"Siluman kera ini sejak awal pertapaan mu sudah mengikuti mu, adalah kawan seperjalanan mu nanti. Takdir mu di satukan para dewa di Suralaya untuk terus bersama dalam suka dan duka.
Sekarang dia sudah berubah menjadi cincin pusaka yang bisa kamu panggil saat kau dalam masalah. Pakailah dan sebut saja namanya sebagai sedulur papat lima pancer sambil kau usap permata merah itu. Dia akan datang untuk mematuhi segala perintah mu, Cah Bagus", ucap Maharesi Siwamurti sambil tersenyum tipis.
"Rupanya begitu, Guru..
Ini adalah suratan Dewata yang ditakdirkan untuk ku. Baiklah aku terima apa yang menjadi garis perjalanan ku.
Lantas bagaimana dengan dia?", Jaka Umbaran segera menunjuk ke arah Suketi yang sedang menangis tersedu-sedu sambil terus menatap ke arah suaminya yang kini telah berubah menjadi sebuah cincin pusaka. Monyet betina itu nampak resah dengan apa yang akan terjadi padanya.
"Dia akan menjadi penghuni Pertapaan Watu Bolong selepas kau pergi meninggalkan pertapaan, Umbaran..", ucap Maharesi Siwamurti segera.
"Ah maksud Guru? Apa guru mengusir ku dari pertapaan?", Jaka Umbaran kebingungan dengan omongan guru nya. Pertapa tua itu langsung menggelengkan kepalanya.
"Tidak begitu, Umbaran..
Tapi seorang pendekar harus mengamalkan ilmu yang di perolehannya untuk menegakkan keadilan di atas bumi ini. Ibarat seekor burung, kau harus terbang tinggi meninggalkan sarang untuk menantang kerasnya kehidupan. Hanya saat kau sudah waktunya untuk menghadap ke Sang Pencipta saja, kau boleh tenang meninggalkan keduniawian.
Sekarang kau ikuti langkah ku, pulang ke Pertapaan Watu Bolong. Ada sesuatu yang perlu kamu ketahui. Dan kau monyet kecil, ikuti kami!", Maharesi Siwamurti menoleh ke arah Suketi yang berwujud monyet kecil sebelum melesat ke arah Utara. Suketi pun segera bergerak menyusul nya.
Jaka Umbaran segera memakai cincin bermata permata merah itu di jari manisnya sebelum melesat menyusul sang guru dan Suketi yang sudah lebih dulu bergerak menuju Pertapaan Watu Bolong di sisi Utara Gunung Lawu.
Hanya dalam hitungan beberapa kejap mata saja, mereka bertiga pun sampai di Pertapaan Watu Bolong yang ada di lereng Utara Gunung Lawu. Maharesi Siwamurti segera melangkah masuk ke dalam tempat tinggalnya sementara Jaka Umbaran duduk di beranda rumah itu bersama Suketi. Monyet betina itu terus saja bergerak kesana-kemari tanpa mengalihkan pandangannya pada cincin pusaka di jari manis tangan kiri Jaka Umbaran namun tidak berani untuk mendekat.
Maharesi Siwamurti keluar dari dalam rumah sembari menenteng kain biru yang memiliki sulaman benang merah pada tepian nya. Pada sisi tengahnya terdapat sebuah sulaman benang merah bergambar sebuah Ardhachandralancana atau Lencana Ardhachandra yang berwujud tengkorak yang sedang menggigit bulan sabit. Juga sebuah kalung berbandul liontin perak dengan ukiran yang sama seperti Ardhachandralancana di kain biru.
Begitu sampai di depan Jaka Umbaran, Maharesi Siwamurti segera menyerahkan kedua benda itu kepada sang murid. Jaka Umbaran segera menerima dengan kedua tangan meskipun tidak mengerti apa maksud dari tindakan sang guru.
"Aku tahu kau tentu bingung dengan maksud ku memberikan dua benda itu pada mu bukan? Kau sudah dewasa, sudah waktunya kau mengetahui nya.
Aku akan menceritakan sebuah kisah pada mu, Ngger Cah Bagus. Ini berhubungan dengan jati diri mu yang sebenarnya", Jaka Umbaran terkaget sebentar kemudian dia langsung menyimak apa yang sedang di utarakan oleh gurunya ini.
"Pada suatu malam, 18 tahun yang lalu..
