Namjoon terbaring dikamar tamu rumah Yoongi.
Matanya tak kunjung terpejam mengingat Hana yang entah berada dimana.
Pikiran nya kacau memikirkan gadis yang masih saja lekat berada didalam hatinya.
"Yoongi Hyeong, apa Hana bersamanya ?" pria itu kembali meraih ponselnya.
"Hyeong, Kau dimana ?" mulutnya seketika melontarkan pertanyaan saat sang pemilik suara menyapa dirinya.
"Ada apa Joon ?" suara Yoongi terdengar lesu karena kantuk.
"Hana,"
"Dia tak ada di rumah Hyeong !"
"Apa dia bersamamu ?" terdengar kecemasan menyelimuti suara Namjoon.
"Ya, Aku membawanya pergi dari rumah,"
"Apa ada masalah ?"
"Jangan mengkhawatirkan Hana lagi,"
"Sudah cukup Joon."
"Urus saja tunangan mu,"
"Jihyo sudah menjadi tanggung jawab mu sekarang !" Yoongi berucap panjang lebar tanpa memberi kesempatan bagi Namjoon untuk berbicara dan mengakhiri panggilan.
Deeegghhh,
Hati Namjoon bagai tersayat parang.
Ia terpaku tak bergeming mendengar semua kalimat Yoongi.
"Tapi aku masih mencintainya,"
"Bagaimana bisa aku berhenti mempedulikannya, jika hatiku masih seutuhnya milik Hana," buliran air mata mengalir begitu saja pada pipi Namjoon.
Sesaat ia menyesali keputusannya untuk bertunangan dengan Jihyo.
Namun semua sudah terjadi.
Ia tak mungkin mengakhiri begitu saja.
Terlebih Nyonya Kim sang Ibu yang menaruh harapan besar padanya.
Mata yang tak kunjung terpejam membuat pria itu keluar ruangan.
Langkahnya terhenti pada ruangan sempit di kolong tangga.
Ruangan yang tak pernah terkunci itu membuat siapa saja bisa masuk dengan leluasa.
"Di ruangan sempit ini, ia melepas semua kepenatan hatinya ?" Namjoon memeluk bantal dengan sarung berwarna putih milik Hana.
Matanya menelisik setiap bagian terkecil dalam ruangan kekasih hatinya.
"Aku merindukanmu Hana," pria itu berucap sembari memejamkan mata.
"Kakak belum tidur ?"
Yoongi terkejut saat mendapati Hana yang telah berada disampingnya.
Pria itu dengan seketika mematikan asap dari rokok yang ia hisap.
"Kenapa belum tidur ?" Yoongi berucap seraya melempar ke sembarang arah bekas puntung rokoknya.
"Kakak sejak kapan merokok ?" gadis itu menatap gelap pemandangan gelap langit malam dan kembali bertanya.
"Kau tak menyukainya ?" Yoongi tak henti memperhatikan paras manis Hana yang kian memikat hati pria itu.
"Ibu pasti tak menyukainya Kak,"
"Ayah juga merupakan lelaki yang anti rokok bukan ?"
"Bibi yang bercerita," gadis itu tersenyum.
"Apa saja yang telah diceritakan bibi padamu ?" Yoongi terkekeh.
"Kakak menggenggam puntung rokok yang masih menyala dan menangis seketika,"
"Tunggu, Apa bekas luka itu masih ada ?" Hana meraih tangan kanan Yoongi dan memeriksanya.
"Pasti ini sangat sakit !"
Yoongi tersenyum menatap kecemasan yang terpancar pada wajah adiknya.
"Tak apa, luka itu sudah tak terasa sekarang," ia membiarkan Hana yang sibuk membolak-balikkan tangannya.
"Kenapa kakak memiliki begitu banyak bekas luka ?"
"Apa Kakak memang anak yang sulit diatur ?" Hana bertanya dengan pandangan yang tetap fokus pada setiap inci tangan Yoongi.
"Tidurlah sekarang, ini sudah malam."
"Bagaimana dengan Tuan Taehyung ?"
"Anak itu terlalu keras mendengkur sehingga aku tak bisa tidur," Yoongi dengan kesal menjawab pertanyaan Hana tentang Taehyung.
"Yaaak, Aku mendengar mu !"
