"Tebakan mu tepat sekali, Paman. Aku memang ingin berguru kepada Resi Mpu Hanggabhaya.
Oh iya kalau boleh tahu siapa paman ini? Aku Ajeng Ratih, putri Tumenggung Mpu Prajanata dari Kadipaten Kembang Kuning", ujar perempuan cantik itu dengan gaya santun nya.
"Rupanya putri bangsawan..
Aku Suradipa, dunia persilatan menjuluki ku sebagai Pendekar Pedang Kuning. Ini kedua murid ku, Niluh Wuni dan Sekar Kantil.
Rupanya ini juga adalah suratan Dewata Yang Agung. Kami setelah dari Pakuwon Dadapan ini juga akan menuju ke Perguruan Bukit Katong", ucap Ki Suradipa segera.
"Wah kebetulan sekali kalau begitu..
Kita bisa berjalan bersama kesana. Semakin banyak teman di jalan itu semakin baik", sambut Ajeng Ratih dengan gembira.
Ehheemmmm ehheemmmm!!
Deheman Nyi Rondo Dadapan segera membuat semua orang menoleh ke arah nya.
"Tapi tidak hari ini juga. Aku masih punya hutang dengan Pendekar Gunung Lawu jadi kalian semua harus bermalam di rumah ku", ujar Nyi Manik Inten sembari tersenyum tipis.
Mendengar nama Pendekar Gunung Lawu di sebutkan, Niluh Wuni dan Sekar Kantil langsung melirik ke arah Jaka Umbaran. Seolah mereka ingin tahu apa maksud hutang yang di katakan janda cantik itu. Namun air muka Jaka Umbaran terlihat datar saja, seolah tidak peduli dengan lirikan mata kedua gadis itu.
Para lelaki bertubuh gempal yang sudah babak belur di hajar habis-habisan oleh Jaka Umbaran dan kawan-kawan, segera di serahkan kepada para prajurit Pakuwon Dadapan agar mereka dijebloskan ke penjara karena perbuatan jahatnya.
Sedangkan Ajeng Ratih bersama adik sepupu nya Nimas Citrawati mengikuti langkah rombongan Nyi Manik Inten bersama dengan 3 pengawal nya yang tersisa. Mereka semua bergerak menuju ke bagian barat Kota Pakuwon Dadapan yang berada di bawah kaki Gunung Pamarihan.
Sebuah rumah besar berhalaman luas dengan aneka pohon buah-buahan dan bebungaan yang indah berdiri megah di sebelah barat pasar Kota Pakuwon Dadapan. Kesana lah rombongan itu menuju. Ini adalah bekas kediaman Nyi Manik Inten dan mendiang suaminya Bekel Bayan. Saat masih bertugas sebagai pimpinan prajurit Pakuwon Dadapan, Bekel Bayan terbunuh oleh gerombolan perampok yang mencegat perjalanan Akuwu Pakuwon Dadapan. Bekel Bayan meninggalkan istri nya yang cantik, Nyi Manik Inten dan seorang anak perempuan yang masih menginjak usia remaja, Nariwati.
Karena Nyi Manik Inten adalah adik dari Akuwu Pakuwon Dadapan maka tak seorangpun berani untuk mengganggunya. Banyak orang yang ingin menjadikan Nyi Manik Inten sebagai istrinya meskipun dia berstatus sebagai janda beranak satu. Namun dengan alasan ingin membesarkan anak nya lebih dulu, Nyi Manik Inten yang kemudian terkenal dengan sebutan Nyi Rondo Dadapan menolak lamaran para pria itu dengan halus. Selanjutnya, Nyi Manik Inten membangun kembali usaha dagang yang pernah di rintis oleh suaminya dulu dan mengembangkan nya hingga menjadi seperti sekarang.
Kedatangan Nyi Manik Inten bersama para pengikutnya di sambut gembira oleh Nariwati. Gadis remaja yang baru saja berusia satu setengah dasawarsa ini memang mewarisi kecantikan ibunya. Kulit nya bersih dan halus, tubuhnya bongsor melebihi ukuran gadis remaja seusianya.
Saat Nariwati hendak menyapa sang ibu, mata bulat gadis remaja itu seketika terpaku pada sosok lelaki muda yang tampan dan gagah berpakaian coklat tanpa lengan dengan ikat kepala hitam yang berdiri di belakang ibunya.
"Itu siapa Biyung?", tanya Nariwati segera.
"Eh anak ini. Ibu baru datang bukan nya menanyakan kabar ibu malah sibuk memandang laki-laki.
