segera bergegas mendekati sang pendekar muda.
"Kenapa kau pergi secepat ini Kakang?", ucap Wandansari sambil tertunduk. Bulir-bulir air mata perlahan jatuh di pelupuk matanya. Ada rasa tak ingin kehilangan sosok lelaki yang telah mencuri hati nya ini.
"Ada hal yang harus ku kerjakan, Nini Wandansari..
Aku mohon undur diri", ucap Jaka Umbaran sembari tersenyum simpul sebelum melompat ke atas kuda tunggangannya.
"Akankah kau kembali lagi kemari?", kembali Wandansari bertanya. Mata kembang desa Wanua Mantingan ini sembab dan basah oleh air mata.
"Aku tidak tahu, Nini..
Jika Dewata Yang Agung menginginkannya, pasti suatu saat nanti aku kemari. Aku permisi Nini Wandansari.
Hiyyahhhhh...!!", Jaka Umbaran segera menggebrak kuda tunggangan nya dan kuda berkulit cokelat ini langsung berlari cepat meninggalkan kediaman Mpu Lunggah. Wandansari terus menatap ke arah perginya Jaka Umbaran hingga menghilang dari pandangan mata bersama ratusan orang penduduk Wanua Mantingan.
Setelah berhasil menyusul Ki Suradipa dan kedua muridnya, Jaka Umbaran terus memacu kuda nya ke arah barat. Begitu meninggalkan perbatasan, mereka terus bergerak menuju ke arah barat, menjelang tengah hari memasuki sebuah perkampungan kecil bernama Kedung Gupit yang memiliki dermaga penyeberangan Sungai Wulayu ( Sungai Bengawan Solo sekarang ).
Puluhan orang terlihat sedang mengantri untuk menyeberang di tepi dermaga Kedung Gupit. Beberapa nampaknya merupakan pedagang kain karena membawa puluhan kodi kain yang diangkut dengan pedati yang di tarik oleh dua ekor sapi.
Seorang wanita cantik yang berusia sekitar 3 dasawarsa terlihat sedang memberikan perintah kepada para kuli angkut barang agar hati-hati dalam bekerja. Melihat dari dandanannya yang mewah, sepertinya dia adalah saudagar kaya raya. Satu pelayan wanita, seorang abdi yang memegang payung dan beberapa orang centeng bertubuh gempal dengan sebuah pedang terikat di pinggang terlihat berada di sekitar perempuan cantik berbaju ungu kehitaman ini. Mereka semua terlihat mengantri paling depan.
Jaka Umbaran segera melompat turun dari kudanya juga dengan Ki Suradipa, Niluh Wuni dan Sekar Kantil. Mereka menuntun kudanya dan ikut mengantri bersama dengan orang lain menunggu perahu penyeberangan.
Tak berapa lama kemudian, terlihat sebuah kapal penyeberangan merapat ke dermaga. Beberapa orang anak buah kapal besar itu segera melompat ke dermaga lalu menarik tali tambang besar agar kapal besar ini bisa merapat ke dermaga. Di awali dengan saudagar perempuan kaya raya itu, satu persatu orang mulai menaiki perahu penyeberangan ini termasuk Jaka Umbaran dan kawan-kawan nya.
Jaka Umbaran segera menyadari bahwa ada yang tidak beres dengan para anak buah kapal penyeberangan ini. Kesemuanya membekal senjata yang tergantung di pinggang masing-masing. Tampang mereka juga tidak terlihat seperti orang baik-baik, bahkan bisa dibilang lebih mirip seperti perampok. Semuanya saling memberi isyarat rahasia lewat gerakan kepala maupun bibir.
"Wuni, bersiaplah..
Aku punya firasat buruk dengan orang-orang di kapal penyeberangan ini", bisik lirih Jaka Umbaran pada Niluh Wuni yang berdiri di dekatnya.
Niluh Wuni segera mengangguk mengerti. Dia langsung memegang gagang pedang nya. Sekar Kantil yang tidak mengerti, ikut-ikutan saja memegang gagang pedangnya.
