Godaan

"Tebakan mu tepat sekali, Paman. Aku memang ingin berguru kepada Resi Mpu Hanggabhaya.

Oh iya kalau boleh tahu siapa paman ini? Aku Ajeng Ratih, putri Tumenggung Mpu Prajanata dari Kadipaten Kembang Kuning", ujar perempuan cantik itu dengan gaya santun nya.

"Rupanya putri bangsawan..

Aku Suradipa, dunia persilatan menjuluki ku sebagai Pendekar Pedang Kuning. Ini kedua murid ku, Niluh Wuni dan Sekar Kantil.

Rupanya ini juga adalah suratan Dewata Yang Agung. Kami setelah dari Pakuwon Dadapan ini juga akan menuju ke Perguruan Bukit Katong", ucap Ki Suradipa segera.

"Wah kebetulan sekali kalau begitu..

Kita bisa berjalan bersama kesana. Semakin banyak teman di jalan itu semakin baik", sambut Ajeng Ratih dengan gembira.

Ehheemmmm ehheemmmm!!

Deheman Nyi Rondo Dadapan segera membuat semua orang menoleh ke arah nya.

"Tapi tidak hari ini juga. Aku masih punya hutang dengan Pendekar Gunung Lawu jadi kalian semua harus bermalam di rumah ku", ujar Nyi Manik Inten sembari tersenyum tipis.

Mendengar nama Pendekar Gunung Lawu di sebutkan, Niluh Wuni dan Sekar Kantil langsung melirik ke arah Jaka Umbaran. Seolah mereka ingin tahu apa maksud hutang yang di katakan janda cantik itu. Namun air muka Jaka Umbaran terlihat datar saja, seolah tidak peduli dengan lirikan mata kedua gadis itu.

Para lelaki bertubuh gempal yang sudah babak belur di hajar habis-habisan oleh Jaka Umbaran dan kawan-kawan, segera di serahkan kepada para prajurit Pakuwon Dadapan agar mereka dijebloskan ke penjara karena perbuatan jahatnya.

Sedangkan Ajeng Ratih bersama adik sepupu nya Nimas Citrawati mengikuti langkah rombongan Nyi Manik Inten bersama dengan 3 pengawal nya yang tersisa. Mereka semua bergerak menuju ke bagian barat Kota Pakuwon Dadapan yang berada di bawah kaki Gunung Pamarihan.

Sebuah rumah besar berhalaman luas dengan aneka pohon buah-buahan dan bebungaan yang indah berdiri megah di sebelah barat pasar Kota Pakuwon Dadapan. Kesana lah rombongan itu menuju. Ini adalah bekas kediaman Nyi Manik Inten dan mendiang suaminya Bekel Bayan. Saat masih bertugas sebagai pimpinan prajurit Pakuwon Dadapan, Bekel Bayan terbunuh oleh gerombolan perampok yang mencegat perjalanan Akuwu Pakuwon Dadapan. Bekel Bayan meninggalkan istri nya yang cantik, Nyi Manik Inten dan seorang anak perempuan yang masih menginjak usia remaja, Nariwati.

Karena Nyi Manik Inten adalah adik dari Akuwu Pakuwon Dadapan maka tak seorangpun berani untuk mengganggunya. Banyak orang yang ingin menjadikan Nyi Manik Inten sebagai istrinya meskipun dia berstatus sebagai janda beranak satu. Namun dengan alasan ingin membesarkan anak nya lebih dulu, Nyi Manik Inten yang kemudian terkenal dengan sebutan Nyi Rondo Dadapan menolak lamaran para pria itu dengan halus. Selanjutnya, Nyi Manik Inten membangun kembali usaha dagang yang pernah di rintis oleh suaminya dulu dan mengembangkan nya hingga menjadi seperti sekarang.

Kedatangan Nyi Manik Inten bersama para pengikutnya di sambut gembira oleh Nariwati. Gadis remaja yang baru saja berusia satu setengah dasawarsa ini memang mewarisi kecantikan ibunya. Kulit nya bersih dan halus, tubuhnya bongsor melebihi ukuran gadis remaja seusianya.

Saat Nariwati hendak menyapa sang ibu, mata bulat gadis remaja itu seketika terpaku pada sosok lelaki muda yang tampan dan gagah berpakaian coklat tanpa lengan dengan ikat kepala hitam yang berdiri di belakang ibunya.

"Itu siapa Biyung?", tanya Nariwati segera.

"Eh anak ini. Ibu baru datang bukan nya menanyakan kabar ibu malah sibuk memandang laki-laki.

Apa begini cara mu menyambut kedatangan biyung mu ini?", ada nada kesal dalam ucapan Nyi Manik Inten.