Apa begini cara mu menyambut kedatangan biyung mu ini?", ada nada kesal dalam ucapan Nyi Manik Inten.
"Hehehehe maaf Biyung.. Soalnya dia lain dari kebanyakan orang. Tampan dan mempesona", Nariwati justru cekikikan mendengar omelan sang ibu.
"Kau ini masih kecil, belum waktunya untuk kenal dengan yang namanya laki-laki.
Sudah sana, bantu Sumi ( pelayan setia Nyi Manik Inten ) membereskan barang dagangan. Ingat jangan aneh aneh apalagi menggoda pemuda itu", Nyi Manik Inten melebarkan matanya untuk menakuti putri semata wayangnya.
"Huh, Biyung tidak asyik..
Tak senang lihat aku bahagia sedikit saja", gerutu Nariwati sembari melangkah ke arah Sumi sang pelayan setia ibu nya dan membantu nya membereskan beberapa kain sutra dagangan sang ibu. Untuk kain kualitas menengah dan rendah di tangani oleh para pelayan rumah mereka yang lain.
Nyi Manik Inten membawa mereka masuk ke dalam rumah nya yang besar. Rumah berdinding kayu jati tua itu terlihat megah dengan beberapa hiasan dinding yang indah juga dengan lampu sentir minyak jarak yang terbuat dari kuningan. Ini hanya dimiliki oleh orang kaya saja di masa lalu.
"Anggap saja ini adalah rumah kalian sendiri. Untuk kamar tidur, kalian bisa memilih nya di bagian samping kanan. Aku akan menyuruh pelayan untuk menyiapkan makan malam", ujar Nyi Manik Inten pada semua tamu kehormatan nya sebelum pergi meninggalkan ruang tamu rumahnya yang lebih mirip dengan pendopo pisowanan pakuwon itu. Sebelum pergi, dia sempat melirik ke arah Jaka Umbaran yang masih mengamati situasi di rumah besar itu dengan penuh kekaguman.
"Kau sungguh istimewa..", gumam Nyi Manik Inten lirih di sertai dengan senyum manisnya yang lebar.
Satu persatu mulai mencari tempat bermalam yang mereka inginkan di bangunan samping kanan rumah besar itu. Ada puluhan kamar tidur yang tersedia di sana. Meskipun Niluh Wuni dan Sekar Kantil sempat rebutan kamar tidur yang paling ujung, namun akhirnya mereka harus mengalah pada Jaka Umbaran yang sengaja memilih kamar tidur itu untuk meredam keributan antar murid Ki Suradipa itu.
Di sebuah kolam kecil berair jernih yang tersembunyi di belakang rumah besar itu karena letaknya yang terhimpit dua bangunan lainnya, Nyi Manik Inten terlihat sedang berenang tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya. Sebagai seorang wanita bangsawan, dia cukup pintar merawat tubuhnya hingga meskipun usianya sudah menginjak angka 31 tahun, kemolekan tubuhnya masih terlihat menggiurkan bagi para lelaki. Kulit perempuan cantik itu terlihat kuning mulus, di perutnya pun bahkan tidak terlihat lipatan seperti wanita yang pernah melahirkan. Bahkan jika di bandingkan dengan Nariwati putri nya, jika orang baru pertama melihat mereka berdua, pasti akan menganggap bahwa mereka berdua adalah kakak adik.
Selama perjalanan, Nyi Manik Inten terus menerus memperhatikan Jaka Umbaran. Entah kenapa saat melihat sosok pemuda tampan itu, darah nya seperti menggelegak layaknya seorang gadis perawan yang sedang kasmaran. Hati nya yang sudah membeku setelah kematian suaminya, seketika mencair melihat senyum lebar yang terukir di wajah tampan pemuda tampan berpakaian lusuh ini.
Pada awalnya, dia hendak memikat hati Jaka Umbaran dengan kekayaan yang dia miliki, namun setelah tahu bahwa pemuda tampan itu sama sekali tidak gila harta, Nyi Manik Inten ingin merayu Jaka Umbaran dengan kemolekan tubuhnya. Dan malam ini dia berencana untuk membuat Jaka Umbaran jatuh ke dalam pelukan hangat nya.
Malam itu, dengan dandanan yang anggun, Nyi Manik Inten menemani para tamunya menyantap makan malam setelah matahari terbenam di ufuk barat. Pelbagai jenis makanan dihidangkan dengan rasa yang nikmat. Semua orang nampak begitu asyik menikmati makanan yang tersaji di meja makan.