Kala itu, aku sedang pulang setelah mengunjungi kediaman sahabat ku, Begawan Jalasutra yang tinggal di wilayah selatan Tanah Perdikan Lodaya. Begitu sampai di perbatasan wilayah Karang Anom dan Tanggulangin, aku yang hendak melintas melihat sesosok siluman sedang menggendong bayi laki-laki. Takut bayi laki-laki itu dijadikan sebagai tumbal siluman itu, aku mencegatnya. Kami bertarung sengit sampai akhirnya aku berhasil mengalahkannya dan merebut bayi laki-laki kecil itu setelah mengikat siluman anjing laut itu dengan Rantai Mantra Yadnya Kasada seperti yang telah kau kuasai, Umbaran.
Setelah itu, aku membawa nya pulang ke Pertapaan Watu Bolong ini. Aku berharap begitu sampai di tempat ini, kakak seperguruan mu akan menjadi saudara namun nyatanya aku salah. Jiwandana justru minggat dari Pertapaan Watu Bolong dengan mencuri dan membawa lari Kitab Ilmu Pedang Lengan Seribu yang selalu dia dambakan. Aku mengatakan pada mu sebelumnya jika dia sedang melanglang buana hanya untuk menutupi kejahatan nya saja, Ngger Cah Bagus. Agar kelak kau tidak mengikuti langkah Jiwandana yang salah.
Bayi laki-laki itu adalah kau, Umbaran. Aku memberi nama Jaka Umbaran sebagai tetenger agar kau yang dibesarkan di lingkungan liar mampu menjadi suri tauladan bagi orang lain kelak", pungkas Maharesi Siwamurti sembari menghela nafas panjang.
"Lantas siapa orang tua ku sebenarnya Guru? Dan siapa nama asli ku yang sebenarnya?", tanya Jaka Umbaran segera.
Maharesi Siwamurti menggelengkan kepalanya perlahan.
"Aku tidak tahu Umbaran. Kain biru bersulam benang emas dan kalung berbandul liontin emas itu saja yang melekat di tubuh mu saat aku merebut mu dari tangan siluman anjing laut itu. Selebihnya hanya tanda lahir berbentuk cakra di punggung kanan mu itu saja yang ada.
Mungkin benda benda itu adalah petunjuk tentang siapa jati diri mu yang sebenarnya", mendengar ucapan itu, Jaka Umbaran nanar menatap ke arah kain biru bersulam benang emas dan kalung berbandul liontin emas ini. Ada semacam perasaan haru yang langsung menyeruak masuk ke dalam relung hatinya. Dia bertekad untuk mencari keberadaan sosok orang tua nya.
"Kau ingin mencari orang tua mu, Umbaran?", ucap Maharesi Siwamurti seolah tahu apa yang ada dalam pikiran pemuda tampan itu.
"Iya Guru, saya ingin mencari tahu siapa orang tua saya yang sebenarnya. Saya ingin melihat seperti apa sosok ibu yang telah melahirkan saya dan ayah yang telah menelantarkan anaknya hingga saya ada di pertapaan ini", ucap Jaka Umbaran segera.
"Jangan salah sangka terlebih dahulu, Umbaran. Melihat sosok siluman anjing laut yang membawa mu, aku yakin dia pasti menculik mu tanpa sepengetahuan orang tua mu. Dia juga satu-satunya petunjuk tentang siapa sosok orang tua mu yang sebenarnya.
Aku ijinkan kau turun gunung. Tapi ingat aku meminta upah untuk pengajaran yang telah ku berikan. Terlebih dahulu, datanglah kau Gunung Pamarihan ( Gunung Merbabu sekarang ) untuk menemui adik seperguruan ku Resi Mpu Hanggabhaya di Perguruan Bukit Katong", ujar Maharesi Siwamurti sembari tersenyum tipis.
"Aku mengerti Guru..
Lantas kapan saja saya boleh turun gunung dan berkunjung ke Perguruan Bukit Katong?", tanya Jaka Umbaran segera. Mendengar pertanyaan itu, Maharesi Siwamurti segera menghitung hari dan pasaran saat itu. Lalu dengan senyum lebar terukir di wajahnya, dia menatap ke arah Jaka Umbaran.
"Hari ini adalah waktu terbaik untuk mu, Ngger Cah Bagus.
Untuk menapaki jalan di dunia persilatan, kau harus andap asor ( rendah hati ), tidak boleh jumawa ( sombong ) dan harus selalu mengutamakan kebenaran. Jangan menilai segala sesuatu dari sudut pandang mu saja, jadi bijaklah dalam menghadapi setiap masalah.
