Locana yang baru saja memuntahkan darah segar hanya diam saja tak menjawab omongan Jaka Umbaran. Sedangkan Sadewa dan Surtikanti pun tersenyum ke arah Jaka Umbaran segera.
"Hehehehe sungguh luar biasa..
Kau bisa mengalahkan Locana hingga seperti ini, mana mungkin kami yang kepandaian ilmu beladiri nya tak lebih baik dari dia berani menantang mu, kakak seperguruan", ucap Sadewa si Pedang Kilat sembari terkekeh kecil.
"Kakang Sadewa benar, kakak seperguruan..
Kemampuan beladiri ku tak lebih tinggi dari Kakang Locana. Tentu saja aku tidak akan menang bila melawan mu, kakak seperguruan. Jadi aku menyerah saja jika harus bertarung melawan mu", sambung Surtikanti segera.
Hemmmmmmm...
"Kalau begitu, aku permisi dulu. Aku ingin mandi, waktunya sudah sore", Jaka Umbaran membungkukkan badannya sebelum melangkah ke arah pemandian di sendang kecil yang ada di kaki Bukit Katong.
Setelah Jaka Umbaran menghilang dari pandangan mata semua orang, Sadewa langsung menarik nafas panjang.
"Untung dia bukan pendendam. Kalau sampai dia tidak bisa memaafkan ulah Locana, tentu saja kita akan menerima imbasnya", ucap Sadewa sembari melirik ke arah Locana yang bangkit dari tempat jatuhnya sambil memegangi dadanya yang terasa sesak.
"Uhukkk uhukkk..
Aku tidak mengerti apa yang terjadi, Kakang Sadewa. Bocah itu mampu menahan serangan Ilmu Sepuluh Ribu Bayangan Pedang yang aku lepaskan. Sekilas saja aku melihat manik mata bocah itu berwarna kuning keemasan uhukkk uhukkk..
Sebenarnya ilmu kanuragan apa yang dia miliki?", Locana berulang kali batuk-batuk kecil di sela-sela omongan nya. Sedangkan Sadewa langsung mendelik kereng pada nya.
"Kau masih berani memanggil nya bocah? Apa belum kapok kau di hajar oleh nya, Locana?", mendengar perkataan itu, Locana langsung tersenyum kecut sambil menggaruk kepalanya.
"Hehehehe maaf Kang, keceplosan aku..
Maksud ku kakak seperguruan begitu uhukkk uhukkk ", ujar Locana yang mendapat cibiran dari Surtikanti.
"Gaya mu Kang Kang..
Kalau esok sampai lupa lagi, tanggung sendiri akibatnya. Aku tidak ikut-ikutan", setelah berkata seperti itu, Surtikanti pun segera melangkah meninggalkan tempat itu. Sadewa dan Locana pun segera mengikuti langkah sang adik seperguruan mereka.
Semburat warna jingga kemerahan di langit barat perlahan mulai berganti gelap. Ribuan kelelawar pun mulai beterbangan mencari mangsa. Perlahan malam mulai merayap turun menyelimuti bumi, memeluk jagat raya dengan dinginnya udara. Cahaya bulan purnama nampak indah meskipun hanya lewat sela-sela awan yang berarak di angkasa.
Selayaknya kebiasaan pada masa itu, ratusan murid Perguruan Bukit Katong duduk bercengkrama di halaman rumah mereka masing-masing sambil menikmati cemilan yang sudah di siapkan. Singkong rebus, ketela bakar, pisang raja rebus dan aneka pala kependem ( istilah untuk umbi-umbian yang ada di dalam tanah ) seperti uwi dan gembili menjadi sajian nikmat disamping minuman keras seperti twak, siddhu dan arak. Minuman keras itu berguna sebagai pelawan udara dingin Gunung Pamarihan yang terasa sanggup membekukan tulang.
Kesemuanya larut dalam suasana kegembiraan. Obrolan mereka pun mengalir lancar tanpa beban. Namun satu obrolan yang menjadi topik hangat pembicaraan mereka adalah kejadian sore hari tadi kala Jaka Umbaran berhasil menjatuhkan Locana. Bagi mereka, itu adalah sebuah berita besar.
Jaka Umbaran sedang mengunyah singkong rebus yang sedikit kematangan hingga benyek. Di sandingkan dengan sambal korek ( isinya hanya cabe, garam dan sedikit terasi bakar ), membuat Jaka Umbaran lahap menyantap nya.
