"Silahkan saja jika Maharesi Dhanudara ingin bicara, saya tidak keberatan", jawab Jaka Umbaran segera.
Maharesi Dhanudara terdiam sejenak namun dia melirik ke arah Niluh Wuni yang ada di sebelah sang pendekar muda. Sadar bahwa ia tidak diperkenankan untuk mendengar obrolan mereka berdua, Niluh Wuni pun mengerti.
"Saya sudah mengantuk, sebaiknya istirahat sekarang. Umbaran dan anda Maharesi Dhanudara, silahkan berbincang. Saya pamit undur diri", ucap Niluh Wuni sembari membungkuk hormat kepada Maharesi Dhanudara sebelum melangkah meninggalkan serambi balai tamu Pertapaan Gunung Ungaran.
Setelah kepergian Niluh Wuni, Maharesi Dhanudara segera menoleh ke arah Jaka Umbaran.
"Tempat yang tenang untuk bicara empat mata, bukan disini Pendekar Gunung Lawu. Ikuti aku..", setelah berkata seperti itu, Maharesi Dhanudara pun melesat cepat kearah Utara. Jaka Umbaran pun segera menyusul sang guru besar Pertapaan Gunung Ungaran.
Hanya dalam waktu singkat, keduanya telah sampai di tempat yang dituju oleh sang pimpinan Pertapaan Gunung Ungaran. Sebuah susunan bebatuan besar yang seperti tertata rapi di lereng utara Gunung Ungaran, mirip dengan reruntuhan bangunan candi menjadi tempat keduanya menghentikan langkahnya.
Sesampainya di tempat itu, Maharesi Dhanudara segera duduk bersila di atas sebuah batu persegi besar yang telah di tumbuhi lumut kerak. Jaka Umbaran pun segera mengikuti langkah sang pertapa tua dan duduk tak jauh dari tempat duduknya.
"Nakmas Jaka Umbaran, aku ingin bertanya kepada mu. Tolong kau jawab sejujurnya", ucap Maharesi Dhanudara membuka pembicaraan.
"Silahkan saja Maharesi. Saya akan menjawab sesuai dengan yang saya ketahui", jawab Jaka Umbaran segera.
Hemmmmmmm...
"Kalau begitu, aku ingin tahu siapa orang tua mu dan darimana kau mendapatkan tanda lahir di punggung kanan mu itu?", Maharesi Dhanudara menatap wajah tampan Jaka Umbaran. Cahaya sinar bulan yang lewat purnama masih cukup terang menerangi sekitar tempat mereka berbincang jadi Maharesi Dhanudara masih bisa melihat dengan jelas lawan bicara nya.
"Sejujurnya aku tidak tahu siapa orang tua ku, Maharesi. Karena sejak kecil aku telah hidup di Pertapaan Watu Bolong di bawah asuhan Maharesi Siwamurti", Jaka Umbaran lalu menceritakan tentang kisah kehidupan nya pada Maharesi Dhanudara tanpa sedikitpun ada yang ditutupi.
Maharesi Dhanudara manggut-manggut saja mendengar cerita dari mulut Jaka Umbaran seperti telah memahami apa sebenarnya yang telah terjadi. Ketika mendengar mengenai kain biru bersulam benang emas bergambar sebuah Ardhachandralancana atau Lencana Ardhachandra lengkap dengan kalung berbandul liontin emas bergambar Ardhachandralancana ini, dia terlihat tersenyum penuh arti.
"Baiklah jika kamu memang tidak tahu apa apa mengenai siapa sebenarnya dirimu. Kelak dengan jalan yang kau pilih sekarang, kamu pasti menemukan siapa orang tua mu. Aku tidak berhak untuk membuka rahasia dari Hyang Akarya Jagat agar tidak mendatangkan siku bendu dari sang pengatur kehidupan.
Aku akan membantumu menggunakan tanda lahir berbentuk cakra di punggung kanan mu itu sebagai pertahanan tubuh mu dari segala jenis makhluk tak kasat mata juga dari para manusia yang memiliki kemampuan linuwih namun berniat buruk kepada mu", ucap Maharesi Dhanudara sembari tersenyum dan bangkit dari tempat duduknya. Dia melangkah mendekati Jaka Umbaran yang masih duduk bersila di tempatnya.
"Sekarang pejamkan matamu Pendekar Gunung Lawu..
Kosongkan pikiran mu dan rasakan hawa alam semesta yang ada di sekitar mu dengan mata batin yang kau rasakan", perintah Maharesi Dhanudara segera. Dengan patuh, Jaka Umbaran segera mengikuti perintah sang pimpinan Pertapaan Gunung Ungaran ini. Perlahan dia memejamkan matanya.
Saat yang bersamaan, Maharesi Dhanudara berjalan di belakang punggungnya.
"Om Namo Bhagavate Vasudevaya..
Om Namo Bhagavate Vasudevaya..
Wahai Cakra Bhaswara yang tersembunyi dalam wujud tanda lahir di punggung pemuda ini, tunjukkan wujud mu sebagai senjata dari Sang Penjaga Alam Semesta.