Sebagai piandel ( pegangan ) mu, aku akan memberikan sebuah pusaka yang bisa kau gunakan untuk melindungi diri mu dari para penjahat yang kau temui", Maharesi Siwamurti menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.
Dari tengah dada nya, sebuah keris pusaka lengkap dengan sarungnya. Saat keris pusaka itu dicabut dari sarungnya, ia memancarkan cahaya biru kemerahan. Maharesi Siwamurti segera memegang gagang keris pusaka berlekuk 5 itu dengan tangan kanan nya lalu kakek tua itu segera meletakkan bilah keris pusaka itu ke dahinya sambil memejamkan mata. Lalu segera memasukkan keris pusaka itu lagi ke wadahnya. Setelah itu ia segera mengulurkan keris pusaka itu kepada Jaka Umbaran.
"Ini adalah Keris Pulanggeni, Umbaran.
Keris pusaka ini memiliki daya linuwih yang sanggup memadamkan api baik dari aji jaya kawijayan maupun api yang sesungguhnya. Dia bisa kau gunakan untuk melindungi diri mu baik dari golongan sesat maupun dari bangsa siluman yang menggangu. Selain itu, keris pusaka ini bisa untuk menentramkan jiwa sang pemilik maupun orang yang ada di sekitarnya.
Bawalah ini sebagai pegangan mu, Ngger Cah Bagus", ucap Maharesi Siwamurti saat mengulurkan pusaka itu pada Jaka Umbaran. Jaka Umbaran segera menerima nya dengan kedua tangan. Meniru cara gurunya, Jaka Umbaran segera memasukkan keris pusaka itu ke dalam tubuh nya. Dalam waktu sekejap mata, Keris Pulanggeni telah masuk ke dalam tubuh pemuda tampan ini.
Segera setelah itu, Jaka Umbaran berkemas untuk berangkat menapaki jalan di dunia persilatan. Dua pasang pakaian yang dia miliki dimasukkan kedalam buntalan kain hitam. Tak lupa pula kain biru bersulam benang emas dan kalung berbandul liontin emas. Setelah semuanya beres, Jaka Umbaran segera menemui sang guru untuk berpamitan.
"Hati-hatilah Ngger Cah Bagus..
Satu lagi pesan ku, saat nanti kau bertemu dengan kakak seperguruan mu Jiwandana, ambillah kembali Kitab Ilmu Pedang Lengan Seribu. Juga Pedang Mentawa yang dia curi dari pertapaan.
Semoga Hyang Agung selalu melindungi setiap langkah mu. Pergilah Umbaran", ucap Maharesi Siwamurti sembari tersenyum penuh arti.
"Murid pamit Guru. Jaga diri guru baik-baik", ucap Jaka Umbaran sebelum melangkah meninggalkan Pertapaan Watu Bolong. Pemuda bertubuh kekar itu berjalan menuruni jalan setapak ke arah barat.
Maharesi Siwamurti menatap punggung sang murid hingga menghilang dari pandangannya. Bersama Suketi yang kini menjadi penghuni baru Pertapaan Watu Bolong, Maharesi Siwamurti memutar tubuhnya dan melangkah kembali ke kediamannya.
Dengan ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi, Jaka Umbaran seolah tidak menapak tanah. Hanya dalam hitungan beberapa kejap mata saja, dia sudah sampai di kaki Gunung Lawu. Jaka Umbaran celingukan kesana kemari. Dia yang selalu tinggal di Pertapaan Watu Bolong dan tak pernah menginjakkan kaki di dunia luar tentu saja sedikit kebingungan hendak kemana.
Selama ini hampir semua kebutuhan di dapat alam sekitar tempat tinggalnya. Bersama dengan sang guru, dia sendiri menanam singkong di kebun dekat pertapaan. Sayur mayur, pisang, uwi manis di dapatkan dari kebun. Untuk kebutuhan daging, dia kerap berburu di hutan kaki Gunung Lawu. Seingat nya, dia hanya dua kali ikut gurunya ke pasar untuk membeli pakaian dan garam.
Di tengah kebingungan nya, tiba-tiba dari arah barat, telinga Jaka Umbaran mendengar suara pertarungan. Tanpa membuang waktu lagi, Jaka Umbaran segera melesat ke arah sumber suara. Begitu sampai di tempat yang dituju, Jaka Umbaran segera menjejak tanah dengan keras hingga tubuhnya melenting tinggi ke udara. Dengan gerakan tubuh seringan kapas, dia mendarat di salah satu cabang pohon nangka dan melihat pemandangan yang sedang terjadi di bawahnya.