"Hehehehe maaf Biyung.. Soalnya dia lain dari kebanyakan orang. Tampan dan mempesona", Nariwati justru cekikikan mendengar omelan sang ibu.

"Kau ini masih kecil, belum waktunya untuk kenal dengan yang namanya laki-laki.

Sudah sana, bantu Sumi ( pelayan setia Nyi Manik Inten ) membereskan barang dagangan. Ingat jangan aneh aneh apalagi menggoda pemuda itu", Nyi Manik Inten melebarkan matanya untuk menakuti putri semata wayangnya.

"Huh, Biyung tidak asyik..

Tak senang lihat aku bahagia sedikit saja", gerutu Nariwati sembari melangkah ke arah Sumi sang pelayan setia ibu nya dan membantu nya membereskan beberapa kain sutra dagangan sang ibu. Untuk kain kualitas menengah dan rendah di tangani oleh para pelayan rumah mereka yang lain.

Nyi Manik Inten membawa mereka masuk ke dalam rumah nya yang besar. Rumah berdinding kayu jati tua itu terlihat megah dengan beberapa hiasan dinding yang indah juga dengan lampu sentir minyak jarak yang terbuat dari kuningan. Ini hanya dimiliki oleh orang kaya saja di masa lalu.

"Anggap saja ini adalah rumah kalian sendiri. Untuk kamar tidur, kalian bisa memilih nya di bagian samping kanan. Aku akan menyuruh pelayan untuk menyiapkan makan malam", ujar Nyi Manik Inten pada semua tamu kehormatan nya sebelum pergi meninggalkan ruang tamu rumahnya yang lebih mirip dengan pendopo pisowanan pakuwon itu. Sebelum pergi, dia sempat melirik ke arah Jaka Umbaran yang masih mengamati situasi di rumah besar itu dengan penuh kekaguman.

"Kau sungguh istimewa..", gumam Nyi Manik Inten lirih di sertai dengan senyum manisnya yang lebar.

Satu persatu mulai mencari tempat bermalam yang mereka inginkan di bangunan samping kanan rumah besar itu. Ada puluhan kamar tidur yang tersedia di sana. Meskipun Niluh Wuni dan Sekar Kantil sempat rebutan kamar tidur yang paling ujung, namun akhirnya mereka harus mengalah pada Jaka Umbaran yang sengaja memilih kamar tidur itu untuk meredam keributan antar murid Ki Suradipa itu.

Di sebuah kolam kecil berair jernih yang tersembunyi di belakang rumah besar itu karena letaknya yang terhimpit dua bangunan lainnya, Nyi Manik Inten terlihat sedang berenang tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya. Sebagai seorang wanita bangsawan, dia cukup pintar merawat tubuhnya hingga meskipun usianya sudah menginjak angka 31 tahun, kemolekan tubuhnya masih terlihat menggiurkan bagi para lelaki. Kulit perempuan cantik itu terlihat kuning mulus, di perutnya pun bahkan tidak terlihat lipatan seperti wanita yang pernah melahirkan. Bahkan jika di bandingkan dengan Nariwati putri nya, jika orang baru pertama melihat mereka berdua, pasti akan menganggap bahwa mereka berdua adalah kakak adik.

Selama perjalanan, Nyi Manik Inten terus menerus memperhatikan Jaka Umbaran. Entah kenapa saat melihat sosok pemuda tampan itu, darah nya seperti menggelegak layaknya seorang gadis perawan yang sedang kasmaran. Hati nya yang sudah membeku setelah kematian suaminya, seketika mencair melihat senyum lebar yang terukir di wajah tampan pemuda tampan berpakaian lusuh ini.

Pada awalnya, dia hendak memikat hati Jaka Umbaran dengan kekayaan yang dia miliki, namun setelah tahu bahwa pemuda tampan itu sama sekali tidak gila harta, Nyi Manik Inten ingin merayu Jaka Umbaran dengan kemolekan tubuhnya. Dan malam ini dia berencana untuk membuat Jaka Umbaran jatuh ke dalam pelukan hangat nya.

Malam itu, dengan dandanan yang anggun, Nyi Manik Inten menemani para tamunya menyantap makan malam setelah matahari terbenam di ufuk barat. Pelbagai jenis makanan dihidangkan dengan rasa yang nikmat. Semua orang nampak begitu asyik menikmati makanan yang tersaji di meja makan.

Setelah rampung, para pelayan membereskan sisa-sisa makanan sedangkan Jaka Umbaran dan kawan-kawan serta Ajeng Ratih dan Nimas Citrawati melanjutkan acara malam mereka dengan berbincang di serambi depan.

Hoooooaaahhhmmm...