Om Namo Bhagavate Vasudevaya..
Om Namo Bhagavate Vasudevaya..", telapak tangan kanan Maharesi Dhanudara memancarkan cahaya putih menyilaukan mata lalu dia segera meletakkan telapak tangan nya ke tanda lahir berbentuk cakra di punggung kanan Jaka Umbaran.
Tanda lahir berbentuk cakra di punggung kanan Jaka Umbaran langsung bersinar kuning keemasan begitu tersentuh tangan kanan Maharesi Dhanudara. Perubahan ini membuat Jaka Umbaran harus mengerahkan seluruh tenaga dalam nya untuk mengatasi rasa panas menyengat yang keluar dari gambar benda di punggung kanan Jaka Umbaran. Perlahan cahaya kuning keemasan yang membentuk huruf huruf sansekerta dalam bentuk Cakra Bhaswara itu membesar dan terus membesar hingga mengelilingi seluruh tubuh Jaka Umbaran.
Maharesi Dhanudara tersenyum penuh arti dan menjauhi tempat Jaka Umbaran berada. Cahaya kuning keemasan itu mulai berputar perlahan di sekeliling tubuh sang pendekar muda.
"Buka mata mu, Pendekar Gunung Lawu", perintah Maharesi Dhanudara segera. Perlahan Jaka Umbaran membuka mata dan seketika terkejut bukan main melihat rangkaian huruf sansekerta dalam bentuk Cakra Bhaswara itu tercipta di sekeliling tubuh nya dan berputar perlahan.
"Apa ini Maharesi?", tanya Jaka Umbaran segera.
"Ini adalah Cakra Bhaswara. Senjata suci milik Sang Pemelihara Alam Semesta, Dewa Wisnu. Ini adalah bentuk sejati dari tanda lahir di punggung kanan mu, hai Pendekar Gunung Lawu.
Tak perlu takut. Ini adalah karunia besar yang ada di dalam tubuh mu, Jaka Umbaran. Dengan kata lain, adanya benda suci milik Sang Pemelihara Alam Semesta ini menunjukkan bahwa kau adalah titisan Dewa Wisnu selanjutnya", ucap Maharesi Dhanudara sambil tersenyum.
"Tapi saya masih tidak mengerti..
Jika saya adalah titisan Dewa Wisnu selanjutnya, bukankah seharusnya saya lahir di kalangan masyarakat Ksatria? Apa ini juga merujuk pada rahasia jati diri saya yang sebenarnya?", berondongan pertanyaan terucap dari mulut Jaka Umbaran.
"Kau sungguh cerdas..
Memang adanya Cakra Bhaswara di dalam tubuh mu menunjukkan bahwa kau bukan lahir di kalangan masyarakat biasa. Catat ini baik-baik di ingatan mu agar saat kau mencari tahu tentang keberadaan orang tua mu, kau akan mudah meyakinkan hati mu", jawab Maharesi Dhanudara sembari tersenyum simpul.
"Sekarang, akan ku ajari caranya untuk mengendalikan benda suci ini, Jaka Umbaran. Dia hanya akan muncul saat kau sedang terancam hidup mu saja", imbuh Maharesi Dhanudara segera.
Lalu Maharesi Dhanudara mengucapkan mantra-mantra pemujaan Dewa Wisnu yang di tiru oleh Jaka Umbaran. Cakra Bhaswara itu perlahan mengecil dan terus mengecil hingga seukuran piring dengan gerigi tajam di tepiannya. Jaka Umbaran segera menangkupkan kedua telapak tangan nya di depan dada sambil menutup mata. Cakra Bhaswara berubah menjadi cahaya kuning keemasan yang kembali ke punggung kanan sang pendekar muda. Membentuk kembali sebuah tanda lahir berwarna merah melingkar seperti bentuk cakra.
Baik Maharesi Dhanudara dan Jaka Umbaran sama-sama menarik nafas lega karena telah menyelesaikan satu hal penting ini.
"Sekarang ada satu lagi yang perlu dilakukan oleh mu, Jaka Umbaran", ucap Maharesi Dhanudara.
"Apa itu Maharesi? Bukankah kau sudah membangkitkan Cakra Bhaswara di dalam tubuh ku?
Apakah masih ada lagi yang perlu dilakukan oleh ku?", kembali Jaka Umbaran bertanya.
"Banyak sekali kekuatan yang luar biasa dalam diri seorang titisan Dewa Wisnu, Pendekar Gunung Lawu. Cakra Bhaswara hanyalah satu dari sekian banyak kemampuan yang dimiliki oleh awatara Dewa Wisnu di dunia ini", terang Maharesi Dhanudara segera.
"Sekarang waktunya kau belajar untuk mengendalikan hal yang paling mendasar dari sifat alami manusia,
Hawa amarah mu..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 213 Episodes
Comments
rajes salam lubis
lanjut
2024-01-20
1
Must Mbong
Thor kapan mie kepanjalu
2023-11-27
3
ahmat saepuloh
ash
2023-11-11
0