Dua orang gadis muda berpakaian serupa yakni kemben berwarna hitam dengan selendang kuning di dada, celana pendek berwarna kuning dengan jarit warnanya cokelat tua bersama seorang lelaki paruh baya bertubuh kekar yang memegang sebuah pedang nampak di kepung oleh puluhan orang lelaki bertubuh kekar dan berwajah seram. Nampaknya, si lelaki paruh baya yang memakai pakaian layaknya seorang pendekar dengan baju kuning itu sedang terluka dalam karena ada sisa darah segar yang meleleh keluar dari sudut bibirnya.
"Pendekar Pedang Kuning!
Nampaknya nama besar mu hanya hisapan jempol belaka hahahaha. Sekarang masih belum terlambat untuk menyerah. Kalau kau menyerah, dua murid mu yang cantik-cantik itu akan ku jadikan sebagai gundik ku dan kau boleh pergi bebas dari sini sekarang", ujar seorang lelaki bertubuh gempal dengan kumis tebal dengan ikat kepala merah sambil menunjuk ke arah lelaki paruh baya yang sedang luka dalam itu. Sepertinya dia adalah pimpinan para pria bertubuh kekar berwajah menyeramkan ini.
"Banupati..
Sampai mati pun aku tidak akan pernah sudi menjadi budak nafsu mu, bajingan!! Lebih baik aku mati daripada harus melayani nafsu bejat mu", balas seorang gadis cantik yang menyebut nama pimpinan kelompok lelaki seram ini dengan nama Banupati.
"Benar Kangmbok Wuni..
Aku juga tidak mau jika harus bersama dengan bajingan cabul seperti dia. Guru, lebih baik kita melawan mereka meski harus kehilangan nyawa", timpal seorang gadis lain sembari menoleh ke arah lelaki paruh baya yang sedang mengatur nafas itu dengan tatapan penuh permohonan.
"Jangan gegabah Kantil, Wuni..
Banupati yang sekarang bukan Banupati yang dulu. Dia sudah memiliki ilmu kanuragan yang tinggi uhukkk uhukkk..
Lebih baik kalian berdua lari saja. Aku akan menahan mereka selama mungkin", ucap lelaki tua yang berjuluk Pendekar Pedang Kuning itu sembari memegang erat gagang pedangnya.
"Dasar keras kepala!!
Sudah untung aku mau menerima kalian berdua sebagai gundik ku tapi malah menghina ku. Murid murid Perguruan Kelelawar Merah, bunuh lelaki tua tak tahu diri itu tapi biarkan dua setan betina itu tetap hidup. Tangkap saja mereka, aku akan menghajar mereka dengan cara ku sendiri", ucap Banupati sambil menyapukan lidahnya ke bibir sembari menatap mesum ke arah dua orang gadis cantik ini.
Mendengar perintah dari Banupati, dua puluh orang lelaki bertubuh gempal dengan ikat kepala warna merah itu langsung menerjang maju ke arah Pendekar Pedang Kuning dan dua muridnya. Pertarungan tak seimbang antara mereka kembali berlanjut.
Thrrraaannnnggggg thhrraaanggg!!
Dhhaaaassshhh dhhaaaassshhh!!
Namun agaknya perlawanan Pendekar Pedang Kuning dan dua muridnya itu hanya sia-sia belaka. Mereka kalah jumlah dan lawan yang mereka hadapi cukup tangguh. Dalam hitungan beberapa jurus saja, beberapa luka telah menghiasi tubuh dua gadis cantik itu sedangkan Pendekar Pedang Kuning sendiri terkapar tak berdaya di tanah setelah tendangan keras Banupati menghajar perutnya.
Saat Banupati hendak menjamah tubuh salah satu murid Pendekar Pedang Kuning, sebiji buah nangka meluncur cepat kearah punggung tangan kanannya.
Cllaaaaaassshhhhh!
Aaaarrrgggggghhhhh!!!
Banupati langsung meraung keras saat biji nangka itu menghantam di punggung telapak tangannya hingga punggung tangannya bengkak seketika saking kerasnya lemparan biji nangka itu. Dia segera menghentikan langkahnya dan menatap tajam ke arah datangnya serangan sambil mengumpat keras,
"Bajingan tengik!! Tunjukkan dirimu, jangan cuma berani sembunyi sambil menyerang.
Keluar kau keparat!!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 213 Episodes
Comments
Xiao Suhend
asekkk
2024-03-02
2
Iron Mustapa
😃😃😃😃😃😃
2024-02-01
1
julius
mulai rame nih
2024-01-17
1