Terdengar Nimas Citrawati menguap lebar. Ajeng Ratih segera menoleh ke arah adik sepupunya itu.

"Kau sudah mengantuk, Nimas?", tanya Ajeng Ratih segera.

"Iya Kangmbok hoooaahhhmmm..

Ayo kita tidur saja, mataku sudah tidak kuat melek lagi", jawab Nimas Citrawati sembari terus menguap lebar. Kedua gadis bangsawan muda ini segera bangkit dan berpamitan pada Jaka Umbaran dan kawan-kawan untuk beristirahat lebih dulu.

Niluh Wuni pun ikut-ikutan menguap lebar. Perempuan cantik berkemben hitam dengan selendang kuning di dada ini langsung bangkit dari tempat duduknya.

"Aku sudah ngantuk.. Aku tidur duluan", ujar Niluh Wuni sembari melangkah menuju ke arah tempat tidur nya. Sekar Kantil pun langsung berdiri dan menyusul langkah kakak seperguruan nya itu.

"Kangmbok tunggu aku..!!"

Di ruang serambi tinggal Jaka Umbaran dan Ki Suradipa saja yang masih tersisa. Meskipun sedikit keheranan melihat para perempuan yang mengantuk itu secara bersamaan, namun dia tidak memiliki kecurigaan sama sekali.

"Ada apa dengan mereka Ki? Tumben sekali mengantuk saat masih sore begini", ucap Jaka Umbaran berbicara pada Ki Suradipa yang sedang duduk bersila sambil bersandar pada tiang kayu serambi kediaman Nyi Manik Inten. Tak ada jawaban. Penasaran, Jaka Umbaran segera memperhatikan Ki Suradipa yang ternyata sudah tertidur pulas dengan posisi duduk bersila.

Rupanya Nyi Manik Inten mencampur obat tidur ke dalam makanan yang tersaji kecuali untuk Jaka Umbaran.

Karena sudah tidak ada kawan lagi yang bisa diajak berbicara, Jaka Umbaran pun segera bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke arah kamar tidur nya yang sedikit terpisah dari kamar tidur lainnya. Saat memasuki kamar tidur, dia kaget bukan main melihat Nyi Manik Inten alias Nyi Rondo Dadapan sudah berbaring di ranjang tidur nya tanpa pakaian sedikitpun. Meskipun hanya dengan penerangan lampu minyak jarak, namun dia sempat melihat keindahan tubuh perempuan cantik itu.

Segera Jaka Umbaran membalikkan tubuhnya karena tak ingin melihat pemandangan itu.

"A-apa maksud dari semua ini Nyi?", ujar Jaka Umbaran sedikit gugup. Dia berusaha keras untuk meredam hawa nafsu nya. Sebagai lelaki, tentu saja darah kelelakian nya akan bangkit jika melihat tubuh perempuan polos tanpa busana.

Nyi Manik Inten perlahan berdiri dari atas pembaringan dan berjalan mendekati Jaka Umbaran yang masih berdiri di tempatnya. Perlahan saudagar perempuan kaya raya itu memeluk pinggang Jaka Umbaran dan menempelkan buah dadanya yang besar ke punggung sang pendekar muda.

"Jujur saja, sejak awal aku melihat mu, aku sangat menyukai mu, pendekar..

Meskipun aku tahu bahwa ini tidak pantas di lakukan, tapi aku tak ingin kehilangan kesempatan untuk bersama dengan mu walaupun itu hanya satu malam saja. Malam ini, sentuhlah aku dengan segala daya yang ada di dirimu, Pendekar Gunung Lawu", Nyi Manik Inten merebahkan kepalanya di punggung Jaka Umbaran.

Sang pendekar muda sampai berkeringat dingin berusaha keras meredam darah muda nya yang bergejolak hebat. Sentuhan lembut Nyi Manik Inten benar-benar membuatnya seperti terkena sambaran petir berulang kali. Apalagi benda kenyal yang menekan punggung nya semakin membuat nafasnya memburu.

Seketika itu juga, dia teringat pada pesan gurunya, "Dalam perjalanan mu kelak, kau akan menemui banyak sekali wanita, murid ku. Kau harus bersyukur atas semua itu tapi ingatlah tujuan awal mu untuk mencari keberadaan sosok orang tua mu yang sebenarnya".

Seketika Jaka Umbaran segera melepaskan bekapan tangan Nyi Manik Inten dengan kedua tangannya. Nyi Rondo Dadapan itu langsung terkaget melihat itu semua. Tanpa menoleh ke arah belakang, Jaka Umbaran segera berkata, "Ini tidak boleh dilakukan, Nyi Manik Inten. Kita akan tetap berteman baik dan aku akan melupakan semua hal yang terjadi malam ini. Aku permisi".