"Siapa yang mendengkur ?"
"Aku bahkan terbangun karena suara berisik dari ponselmu !" Taehyung datang dengan tiba-tiba dan sengaja duduk ditengah-tengah Yoongi dan Hana.
"Apa-apaan Kau ini," Yoongi mendorong tubuh Taehyung untuk berdiri.
"Kenapa mereka tak mau akur ?" Hana menghela nafas serta kembali beranjak pergi dan tak ingin menyaksikan percekcokan antara kakak juga sahabatnya.
Jihyo nampak rajin dan bangun lebih pagi dari biasanya karena Namjoon hari itu.
Ia menyajikan berbagai macam masakan untuk lelaki pujaan hatinya.
Gadis itu kembali panik ketika tak mendapati Namjoon di kamar tamu rumahnya.
"Oppa, Apa dia kembali pulang tadi malam ?" Jihyo memandang lesu segala makanan yang telah ia sajikan di meja.
Atensinya teralihkan ketika matanya mendapati pintu kamar Hana yang tak tertutup rapat seperti biasanya.
Ia baru menyadari sesuatu dan melangkah menuju ruangan Hana saat itu juga.
Lagi-lagi Jihyo dibuat menangis melihat Namjoon yang lebih memilih terbaring nyaman dikamar sempit Hana daripada di kamar tamu yang telah disiapkan nya.
Jihyo berbalik badan serta keluar dengan membanting kasar pintu kamar Hana.
"Tak bisakah kau sedikit menghargai keberadaan ku Oppa ?" isak tangisnya kian terdengar dikamar nya.
Jihyo meluapkan amarahnya dengan tangisan.
"Aku benar-benar membencimu Hana !" gadis itu kembali berteriak dan hendak membanting vas bunga di meja riasnya.
"Maaf," Namjoon berucap seraya menahan tangan Jihyo, perlahan lelaki itu mengambil vas bunga dan meletakkannya kembali di meja.
"Oppa," Jihyo berkata lirih serta terkejut karena tak menyadari kehadiran Namjoon di kamarnya.
"Jangan menangis karena ku," Namjoon mengusap air mata Jihyo dan membawanya dalam pelukannya.
"Oppa, Aku mencintaimu," gadis itu kembali menangis tersedu.
Namjoon hanya mengangguk dan mengusap lembut rambut gadis itu.
Hari kedua Hana dikampung bibi GeumJa semakin terlihat ricuh karena kehadiran Taehyung.
Bak kucing dan tikus kedua pria itu selalu berkelahi dan menyalahkan satu sama lain.
"Bibi maaf, jika keberadaan kami disini sangat menggangu bibi."
"Apa yang Non bicarakan ?"
"Rumah ini justru tak pernah semeriah ini sebelumnya," bibi GeumJa tersenyum sembari menata segala lauk untuk mereka sarapan.
"Sepertinya mereka berdua sama-sama tak ingin jauh dari Non Hana."
Hana hanya tersenyum menanggapi kalimat sang Bibi.
"Dan keduanya sangat terlihat mencintai Non,"
"Apa maksud bibi ?" Hana menatap bibi nya dengan penuh pertanyaan.
"Bibi juga pernah muda Non."
"Hanya laki-laki tulus yang rela jauh-jauh datang dan menyambangi kekasih hatinya."
"Tuan Taehyung,"
"Apa dia kekasih Non Hana ?"
"Tidak Bi,"
" Dia hanya sahabat saya," Hana menyanggah perkataan sang bibi.
"Saya tidak ingin termakan ekspektasi dan berujung pada kecewanya saya terhadap diri sendiri,"
"Dunia mengajarkan saya untuk cukup sadar diri bi," gadis itu tersenyum dan meletakkan beberapa piring saji.
Tanpa sadar Taehyung menyimak percakapan kedua wanita dihadapan nya.
Ia kembali menyembunyikan diri ketika bibi GeumJa berlalu dihadapan ruangannya.
"Tak adakah kesempatan untuk diriku Hana ?" ia berucap dalam hatinya.
Hana yang hendak kembali menuju dapur terkejut seketika karena Taehyung yang menghadang langkahnya, gadis itu bahkan menabrak dada pria yang bertubuh jauh lebih tinggi dari dirinya.