Setelah rampung, para pelayan membereskan sisa-sisa makanan sedangkan Jaka Umbaran dan kawan-kawan serta Ajeng Ratih dan Nimas Citrawati melanjutkan acara malam mereka dengan berbincang di serambi depan.
Hoooooaaahhhmmm...
Terdengar Nimas Citrawati menguap lebar. Ajeng Ratih segera menoleh ke arah adik sepupunya itu.
"Kau sudah mengantuk, Nimas?", tanya Ajeng Ratih segera.
"Iya Kangmbok hoooaahhhmmm..
Ayo kita tidur saja, mataku sudah tidak kuat melek lagi", jawab Nimas Citrawati sembari terus menguap lebar. Kedua gadis bangsawan muda ini segera bangkit dan berpamitan pada Jaka Umbaran dan kawan-kawan untuk beristirahat lebih dulu.
Niluh Wuni pun ikut-ikutan menguap lebar. Perempuan cantik berkemben hitam dengan selendang kuning di dada ini langsung bangkit dari tempat duduknya.
"Aku sudah ngantuk.. Aku tidur duluan", ujar Niluh Wuni sembari melangkah menuju ke arah tempat tidur nya. Sekar Kantil pun langsung berdiri dan menyusul langkah kakak seperguruan nya itu.
"Kangmbok tunggu aku..!!"
Di ruang serambi tinggal Jaka Umbaran dan Ki Suradipa saja yang masih tersisa. Meskipun sedikit keheranan melihat para perempuan yang mengantuk itu secara bersamaan, namun dia tidak memiliki kecurigaan sama sekali.
"Ada apa dengan mereka Ki? Tumben sekali mengantuk saat masih sore begini", ucap Jaka Umbaran berbicara pada Ki Suradipa yang sedang duduk bersila sambil bersandar pada tiang kayu serambi kediaman Nyi Manik Inten. Tak ada jawaban. Penasaran, Jaka Umbaran segera memperhatikan Ki Suradipa yang ternyata sudah tertidur pulas dengan posisi duduk bersila.
Rupanya Nyi Manik Inten mencampur obat tidur ke dalam makanan yang tersaji kecuali untuk Jaka Umbaran.
Karena sudah tidak ada kawan lagi yang bisa diajak berbicara, Jaka Umbaran pun segera bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke arah kamar tidur nya yang sedikit terpisah dari kamar tidur lainnya. Saat memasuki kamar tidur, dia kaget bukan main melihat Nyi Manik Inten alias Nyi Rondo Dadapan sudah berbaring di ranjang tidur nya tanpa pakaian sedikitpun. Meskipun hanya dengan penerangan lampu minyak jarak, namun dia sempat melihat keindahan tubuh perempuan cantik itu.
Segera Jaka Umbaran membalikkan tubuhnya karena tak ingin melihat pemandangan itu.
"A-apa maksud dari semua ini Nyi?", ujar Jaka Umbaran sedikit gugup. Dia berusaha keras untuk meredam hawa nafsu nya. Sebagai lelaki, tentu saja darah kelelakian nya akan bangkit jika melihat tubuh perempuan polos tanpa busana.
Nyi Manik Inten perlahan berdiri dari atas pembaringan dan berjalan mendekati Jaka Umbaran yang masih berdiri di tempatnya. Perlahan saudagar perempuan kaya raya itu memeluk pinggang Jaka Umbaran dan menempelkan buah dadanya yang besar ke punggung sang pendekar muda.
"Jujur saja, sejak awal aku melihat mu, aku sangat menyukai mu, pendekar..
Meskipun aku tahu bahwa ini tidak pantas di lakukan, tapi aku tak ingin kehilangan kesempatan untuk bersama dengan mu walaupun itu hanya satu malam saja. Malam ini, sentuhlah aku dengan segala daya yang ada di dirimu, Pendekar Gunung Lawu", Nyi Manik Inten merebahkan kepalanya di punggung Jaka Umbaran.
Sang pendekar muda sampai berkeringat dingin berusaha keras meredam darah muda nya yang bergejolak hebat. Sentuhan lembut Nyi Manik Inten benar-benar membuatnya seperti terkena sambaran petir berulang kali. Apalagi benda kenyal yang menekan punggung nya semakin membuat nafasnya memburu.
Seketika itu juga, dia teringat pada pesan gurunya, "Dalam perjalanan mu kelak, kau akan menemui banyak sekali wanita, murid ku. Kau harus bersyukur atas semua itu tapi ingatlah tujuan awal mu untuk mencari keberadaan sosok orang tua mu yang sebenarnya".