Setelah bicara seperti itu, Jaka Umbaran langsung melesat cepat keluar dari dalam rumah kediaman Nyi Manik Inten, meninggalkan perempuan cantik yang telanjang bulat tanpa busana itu termangu memandangi kearah kepergiannya. Setelah sadar dengan apa kesalahannya itu, Nyi Manik Inten segera menyambar kain selimut hitam di atas ranjang tidur Jaka Umbaran lalu segera bergegas meninggalkan kamar tidur itu.

Jaka Umbaran terus melesat cepat kearah barat. Sekali hentak, tubuh nya langsung melenting tinggi ke udara dan mendarat di pucuk pohon tinggi yang ada di tapal batas barat Kota Pakuwon Dadapan.

"Huuuuffffffffff edan..

Hampir saja aku menyentuh perempuan itu. Untung aku masih bisa sadar sebelum setan menguasai pikiran ku", gumam Jaka Umbaran sembari mengusap peluh yang membasahi dahinya.

Saat Jaka Umbaran masih bergelut dengan pikirannya yang kacau balau setelah godaan birahi dari Nyi Manik Inten, mata nya yang tajam dalam kegelapan malam melihat sesuatu.

Diantara keremangan cahaya bulan yang hampir purnama menggantung di langit, dua bayangan hitam berkelebat cepat diantara pucuk pepohonan yang tumbuh di daerah pinggiran Kota Pakuwon Dadapan itu. Ini menandakan bahwa kedua bayangan hitam itu memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi. Sesekali terdengar suara denting senjata beradu. Ini juga membuktikan bahwa keduanya sedang beradu kepandaian ilmu beladiri.

Jaka Umbaran tetap diam saja tak bergeming sedikitpun dari tempatnya semula sembari terus memperhatikan pertarungan antara dua orang berilmu tinggi itu.

Dua bayangan hitam itu berhenti pada jarak sekitar 100 depa dari tempat Jaka Umbaran berada. Dari cahaya bulan yang menerobos sela-sela awan, terlihat jelas oleh mata Jaka Umbaran siapa sosok yang sedang mengadu kesaktian ini. Seorang lelaki tua dengan rambut digelung berjubah putih panjang selayaknya seorang pertapa berdiri di pucuk pohon tinggi sambil menenteng sebilah keris pusaka yang memancarkan cahaya merah kekuningan. Di sisi lain, terlihat seorang wanita cantik rupawan dengan pakaian serba hitam memegang sebuah tongkat besi yang ujungnya membentuk kepala ular dengan angkuh menatap ke arah sang lelaki tua berjanggut panjang.

"Tak ku sangka setelah puluhan tahun silam berpisah, kau tetap saja punya kemampuan beladiri yang lumayan, Tua Bangka!

Tapi jangan jumawa dulu. Aku Dewi Seribu Racun bukan lagi perempuan lemah yang bisa kau bodohi, Wanakerta!!", ucap si perempuan cantik berbaju hitam itu sembari memindahkan tongkat besi berkepala ular nya ke tangan kiri.

"Durgandini...

Sudah cukup kau tersesat dalam ilmu setan yang kau pelajari. Kembalilah ke jalan lurus. Kita bisa memulai nya dari awal lagi", ucap si kakek tua berpakaian pertapa yang di sebut dengan nama Wanakerta itu segera.

Mendengar jawaban itu, perempuan cantik berbaju hitam itu terkekeh kecil sebelum meludah ke samping.

Phhuuuiiiiiihhhhh...

"Mulut mu tetap saja manis seperti madu, Wanakerta. Tapi aku tidak akan bisa kau tipu lagi.

Bersiaplah menjemput ajal mu, Tua Bangka!"

Terpopuler

Comments

Iron Mustapa

Iron Mustapa

🥺🥺🥺🥺🥺

2024-02-02

1

rajes salam lubis

rajes salam lubis

mantap betul

2024-01-17

0

Makmur Djajamihardja

Makmur Djajamihardja

hati2 si kehedsia punya jurus ampuh yaitu jurus kagok.