"Kau sedang kelaparan ya Umbaran?", tanya Niluh Wuni yang tiba-tiba saja sudah duduk di samping Jaka Umbaran yang asik menikmati indahnya bulan purnama diatas tikar daun pandan.
"Eh Jagat Dewa Batara..
Kau mau aku mati kaget karena ulah mu itu ya Wuni? Hampir saja copot jantung ku. Dasar perempuan..", gerutu Jaka Umbaran yang benar-benar kaget karena munculnya perempuan cantik itu.
"Hehehehe maaf..
Melihat kau seperti orang kesurupan makan singkong rebus begitu, aku tidak tega untuk mengganggu mu jadi aku langsung duduk saja.
Eh sekarang kau sedang menjadi bahan obrolan para murid Perguruan Bukit Katong ini loh Umbaran. Kau benar benar hebat, bisa mengalahkan salah satu pengajar di sini", puji Niluh Wuni dengan tulus.
"Tidak perlu berlebihan menyanjung ku, Wuni..
Aku hanya meladeni tantangan nya. Tidak ada niat untuk mencari ketenaran tapi aku juga tidak mau jika harga diri ku sebagai pendekar direndahkan", jawab Jaka Umbaran sembari merebahkan tubuhnya di atas tikar daun pandan. Pandangan mata nya tegak lurus menatap langit malam yang cerah. Beberapa bintang terlihat meskipun sebentar karena tertutup oleh awan yang berarak.
"Apa yang kau pikirkan, Pendekar Gunung Lawu?"
Jaka Umbaran segera menoleh ke arah sumber suara. Dia langsung bangkit dari rebahan nya karena pemilik suara itu adalah Ajeng Ratih yang datang sambil membawa sepinggan cemilan dari olahan singkong.
"Huhhhhh... Apa semua perempuan punya kesenangan ketika berhasil mengagetkan laki-laki?
Tidak kau Putri Ajeng Ratih, tidak kau Wuni. Kalian berdua benar-benar senang ya bisa membuat aku kaget?", gerutu Jaka Umbaran segera.
"Bukan begitu Pendekar Gunung Lawu. Aku hanya tidak ingin mengganggu lamunan indah mu tadi hihihi", Ajeng Ratih terkekeh kecil sambil mendudukkan dirinya di samping kanan sang pendekar muda. Jadilah malam itu Jaka Umbaran duduk melihat bulan purnama diapit dua perempuan cantik.
"Kau belum menjawab pertanyaan ku tadi", kembali Ajeng Ratih berbicara.
"Yang mana? Aku tidak merasa mendengar kau bertanya", jawab Jaka Umbaran sambil mengunyah utri (olahan singkong parut yang di kukus dengan parutan kelapa muda dan diisi dengan gula merah) yang di bawa oleh Ajeng Ratih.
"Haduh masih muda tapi sudah pelupa..
Aku tadi bertanya, apa yang sedang kau pikirkan malam ini?", Ajeng Ratih ikut-ikutan mengambil utri yang masih mengepulkan uap panas. Melihat itu, Niluh Wuni pun tak mau kalah dan segera ikut mengambilnya juga.
"Aku sedang melaksanakan tugas dari guru ku untuk mematuhi perintah dari Paman Guru Mpu Hanggabhaya selama satu purnama ini.
Sudah menjadi kewajiban seorang murid untuk melakukan topo ngrame sebagai upah bakti. Walaupun aku sendiri ingin sekali mencari tahu tentang keberadaan orang tua ku yang sebenarnya", ucap Jaka Umbaran sambil menghela nafas berat.
Niluh Wuni dan Ajeng Ratih langsung menoleh ke arah Jaka Umbaran bersamaan. Mereka berdua sedikitpun tidak mengetahui siapa Jaka Umbaran sebenarnya hanya bisa menerka-nerka apa sebenarnya yang telah di alami oleh pemuda tampan itu. Tapi keduanya memilih untuk tidak bertanya lagi mengenai hal itu karena takut menyinggung perasaan Jaka Umbaran.
Malam itu benar-benar indah. Cahaya bulan purnama semakin indah saat malam terus beranjak naik. Setelah cukup lama menikmati keindahan alam, para penghuni Perguruan Bukit Katong kembali ke peraduan mereka masing-masing.
Matahari pagi bersinar terang di ufuk timur. Cahaya nya yang hangat mampu mengusir dingin malam hari yang sempat mencengkeram seisi bumi. Perlahan sang embun pagi pun berlalu pergi, meninggalkan pucuk dedaunan yang ia peluk sepanjang malam.