Dan...
Shhhrriinggg shhhrriinggg shhhrriinggg!!
Puluhan orang anak buah kapal besar itu segera mencabut senjata mereka masing-masing dan mengarahkan nya kepada para penumpang kapal penyeberangan ini.
"Kepada semuanya, serahkan harta berharga dan uang kalian kalau kalian ingin selamat!", ucap seorang lelaki bermata satu dengan kepala plontos dan jambang lebat. Sebuah penutup mata dari kain hitam menutupi sebelah kiri mata lelaki yang berusia sekitar 4 dasawarsa itu.
"Apa maksudnya ini semua, heh pemilik kapal?", ucap pimpinan centeng saudagar perempuan itu segera.
Chhhrrraaaaaaasssssshhh!!!
Aaaarrrgggggghhhhh!!!
Si lelaki bertubuh gempal dengan mata satu itu langsung menebas leher kepala centeng saudagar perempuan kaya itu. Akibatnya dia langsung tewas seketika dengan leher nyaris putus. Tanpa mempedulikan rasa takut semua orang, dia menendang tubuh kepala centeng itu dengan keras hingga mayatnya langsung tercebur ke Sungai Wulayu.
"Ada lagi yang ingin mampus?!", si pimpinan kelompok begal ini mengedarkan pandangannya ke seluruh penumpang kapal penyeberangan itu sambil melotot kereng.
Jaka Umbaran segera menghirup udara dalam-dalam sebelum melesat cepat diantara para penumpang kapal penyeberangan yang ketakutan. Dengan cepat ia langsung melayangkan empat serangan beruntun ke arah 4 anak buah begal ini.
Whhhuuuggghhhh whhhuuuggghhhh
Dhhaaaassshhh dhhaaaassshhh..
Bhyyyuuuurrrrrr!!!!
Empat orang anak buah kapal besar itu langsung mencelat dan jatuh ke dalam aliran Sungai Wulayu yang sedang keruh. Melihat Jaka Umbaran sudah bergerak, Niluh Wuni dan Sekar Kantil pun dengan cepat mengayunkan pedangnya kearah para anak buah begal kepala plontos ini.
Thhrraaanggg thhrraaanggg!!
Dhhaaaassshhh!!
Pertarungan jarak dekat di atas kapal penyeberangan ini pun segera terjadi. Centeng saudagar perempuan kaya raya itu juga ikut membantu dan dalam waktu singkat, kapal penyeberangan ini telah berhasil mereka kuasai.
Melihat keadaan yang kurang menguntungkan bagi dirinya, si kepala plontos itu segera melesat cepat kearah saudagar perempuan kaya raya itu dengan tujuan ingin menjadikan nya sebagai sandera. Namun belum sampai dia melakukannya, Jaka Umbaran yang melihat gelagat aneh nya pun seketika menghadang laju pergerakan nya sembari mengayunkan tinju nya kearah perut lelaki bertubuh gempal ini.
Bhhhuuuuuuggggh!!
Aaauuuuggggghhhhh!!!
Bhyyyuuuurrrrrr....!!!
Si pimpinan kelompok begal ini seketika terlempar keluar dari kapal penyeberangan setelah tinjuan keras Jaka Umbaran telak mengenai perutnya. Entah masih hidup atau sudah mati, tapi si kepala plontos itu langsung tak terlihat lagi dalam derasnya arus Sungai Wulayu.
Para anak buah kapal penyeberangan yang lain langsung berhamburan menyelamatkan diri dengan melompat ke dalam Sungai Wulayu.
Saudagar perempuan kaya raya itu pun segera berteriak keras pada para centeng nya,
"Kalian semua, cepat kendalikan kapal ini!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 213 Episodes
Comments
Iron Mustapa
☺😊😊😊😊
2024-02-02
2
rajes salam lubis
mantapp
2024-01-11
1
Roni Sakroni
jgn terlalu banyak urusan cinta cinta annya dong
2024-01-01
3