2023-09-28

2

lihat semua
Episodes
1 Penculikan Sang Putra Mahkota
2 Pertapaan Watu Bolong
3 Ajian Lebur Saketi
4 Turun Gunung
5 Perguruan Kelelawar Merah
6 Rampok Topeng Tengkorak
7 Pendekar Gunung Lawu
8 Diatas Sungai Wulayu
9 Pakuwon Gemolong
10 Putri Tumenggung Kadipaten Kembang Kuning
11 Godaan
12 Malam Yang Panjang
13 Ujian Paman Guru
14 Tantangan Adik Seperguruan
15 Menuju Utara
16 Murid Yang Terusir
17 Markas Kelompok Setan Gunung Ungaran
18 Tamu Agung
19 Maharesi Dhanudara
20 Titisan Dewa Wisnu Selanjutnya
21 Kota Kadipaten Kembang Kuning
22 Gendol dan Ki Bengkong
23 Pakuwon Weleri
24 Iblis Kalajengking Biru
25 Iblis Kalajengking Biru 2
26 Kerajaan Siluman Alas Roban
27 Sosok Agung
28 Pengikut Baru
29 Tapal Batas Kota Kadipaten Kalingga
30 Pengadilan
31 Kawan atau Lawan
32 Wiku Pembasmi Siluman
33 Wiku Pembasmi Siluman 2
34 Wiku Pembasmi Siluman 3
35 Perseteruan Panjang Para Pendekar
36 Pertemuan Para Pendekar
37 Pertandingan Awal
38 Pengatur Wilayah Barat
39 Kau Baik-baik Saja, Nisanak?
40 Runtuhnya Kesombongan Saguna
41 Benih Cinta Yang Mulai Bersemi
42 Pertarungan Yang Ditunggu
43 Jaka Umbaran Melawan Dewa Kalong Merah
44 Nasib Rengganis
45 Rahasia Bukit Gronggong
46 Dewa Guru Resi Atmabrata
47 Goa Terkutuk
48 Manusia Setengah Iblis
49 Manusia Setengah Iblis 2
50 Kembang Wijayakusuma
51 Ki Kancra Bodas
52 Munculnya Nini Pelet
53 Menuju Ibukota Kerajaan Galuh Pakuan
54 Persembahan
55 Ajian Pelet Panggugah Asmara
56 Setan Merah dan Iblis Biru
57 Arah Yang Sama
58 Lagi Lagi Racun
59 Satu Selesai, Masalah Lain Muncul
60 Pertarungan di Kotaraja Kawali
61 Melawan Jerangkong Hitam
62 Cemburu
63 Selamat Tinggal Kotaraja Kawali
64 Sang Penghasut
65 Pertarungan di Tepi Sungai Citanduy
66 Akhir Riwayat Awang Bajra
67 Ayah
68 Rencana Prabhaswara
69 Gangguan
70 Di Tengah Alas Wuluh
71 Perang Saudara ( bagian 1 )
72 Perang Saudara ( bagian 2 )
73 Perang Saudara ( bagian 3 )
74 Adipati Baru Paguhan
75 Pencarian Dimulai
76 Landungseta dan Mustikaweni
77 Pertapaan Dihyang
78 Petunjuk
79 Sayembara Lewa
80 Dedemit Kali Progo
81 Nama Besar
82 Kereta Kuda
83 Mapanji Jayabaya
84 Warung Makan di Persimpangan Jalan
85 Akibat Dendam
86 Bau Keringat Yang Sama
87 Pendekar Misterius
88 Pertarungan Antar Saudara Seperguruan ( bagian 1 )
89 Pertarungan Antar Saudara Seperguruan ( bagian 2 )
90 Si Anak Hilang Telah Kembali
91 Hadiah Sayembara
92 Isi Hati Pandan Wangi
93 Warisan
94 Istana Kotaraja Daha
95 Telik Sandi Jenggala
96 Wong Agung Gunung Raung
97 Ajian Pancasona
98 Keinginan Untuk Mati
99 Perempuan Bertenaga Gajah
100 Rencana Perjodohan
101 Uphawasa
102 Menundukkan Butha Agni
103 Jebakan
104 Badai Di Tengah Kebahagiaan ( bagian 1 )
105 Badai Di Tengah Kebahagiaan ( bagian 2 )
106 Badai Di Tengah Kebahagiaan ( bagian 3 )
107 Badai Di Tengah Kebahagiaan ( bagian 4 )
108 Suara Aneh
109 Maling
110 Tugas Pertama Sang Putra Mahkota
111 Perompak Sungai
112 Tepi Hutan Kecil
113 Saudara Resi Simharaja
114 Rahasia Mustika Berdarah
115 Dua Hantu Tua dari Lembah Hantu
116 Nawala
117 Ajian Malih Rupa
118 Tipu Daya Orang-orang Lembah Hantu
119 Menyerbu Lembah Hantu ( bagian 1 )
120 Menyerbu Lembah Hantu ( bagian 2 )