Pagi itu sesuai dengan perintah dari sang pimpinan utama Perguruan Bukit Katong, Resi Mpu Hanggabhaya, para murid perguruan silat yang terpilih sebagai perwakilan dari Bukit Katong untuk menghadiri pertemuan para pendekar dunia persilatan di Lembah Kali Gung, berkumpul di depan balai besar perguruan.
Dipimpin oleh Sadewa yang di tunjuk langsung oleh sang guru besar, juga di dampingi oleh Locana dan Surtikanti, mereka berbaris dengan rapi menunggu kedatangan sang guru besar. Diantara kelima belas orang yang berangkat, ada Jaka Umbaran, Niluh Wuni dan Sekar Kantil. Ketiga ikut serta dalam rombongan itu atas perintah dari Resi Mpu Hanggabhaya langsung.
Dari arah pintu samping, Resi Mpu Hanggabhaya masuk bersama Mpu Mandala dan Nyimas Kencanawati. Seluruh anggota rombongan langsung membungkuk hormat kepada Resi Mpu Hanggabhaya.
"Om Swasyastu..
Hari ini kalian semua akan berangkat menuju ke Lembah Kali Gung. Berhati-hatilah dalam melakukan perjalanan. Jangan sampai melakukan hal di luar perintah dari pimpinan kalian, Sadewa. Jika ada masalah, sebaiknya kalian semua tidak ikut campur kecuali jika terpaksa.
Satu pesan yang paling penting, jaga nama baik perguruan. Jangan sampai kalian membuat malu Perguruan Bukit Katong di mata dunia persilatan Tanah Jawadwipa", pesan Resi Mpu Hanggabhaya sembari menatap ke seluruh anggota rombongan itu dengan penuh pengharapan.
"Kami mengerti, Guru Besar ", ucap semua orang bersamaan.
"Berangkatlah..
Semoga Hyang Akarya Jagat selalu melindungi setiap langkah kalian semua", Resi Mpu Hanggabhaya segera mengangkat tangan kanannya. Semua anggota rombongan itu langsung menghormat sebelum mereka berbalik badan dan melangkah menuju ke arah kuda yang sudah di siapkan untuk mereka semua.
Perlahan rombongan itu bergerak meninggalkan Perguruan Bukit Katong. Ki Suradipa berdiri di samping pintu gerbang perguruan dan berteriak kencang.
"Pendekar Gunung Lawu..
Titip dua murid ku. Jaga mereka seperti kau menjaga dirimu sendiri!"
Jaka Umbaran segera mengangguk mengerti sebelum dia menggebrak kuda tunggangan nya mengejar para murid Perguruan Bukit Katong yang sudah lebih dulu memacu kuda mereka.
Sadewa memimpin rombongan itu terus bergerak menuju ke arah Utara. Setelah memasuki wilayah Pakuwon Garung yang terletak di barat Rawa Pening, mereka terus bergerak menuju ke arah Utara. Setelah hampir seharian melakukan perjalanan, mereka tiba di kaki Gunung Telomoyo.
Matahari telah tergelincir ke arah barat. Melihat kudanya yang sudah terlihat kelelahan, Sadewa langsung menghentikan rombongan itu di tepi hutan kecil yang terletak di perbatasan Pakuwon Ungaran.
"Kita beristirahat disini", ucap Sadewa sembari mengangkat tangan kanannya. Seluruh anggota rombongan langsung menarik tali kekang kudanya dan rombongan itu seketika berhenti.
Sadewa langsung membagi tugas antara mereka. Karena harus berhemat dalam perjalanan, maka dia memerintahkan kepada para anggota rombongan yang dia pilih untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan. Sedangkan yang lain mempersiapkan tempat bermalam dan mengumpulkan ranting-ranting kering untuk membuat api unggun. Jaka Umbaran yang tidak masuk hitungan Sadewa, langsung mendekati lelaki bertubuh kekar ini.
"Adik seperguruan, bolehkah aku ikut membantu mencari makanan?", tanya Jaka Umbaran segera.
"Oh silahkan saja, Kakang Umbaran..
Tapi aku peringatkan agar tidak terlalu jauh dari tempat ini. Kita semua tidak kenal dengan lingkungan di sekitar sini. Jadi sebaiknya kita berhati-hati", ucapan Sadewa langsung di balas anggukan kepala dari sang pendekar muda.