Seketika Jaka Umbaran segera melepaskan bekapan tangan Nyi Manik Inten dengan kedua tangannya. Nyi Rondo Dadapan itu langsung terkaget melihat itu semua. Tanpa menoleh ke arah belakang, Jaka Umbaran segera berkata, "Ini tidak boleh dilakukan, Nyi Manik Inten. Kita akan tetap berteman baik dan aku akan melupakan semua hal yang terjadi malam ini. Aku permisi".
Setelah bicara seperti itu, Jaka Umbaran langsung melesat cepat keluar dari dalam rumah kediaman Nyi Manik Inten, meninggalkan perempuan cantik yang telanjang bulat tanpa busana itu termangu memandangi kearah kepergiannya. Setelah sadar dengan apa kesalahannya itu, Nyi Manik Inten segera menyambar kain selimut hitam di atas ranjang tidur Jaka Umbaran lalu segera bergegas meninggalkan kamar tidur itu.
Jaka Umbaran terus melesat cepat kearah barat. Sekali hentak, tubuh nya langsung melenting tinggi ke udara dan mendarat di pucuk pohon tinggi yang ada di tapal batas barat Kota Pakuwon Dadapan.
"Huuuuffffffffff edan..
Hampir saja aku menyentuh perempuan itu. Untung aku masih bisa sadar sebelum setan menguasai pikiran ku", gumam Jaka Umbaran sembari mengusap peluh yang membasahi dahinya.
Saat Jaka Umbaran masih bergelut dengan pikirannya yang kacau balau setelah godaan birahi dari Nyi Manik Inten, mata nya yang tajam dalam kegelapan malam melihat sesuatu.
Diantara keremangan cahaya bulan yang hampir purnama menggantung di langit, dua bayangan hitam berkelebat cepat diantara pucuk pepohonan yang tumbuh di daerah pinggiran Kota Pakuwon Dadapan itu. Ini menandakan bahwa kedua bayangan hitam itu memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi. Sesekali terdengar suara denting senjata beradu. Ini juga membuktikan bahwa keduanya sedang beradu kepandaian ilmu beladiri.
Jaka Umbaran tetap diam saja tak bergeming sedikitpun dari tempatnya semula sembari terus memperhatikan pertarungan antara dua orang berilmu tinggi itu.
Dua bayangan hitam itu berhenti pada jarak sekitar 100 depa dari tempat Jaka Umbaran berada. Dari cahaya bulan yang menerobos sela-sela awan, terlihat jelas oleh mata Jaka Umbaran siapa sosok yang sedang mengadu kesaktian ini. Seorang lelaki tua dengan rambut digelung berjubah putih panjang selayaknya seorang pertapa berdiri di pucuk pohon tinggi sambil menenteng sebilah keris pusaka yang memancarkan cahaya merah kekuningan. Di sisi lain, terlihat seorang wanita cantik rupawan dengan pakaian serba hitam memegang sebuah tongkat besi yang ujungnya membentuk kepala ular dengan angkuh menatap ke arah sang lelaki tua berjanggut panjang.
"Tak ku sangka setelah puluhan tahun silam berpisah, kau tetap saja punya kemampuan beladiri yang lumayan, Tua Bangka!
Tapi jangan jumawa dulu. Aku Dewi Seribu Racun bukan lagi perempuan lemah yang bisa kau bodohi, Wanakerta!!", ucap si perempuan cantik berbaju hitam itu sembari memindahkan tongkat besi berkepala ular nya ke tangan kiri.
"Durgandini...
Sudah cukup kau tersesat dalam ilmu setan yang kau pelajari. Kembalilah ke jalan lurus. Kita bisa memulai nya dari awal lagi", ucap si kakek tua berpakaian pertapa yang di sebut dengan nama Wanakerta itu segera.
Mendengar jawaban itu, perempuan cantik berbaju hitam itu terkekeh kecil sebelum meludah ke samping.
Phhuuuiiiiiihhhhh...
"Mulut mu tetap saja manis seperti madu, Wanakerta. Tapi aku tidak akan bisa kau tipu lagi.
Bersiaplah menjemput ajal mu, Tua Bangka!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 213 Episodes
Comments
Iron Mustapa
🥺🥺🥺🥺🥺
2024-02-02
1
rajes salam lubis
mantap betul
2024-01-17
0
Makmur Djajamihardja
hati2 si kehedsia punya jurus ampuh yaitu jurus kagok.
2023-09-28
2