121 Menyerbu Lembah Hantu ( bagian 3 )
122 Pemenang Mendapatkan Semuanya
123 Amukan Pangeran Lembah Hantu
124 Lima Iblis Pencabut Nyawa
125 Intrik Istana
126 Bukan Manusia
127 Siluman Laut Utara
128 Melawan Shuralangi
129 Gendol Ketiban Durian Runtuh
130 Anantawikrama Sang Pendekar Tampan Berseruling Perak
131 Resi Gempurbhumi
132 Amarah
133 Pulang ke Daha
134 Perjanjian Lama
135 Pasukan Jenggala Mulai Bergerak
136 Pralaya Kadipaten Selopenangkep
137 Pralaya Kadipaten Selopenangkep ( bagian 2 )
138 Pralaya Kadipaten Selopenangkep ( bagian 3 )
139 Pralaya Kadipaten Selopenangkep ( bagian 4 )
140 Syarat
141 Menuju Blambangan
142 Olahraga
143 Di Kota Kanjuruhan
144 Akhir Hidup Seorang Mata-mata
145 Hutan Kaki Gunung Mahameru
146 Sepasang Bajing Merah dari Alas Dandaka
147 Delapan Bidadari Gumuk Mas
148 Delapan Bidadari Gumuk Mas ( bagian 2 )
149 Alas Purwo
150 Istana Kerajaan Siluman
151 Sang Pemberi Kutukan
152 Melawan Prabu Tirtabawana ( bagian 1 )
153 Melawan Prabu Tirtabawana ( bagian 2 ) - Pengorbanan Resi Simharaja
154 Takdir Dewata
155 Hal Yang Lebih Penting
156 Empat Istri Sang Pangeran Mahkota
157 Rencana Besar Mpu Karnikeswara
158 Siasat Perang
159 Panjalu Jayati ( bagian 1)
160 Panjalu Jayati ( bagian 2 )
161 Panjalu Jayati ( bagian 3 )
162 Panjalu Jayati ( bagian 4 ) - Kemelut Istana Daha
163 Panjalu Jayati ( bagian 5 ) - Tiga Selir Raja Panjalu
164 Panjalu Jayati ( bagian 6 ) - Duka Cita
165 Panjalu Jayati ( bagian 7 )
166 Panjalu Jayati ( bagian 8 )
167 Panjalu Jayati ( bagian 9 )
168 Kesetiaan
169 Raja Baru Panjalu
170 Perubahan
171 Situasi Dunia Persilatan
172 Bentrokan
173 Bentrokan 2
174 Dua Singa Betina
175 Saudara Jauh
176 Di Lembah Brenggolo
177 Ardachandralancana Emas
178 Tugas
179 Kejutan Besar
180 Penerus Pengatur Wilayah Tengah
181 Kelicikan Maharani Uttejana ( bagian 1 )
182 Kelicikan Maharani Uttejana ( bagian 2 )
183 Kadipaten Anjuk Ladang
184 Munculnya Kembali Kelompok Bulan Sabit Darah
185 Dalang
186 Perselingkuhan
187 Orang Suruhan
188 Diatas Atap Bangunan Istana
189 Melawan Para Penjahat
190 Melawan Para Penjahat 2
191 Kereta Kuda Dari Neraka
192 Wisrawa, Sang Pembawa Wabah Bencana dari Dunia Bawah
193 Lampor
194 Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu
195 Masalah Keluarga
196 Tiga Ksatria Tua
197 Keinginan Dewi Sekar Kedaton
198 Kelahiran Putra Pertama
199 Perang Penyatuan ( bagian 1 )
200 Perang Penyatuan ( bagian 2 ) - Dukungan untuk Negara
201 Perang Penyatuan ( bagian 3 ) - Penaklukan Kota Kadipaten Pasuruhan
202 Perang Penyatuan ( bagian 4 ) - Menjelang Pertempuran Besar
203 Perang Penyatuan ( bagian 5 ) - Saatnya Telah Tiba
204 Perang Penyatuan ( bagian 6 ) - Sayap Kiri Wyuha Garuda Nglayang
205 Perang Penyatuan ( bagian 7 ) - Racun
206 Perang Penyatuan ( bagian 8 ) - Pertarungan Pimpinan Pasukan
207 Perang Penyatuan ( bagian 9 ) - Gugurnya Pimpinan Pasukan Jenggala
208 Perang Penyatuan ( bagian 10 ) - Munculnya Butha Agni
209 Perang Penyatuan ( bagian 11 ) - Akhir Hayat Ki Banaspati
210 Perang Penyatuan ( bagian 12 ) - Menuju Akhir Peperangan
211 Perang Penyatuan ( bagian 13 ) - Para Wanita
212 Akhir Perjalanan
213 Pengumuman
Episodes