Begitu ijin di dapatkan, Jaka Umbaran segera menjejak tanah dengan keras hingga tubuhnya melenting tinggi ke udara. Dalam beberapa tarikan nafas, tubuh Jaka Umbaran sudah menghilang dari pandangan mata lelaki bertubuh kekar ini.
Menggunakan ilmu meringankan tubuh nya yang tinggi, Jaka Umbaran melompat dari satu pohon ke pohon lainnya untuk mencari makanan. Setelah cukup lama mencari mata Jaka Umbaran langsung melebar kala melihat serombongan babi hutan sedang melintas di bawah pohon besar yang sedang ia naiki. Sebelum berangkat tadi, dia sudah meminjam pedang milik Sekar Kantil.
Dengan hati-hati Jaka Umbaran segera mematahkan sebuah ranting pohon sebesar jempol tangan. Dengan gerakan lembut, dia melancipi ujung ranting pohon itu. Babi hutan yang sedang mencari makanan pada pangkal kayu lapuk di bawahnya sama sekali tidak menyadari bahwa mereka sedang dalam bahaya.
Setelah persiapan nya cukup, Jaka Umbaran segera melemparkan ranting lancip itu kearah salah satu babi hutan yang berukuran sedang.
Whhhuuuggghhhh!!
Bersamaan dengan itu, Jaka Umbaran melayang turun dari dahan pohon dengan cepat dan menebaskan pedangnya kearah babi hutan yang paling besar.
Shhhrrrrreeeeeeeeeeetttttth!!
Chhreepppppph Jrrrraaaaaasssssshhh!!
Ngguuuuuiiiiiiiiiiikkkkkk....!!!
Satu ekor babi hutan berbadan sedang langsung tersungkur setelah ranting pohon itu menembus punggung hingga perutnya. Sedangkan babi hutan yang paling besar langsung meregang nyawa setelah tebasan pedang menebas tubuh nya hingga terpotong menjadi dua bagian. Sisa babi hutan yang lain langsung bubar menyelamatkan diri.
Di tempat bermalam, Locana langsung tersenyum pongah dengan memamerkan hasil buruannya. Dua ekor ayam hutan tubuh nya nyaris terbelah menjadi dua nampak di tenteng oleh pendekar yang berjuluk Si Pedang Bayangan itu. Murid murid lain hanya membawa beberapa ketela pohon dan satu tandan pisang.
"Hehehehe, malam ini aku akan makan enak. Kalian nikmati saja singkong dan pisang penuh biji itu. Jangan ada yang ingin merebut makan malam ku", ucap Locana sambil menyeringai lebar.
Para murid Perguruan Bukit Katong hanya bisa diam saja tak menjawab omongan sang pengajar. Sedangkan Sadewa hanya geleng-geleng kepala melihat ulah adik seperguruan nya itu.
"Mereka tidak butuh ayam hutan mu, adik seperguruan. Babi hutan pasti lebih mengenyangkan perut mereka!"
Suara keras itu seketika membuat semua orang menoleh ke arah dalam hutan. Jaka Umbaran berjalan mendekati mereka dengan memikul dua ekor babi hutan yang diikat pada ujung pikulannya. Para murid Perguruan Bukit Katong langsung tersenyum lebar sembari melirik ke arah Locana dengan sedikit mencibir.
Malam itu, mereka memanggang daging babi hutan yang di tangkap oleh Jaka Umbaran dengan senang hati. Hanya Locana saja yang terlihat cemberut karena dia malu untuk ikut meminta bagian daging babi hutan panggang itu.
Saat semuanya sedang asyik menikmati makanan mereka, telinga peka Jaka Umbaran mendengar sesuatu yang sedang bergerak kearah mereka. Dia segera meletakkan potongan daging babi hutan panggang di tangannya dan berdiri sambil menatap ke arah kanan.
Niluh Wuni langsung bertanya kepada sang pendekar muda segera.
"Umbaran ada apa?", mendengar pertanyaan Niluh Wuni, Jaka Umbaran segera meletakkan telunjuk tangan kanannya ke depan bibir sambil menjawab,
"Ssssttttttttt pelankan suara mu, Wuni..
Sepertinya kita kedatangan tamu tak diundang.."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 213 Episodes
Comments
Wan Trado
ndak dibekali ilmu tambahan untuk umbaran ya, biasanya kan ada aja satu ilmu yg diberikan buat si pendekar
2025-01-08
0
Iron Mustapa
😌😌😌😋😋
2024-02-02
1
rajes salam lubis
lanjutkan
2024-01-20
0