"Tuan,"
Taehyung tak mengeluarkan reaksi apapun, pria itu hanya diam memandangi Hana.
"Aku tak akan sebodoh Kak Namjoon yang dengan tega melukai hatimu Hana," Taehyung berucap dalam hatinya dengan ekspresi datar dan tetap memandangi Hana.
"Maaf karena saya telah kasar terhadap Tuan sebelumnya."
Taehyung tersenyum menanggapi Hana, ia juga merasa bahagia karena Hana memikirkan perasaan nya.
"Kita makan sekarang ?"
"Aku sudah sangat lapar," kalimat itu ia bisikan tepat ditelinga kanan Hana yang masih tertunduk.
"Bukankah adikku sangat manis Bi ?" berkali-kali lelaki kecil itu menciumi pipi adik perempuannya.
"Aku akan menikahinya kelak."
"Aku akan menjaganya seperti Ayah menjaga Ibu," gelak tawa orang dewasa terdengar menertawakan nya.
"Jangan menertawakan ku,"
"Baiklah akan ku buktikan nanti," lelaki kecil itu kembali berbicara dengan nada kesal.
"Dengarkan Ayah, Yoongi bisa menjaga Hana kelak, tapi tidak untuk menikahinya sayang."
"Kenapa ?" lelaki kecil itu seketika membulatkan matanya.
"Sesama saudara tidak bisa saling menikah sayang," ibunya menjawab dengan begitu lembut.
"Bibi tolong bawa Hana ke kamar."
"Tapi Hana milik Yoongi Ibu ..." lelaki kecil itu akhirnya menangis dalam dekapan ibunya.
Perlahan Yoongi membuka matanya, bayangan indah masa lalu bersama kedua orangtuanya membuatnya menghela nafas dalam serta kembali memejamkan mata.
Yoongi mengacak rambutnya.
Ia memaksakan duduk tubuhnya meskipun matanya masih terpejam.
Pria itu akhirnya beranjak dan membasuh wajahnya.
Ia keluar dan mendapati Taehyung yang hanya duduk terdiam sembari memandangi gerak-gerik Hana yang masih sibuk mondar-mandir menyiapkan segala keperluan makan pagi mereka.
"Kau masih betah untuk berada disini ?"
"Kenapa kau tak pulang ke kota terlebih dahulu ?" Yoongi tampak duduk dan melontarkan pertanyaan pada Taehyung.
"Aku akan pulang bersama kalian,"
"Tolong beri aku tumpangan Hyeong !?" Taehyung terlihat memelas dan menampilkan wajah imutnya.
"Apa kau demam ?" Yoongi menimpali dengan muka datar.
"Segeralah kembali ke rumah mu, aku dan Hana akan lama berada disini !" pria itu kembali berucap sebelum akhirnya meneguk air putih.
"Bagaimana dengan pekerjaan Kakak ?" Hana akhirnya turut membuka suara mendengar perkataan Yoongi.
"Ada seseorang yang bisa menghandle semuanya," Yoongi tersenyum serta mengalihkan pandangannya terhadap Hana.
"Tapi Hana ingin pulang Kak,"
"Kak Jihyo, dia pasti tidak bisa mengurus dirinya."
"Kakak sama sekali tidak menyalakan ponsel untuk menghubungi nya bukan ?" Hana berucap lesu, walau bagaimanapun ia tetap saja mengkhawatirkan kakak perempuannya.
"Semalam dia baru saja menelfon, semua baik-baik saja."
"Benarkah itu Jihyo, bukankah dia jelas-jelas itu kak Namjoon ?"
"Kenapa dia berbohong pada Hana ?" Taehyung berdebat dalam hatinya.
Pria itu memang belum terlelap ketika Yoongi berbicara dengan Namjoon malam itu.
"Jangan khawatirkan apapun, Jihyo harus bisa mengurus dirinya sendiri."
"Lagipula ada Namjoon bersamanya sekarang."
Hana terdiam seketika mendengar kalimat Yoongi.
"Apa yang dikatakan kakak memang lah benar,"
"Tapi kenapa rasanya masih begitu sulit untuk mendengar nya ?"
Hana begitu menikmati hari-hari nya dikampung halaman bibi GeumJa.