Updated 213 Episodes

1
Penculikan Sang Putra Mahkota
2
Pertapaan Watu Bolong
3
Ajian Lebur Saketi
4
Turun Gunung
5
Perguruan Kelelawar Merah
6
Rampok Topeng Tengkorak
7
Pendekar Gunung Lawu
8
Diatas Sungai Wulayu
9
Pakuwon Gemolong
10
Putri Tumenggung Kadipaten Kembang Kuning
11
Godaan
12
Malam Yang Panjang
13
Ujian Paman Guru
14
Tantangan Adik Seperguruan
15
Menuju Utara
16
Murid Yang Terusir
17
Markas Kelompok Setan Gunung Ungaran
18
Tamu Agung
19
Maharesi Dhanudara
20
Titisan Dewa Wisnu Selanjutnya
21
Kota Kadipaten Kembang Kuning
22
Gendol dan Ki Bengkong
23
Pakuwon Weleri
24
Iblis Kalajengking Biru
25
Iblis Kalajengking Biru 2
26
Kerajaan Siluman Alas Roban
27
Sosok Agung
28
Pengikut Baru
29
Tapal Batas Kota Kadipaten Kalingga
30
Pengadilan
31
Kawan atau Lawan
32
Wiku Pembasmi Siluman
33
Wiku Pembasmi Siluman 2
34
Wiku Pembasmi Siluman 3
35
Perseteruan Panjang Para Pendekar
36
Pertemuan Para Pendekar
37
Pertandingan Awal
38
Pengatur Wilayah Barat
39
Kau Baik-baik Saja, Nisanak?
40
Runtuhnya Kesombongan Saguna
41
Benih Cinta Yang Mulai Bersemi
42
Pertarungan Yang Ditunggu
43
Jaka Umbaran Melawan Dewa Kalong Merah
44
Nasib Rengganis
45
Rahasia Bukit Gronggong
46
Dewa Guru Resi Atmabrata
47
Goa Terkutuk
48
Manusia Setengah Iblis
49
Manusia Setengah Iblis 2
50
Kembang Wijayakusuma
51
Ki Kancra Bodas
52
Munculnya Nini Pelet
53
Menuju Ibukota Kerajaan Galuh Pakuan
54
Persembahan
55
Ajian Pelet Panggugah Asmara
56
Setan Merah dan Iblis Biru
57
Arah Yang Sama
58
Lagi Lagi Racun
59
Satu Selesai, Masalah Lain Muncul
60
Pertarungan di Kotaraja Kawali
61
Melawan Jerangkong Hitam
62
Cemburu
63
Selamat Tinggal Kotaraja Kawali
64
Sang Penghasut
65
Pertarungan di Tepi Sungai Citanduy
66
Akhir Riwayat Awang Bajra
67
Ayah
68
Rencana Prabhaswara
69
Gangguan
70
Di Tengah Alas Wuluh
71
Perang Saudara ( bagian 1 )
72
Perang Saudara ( bagian 2 )
73
Perang Saudara ( bagian 3 )
74
Adipati Baru Paguhan
75
Pencarian Dimulai
76
Landungseta dan Mustikaweni
77
Pertapaan Dihyang
78
Petunjuk
79
Sayembara Lewa
80
Dedemit Kali Progo
81
Nama Besar
82
Kereta Kuda
83
Mapanji Jayabaya
84
Warung Makan di Persimpangan Jalan
85
Akibat Dendam
86
Bau Keringat Yang Sama
87
Pendekar Misterius
88
Pertarungan Antar Saudara Seperguruan ( bagian 1 )
89
Pertarungan Antar Saudara Seperguruan ( bagian 2 )
90
Si Anak Hilang Telah Kembali
91
Hadiah Sayembara
92
Isi Hati Pandan Wangi
93
Warisan
94
Istana Kotaraja Daha
95
Telik Sandi Jenggala
96
Wong Agung Gunung Raung
97
Ajian Pancasona
98
Keinginan Untuk Mati
99
Perempuan Bertenaga Gajah
100
Rencana Perjodohan
101
Uphawasa
102
Menundukkan Butha Agni
103
Jebakan
104
Badai Di Tengah Kebahagiaan ( bagian 1 )
105
Badai Di Tengah Kebahagiaan ( bagian 2 )
106
Badai Di Tengah Kebahagiaan ( bagian 3 )
107
Badai Di Tengah Kebahagiaan ( bagian 4 )
108
Suara Aneh
109
Maling
110
Tugas Pertama Sang Putra Mahkota
111
Perompak Sungai
112
Tepi Hutan Kecil
113
Saudara Resi Simharaja
114
Rahasia Mustika Berdarah
115
Dua Hantu Tua dari Lembah Hantu
116
Nawala
117
Ajian Malih Rupa
118
Tipu Daya Orang-orang Lembah Hantu
119
Menyerbu Lembah Hantu ( bagian 1 )
120
Menyerbu Lembah Hantu ( bagian 2 )
121
Menyerbu Lembah Hantu ( bagian 3 )
122
Pemenang Mendapatkan Semuanya
123
Amukan Pangeran Lembah Hantu
124
Lima Iblis Pencabut Nyawa
125
Intrik Istana
126
Bukan Manusia
127
Siluman Laut Utara
128
Melawan Shuralangi
129
Gendol Ketiban Durian Runtuh
130
Anantawikrama Sang Pendekar Tampan Berseruling Perak
131
Resi Gempurbhumi
132
Amarah
133
Pulang ke Daha
134
Perjanjian Lama
135
Pasukan Jenggala Mulai Bergerak
136
Pralaya Kadipaten Selopenangkep
137
Pralaya Kadipaten Selopenangkep ( bagian 2 )
138
Pralaya Kadipaten Selopenangkep ( bagian 3 )
139
Pralaya Kadipaten Selopenangkep ( bagian 4 )
140
Syarat
141
Menuju Blambangan
142
Olahraga
143
Di Kota Kanjuruhan
144
Akhir Hidup Seorang Mata-mata
145
Hutan Kaki Gunung Mahameru
146
Sepasang Bajing Merah dari Alas Dandaka
147
Delapan Bidadari Gumuk Mas
148
Delapan Bidadari Gumuk Mas ( bagian 2 )
149
Alas Purwo
150
Istana Kerajaan Siluman
151
Sang Pemberi Kutukan
152
Melawan Prabu Tirtabawana ( bagian 1 )
153
Melawan Prabu Tirtabawana ( bagian 2 ) - Pengorbanan Resi Simharaja
154
Takdir Dewata
155
Hal Yang Lebih Penting
156
Empat Istri Sang Pangeran Mahkota
157
Rencana Besar Mpu Karnikeswara
158
Siasat Perang
159
Panjalu Jayati ( bagian 1)
160
Panjalu Jayati ( bagian 2 )
161
Panjalu Jayati ( bagian 3 )
162
Panjalu Jayati ( bagian 4 ) - Kemelut Istana Daha
163
Panjalu Jayati ( bagian 5 ) - Tiga Selir Raja Panjalu
164
Panjalu Jayati ( bagian 6 ) - Duka Cita
165
Panjalu Jayati ( bagian 7 )
166
Panjalu Jayati ( bagian 8 )
167
Panjalu Jayati ( bagian 9 )
168
Kesetiaan
169
Raja Baru Panjalu
170
Perubahan
171
Situasi Dunia Persilatan
172
Bentrokan
173
Bentrokan 2
174
Dua Singa Betina
175
Saudara Jauh
176
Di Lembah Brenggolo
177
Ardachandralancana Emas
178
Tugas
179
Kejutan Besar
180
Penerus Pengatur Wilayah Tengah
181
Kelicikan Maharani Uttejana ( bagian 1 )
182
Kelicikan Maharani Uttejana ( bagian 2 )
183
Kadipaten Anjuk Ladang
184
Munculnya Kembali Kelompok Bulan Sabit Darah
185
Dalang
186
Perselingkuhan
187
Orang Suruhan
188
Diatas Atap Bangunan Istana
189
Melawan Para Penjahat
190
Melawan Para Penjahat 2
191
Kereta Kuda Dari Neraka
192
Wisrawa, Sang Pembawa Wabah Bencana dari Dunia Bawah
193
Lampor
194
Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu
195
Masalah Keluarga
196
Tiga Ksatria Tua
197
Keinginan Dewi Sekar Kedaton
198
Kelahiran Putra Pertama
199
Perang Penyatuan ( bagian 1 )
200
Perang Penyatuan ( bagian 2 ) - Dukungan untuk Negara
201
Perang Penyatuan ( bagian 3 ) - Penaklukan Kota Kadipaten Pasuruhan
202
Perang Penyatuan ( bagian 4 ) - Menjelang Pertempuran Besar
203
Perang Penyatuan ( bagian 5 ) - Saatnya Telah Tiba
204
Perang Penyatuan ( bagian 6 ) - Sayap Kiri Wyuha Garuda Nglayang
205
Perang Penyatuan ( bagian 7 ) - Racun
206
Perang Penyatuan ( bagian 8 ) - Pertarungan Pimpinan Pasukan
207
Perang Penyatuan ( bagian 9 ) - Gugurnya Pimpinan Pasukan Jenggala
208
Perang Penyatuan ( bagian 10 ) - Munculnya Butha Agni
209
Perang Penyatuan ( bagian 11 ) - Akhir Hayat Ki Banaspati
210
Perang Penyatuan ( bagian 12 ) - Menuju Akhir Peperangan
211
Perang Penyatuan ( bagian 13 ) - Para Wanita
212
Akhir Perjalanan
213
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!