Terlepas dari berisiknya perkelahian kecil yang selalu terjadi antara Taehyung dan Yoongi, gadis itu kini lebih banyak menampilkan senyumnya.
Jihyo yang merasa telah mendapatkan perhatian lebih Namjoon membuat gadis itu semakin hari semakin jatuh hati pada Namjoon.
"Oppa, bolehkah aku ikut ke apartemen mu ?"
"Aku kesepian berada dirumah seorang diri," Jihyo berucap manja dengan memeluk punggung lelaki bertubuh kekar dihadapan nya.
"Terserah kau saja,"
"Benarkah ??" gadis itu tersenyum lebar dan mengeratkan pelukannya.
Hari itu Jihyo tersenyum bahagia karena Namjoon telah mengizinkan dirinya untuk memasuki ranah pribadi nya setelah sekian lama.
"Bawalah ini," Irene memberikan sebuah serbuk berwarna putih pada Jihyo.
"Apa ini ?" Jihyo menerima dan memeriksa barang pemberian Irene.
"Kau akan berterima kasih padaku nanti,"
"Percayalah."
"Masukkan serbuk itu dalam minuman Namjoon," Irene tersenyum licik dan tertawa menatap sahabatnya.
"Lama aku tak melihat Taehyung, kemana dia sebenarnya ?" Irene bergumam dihadapan Jihyo dengan membuang nafas kasar.
"Kau tahu Jihyo, hanya Taehyung lelaki hebat di mataku,"
"Aku menyesal karena telah menduakan dirinya."
"Dan aku sangat merindukan nya sekarang," Irene terlihat lesu mengingat semua kesalahannya di masa lalu.
"Apa dia masih sering ke rumah mu dan menemui Hana ?"
"Gadis dungu itu bahkan sekarang entah pergi kemana ?" Jihyo menanggapi dengan ketus pertanyaan yang diajukan Irene.
"Tunggu, apa jangan-jangan Taehyung yang membawa pergi Hana ?" Jihyo memiringkan kepalanya dengan raut wajah bingung.
"Apa ??" raut wajah Irene berubah seketika.
"Cobalah hubungi Taehyung sekarang !"
Irene memeriksa tas dan segera mengambil ponselnya.
Sekali, dua kali panggilannya sengaja di tolak.
Namun akhirnya Taehyung menerima panggilan darinya.
"Apa mau mu ?" sapaan ketus seketika terdengar di telinga Irene.
"Dimana dirimu Tae ?"
"Bukan urusanmu," Taehyung kembali menjawab dengan ketus.
"Apa kau benar-benar membawa pergi Hana bersama mu ?"
"Apa masalahnya ?" pria itu terdengar setengah tertawa.
"Jadi kau benar-benar bersama perempuan itu Tae ?" Irene sontak kembali meninggikan suaranya.
"Meskipun aku hanya berdua bersama Hana, dia tidak akan pernah merayu ku untuk menidurinya."
"Kau puas ?" Taehyung mengakhiri panggilan Irene begitu saja.
"Sialan." Irene dengan sengaja melempar ponselnya.
"Hei tenang lah kawan," Jihyo mencoba untuk meredakan amarah sahabatnya.
"Kesabaran adalah kunci utama bukan ?"
"Kau yang mengajarkannya padaku !" Jihyo kembali membuat Irene terduduk.
"Kenapa aku harus bersaing dengan wanita cacat seperti dia ?" Irene berucap dengan frustasi.
"Apa kau pikir cuma dirimu yang berpikir seperti itu ?"
"Aku bahkan pernah menyaksikan sendiri lelaki yang kucintai mencium gadis sialan itu didepan mata."
"Bisa kau bayangkan bagaimana sakitnya ?" Jihyo tersenyum hambar dihadapan Irene.
Tepat pukul 3 sore Namjoon menjemput Jihyo dan membawanya bersamanya menuju rumah orangtuanya.
"Kau datang Nak ?"
"Ibu sangat merindukan calon menantu Ibu yang cantik ini," Nyonya Kim seketika memeluk Jihyo dan mengajak nya menuju dapur.
Keduanya telah ada janji untuk belajar memasak bersama, Jihyo begitu tekun mempelajari resep-resep masakan dari Nyonya Kim yang mungkin tak lama akan menjadi ibu mertuanya.
"Apa kau sudah menemui Yoongi Nak ?"
"Yoongi Hyeong, dia juga tak berada dirumah sekarang Ayah," Namjoon menanggapi Ayah nya sembari duduk disebelahnya.
"Taehyung pasti juga aman bersamanya Ayah,"
"Ayah tak perlu mengkhawatirkannya."
"Kemana sebenarnya mereka pergi ?"
"Aku juga tidak tahu pasti Ayah," Namjoon menghela nafasnya dan menyenderkan kepalanya.
"Kau yakin dengan keputusan mu untuk bertunangan dengan Jihyo Nak ?" Tuan Kim kembali melempar tanya.
Malam itu Namjoon benar-benar membawa Jihyo ke apartemennya.
Gadis itu terkagum melihat ruang pribadi Namjoon yang begitu estetik.
Tumpukan buku nampak tertata rapi pada rak buku tepat di samping tempat tidur Namjoon.
"Aku akan membersihkan diri, kau istirahat lah," Namjoon berucap pada Jihyo dan berlalu begitu saja dari hadapannya.
"Apakah ini saatnya ?" Jihyo menabur kan serbuk berwarna putih pemberian Irene pada gelas air putih yang berada pada meja kamar Namjoon.
"Aku harap kali ini berhasil," gadis itu tersenyum serta terkekeh seorang diri.
"Dan aku bisa segera menikah dengan Namjoon Oppa."
"Tidak akan ada lagi nama Hana di dalam hatinya," Jihyo segera kembali duduk dan memainkan ponselnya.
"Oppa, aku tidur dimana malam ini ?" Jihyo kembali melempar tanya saat mendapati Namjoon yang telah segar dan mengganti pakaiannya.
"Kau tidurlah dikamar ku,"
"Aku bisa tidur di sofa," Namjoon meneguk air putih dan melenggang duduk sembari membuka laptopnya.
Tak berapa lama Jihyo mendekati nya, gadis itu mengalungkan tangannya pada leher Namjoon serta memeluknya dari belakang.
"Oppa, Aku tak bisa tidur sendirian di tempat asing,"
"Bisakah kau menemaniku hingga aku memejamkan mata ?"
Namjoon tak menjawab pertanyaan dari Jihyo.
Pria itu merasa ada sesuatu yang salah dalam dirinya.
Kepala nya mendadak pusing dan denyut jantung nya berdegup kencang tak beraturan.
"Apa Oppa baik-baik saja ?" Jihyo bertanya dan memastikan reaksi serbuk yang telah ia berikan pada Namjoon.
"Entahlah, sepertinya aku ..." pria itu tak dapat lagi mengendalikan dirinya saat Jihyo dengan sengaja duduk dipangkuan nya.
Jihyo kembali mencium bibir Namjoon, kali ini sama sekali tak ada penolakan darinya.
Bibir keduanya saling menempel dengan lidah yang bertautan dan saling menuntut balas.
Kecupan yang semula lembut berubah menjadi kian panas ketika Jihyo mencoba melepas kemeja Namjoon.
"Mmmmmpph"
"Oppa, Aku mencintaimu !" Jihyo benar-benar pasrah dengan perlakuan Namjoon terhadap dirinya.
"Hana, aku benar-benar merindukan mu !" Namjoon mencoba untuk kembali mencumbu gadis yang berada dalam dekapannya, namun justru ia di dorong dan terjatuh di sofa abu-abu dalam apartemen nya.
Jihyo yang menyadari itu seketika beranjak dan menghindar dari Namjoon.
Hatinya kembali panas mendengar kalimat yang keluar dari mulut Namjoon.
"Hana, kemari lah sayang,"
"Aku mohon,"
"Aku sangat merindukan pelukan mu Hana," Namjoon meracau dengan setengah tertawa, pria itu tak sadar karena reaksi obat perangsang yang telah Jihyo berikan padanya.
Jihyo menangis dan akhirnya meninggalkan Namjoon dengan kondisi yang menyedihkan.
"Aku pikir hatimu telah luluh padaku Oppa."
"Tapi ternyata, kau benar-benar belum bisa melupakannya," Jihyo memberhentikan sebuah taksi dan meminta sang sopir untuk menuju alamat rumahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments