..._Assalamualaikum Zahra_...
..._Di Balik Senyuman Yang Tulus_...
..."kenyataan seolah memaksa bibir ini untuk tetap tersenyum, hingga kini, mata ini tidak pernah ingin melihat kekhawatiran dari wajah keluarga, melainkan, apapun yang mereka ingin kan, dari kehidupan yang ku jalani ini membuat ku yakin, itu lah yang terbaik bagi ku"...
..._Khaliza Sulistya Az Zahra_...
_Di kamar Khaliza_
"Ra, akhir nya kita dapat izin dari Om Bilal dan Tante Mila juga yah?" ujar Hanna yang benar benar merasa senang
"iya alhamdulillaah Na, aku jadi senang mendengar nya, akhir nya, kita bertiga bisa capai impian kita, pergi bertiga, tanpa ada hambatan" jawab Syakira yang juga terlihat antusias
'entah lah, aku bingung pada diri ku sendiri, antara aku yang harus nya merasa senang, atau kah justru aku harus merasa sedih dengan semua ini, pikiran ku bimbang, karena aku hanya bisa terus bersama kalian di saat saat ini saja, pada pendidikan ku selanjutnya, dan setelah itu, aku harus benar benar meninggal kan kalian' batin nya yang selalu saja berusaha untuk tetap terus tersenyum, dengan menyembunyikan semua luka nya dalam dalam
melihat nya yang seperti itu, kini Hanna dan juga Syakira pun mulai bertanya tanya, ada apakah dengan sahabat kedua nya ini? pikir kedua nya
"Za, kamu kenapa, apa kamu tidak merasa senang, kita akan ikut persami (Perkemahan Sabtu Minggu) bersama, kamu nggak mau ya?" tanya Syakira yang merasa sedikit khawatir
diri nya yang mendengar pertanyaan itu dari salah satu sahabat nya pun kini mulai merubah ekspresi dalam wajah nya
"akh,, nggak kok, aku senang dengan ini, aku benar benar merasa senang, bisa mengikuti acara bersama dengan kalian, aku hanya berpikir saja, aku takut berpisah dengan kalian" elak nya dengan senyum palsu nya
"bagus lah,,," ucapan Hanna terpotong, kala mendengar seseorang mengetuk pintu kamar nya, padahal pintu nya masih belum tertutup rapat
tok tok tok "apakah kakak boleh pinjam Izza nya sebentar, ada yang harus kakak bicara kan pada Khaliza?" ucap sang kakak sambil memunculkan kepala, dari balik pintu kamar nya
"akh, iya kak, silahkan, Za, di panggil kak Nisa tuh?" ucap Hanna yang menoleh pada nya
"kalian gimana, mau ikut?" tanya nya yang sudah merasa tidak enak meninggal kan kedua sahabat nya itu di dalam kamar
"sudah lah, nggak papa, kamu nggak dengar, kata nya kak Nisa mau ada yang disampaikan sama kamu, kamu sama kak Nisa aja, kita nggak papa kok, kita tunggu kamu di sini" sambung Syakira
kini, Khaliza dan Annisa pun berada di taman belakang rumah, kedua nya terlihat duduk di atas dipan panjang, menikmati semilir angin malam yang menerpa wajah kedua nya yang masih sama sama tertutupi balutan hijab
"kakak mau bicara sama aku?" tanya nya yang semakin penasaran dengan tingkah sang kakak, tidak sering sang kakak mengajak nya keluar malam, apalagi hanya berdua, mungkin kah ada hal serius yang mau kakak nya itu sampaikan secara privasi dengan nya?
"nggak papa dek, kakak hanya ingin punya waktu berdua saja sama kamu" jawab sang kakak dengan pandangan ke depan, tanpa menoleh ke arah nya di samping nya, yang tengah kebingungan
mendengar hal itu kini berhasil membuat nya mengernyit kan kening nya sambil berkata "lho, biasa nya juga tiap hari ada waktu berdua sama aku, kakak kenapa, apa ada masalah yang sedang kakak hadapi?" tutur nya merasa simpati
"huft, nggak papa sayang, sini deketan, kakak mau full time aja malam ini sama kamu" jawab kak Nisa sambil menarik pelan tangan kanan nya ke dalam pelukan nya
untuk sejenak, kedua nya pun berpelukan, namun dengan isi hati yang mungkin saja berbeda
"dek?" panggil Nisa dengan mengelus kepala belakang nya yang tertutupi hijab nya
"iya kak, ada apa?" jawab nya dan kembali bertanya pada kakak di samping nya
"apa kamu serius, dengan keputusan yang kamu ambil untuk masuk asrama di daerah Tangerang itu?" tanya kak Nisa yang malah terdengar ragu, setelah melepas kan pelukan kedua nya dengan lembut, dan beralih menatap sang adik di samping nya
merasa di perhatikan, kini diri nya yang sejak tadi menatap wajah sang kakak dengan tatapan penuh tanya pun kini beralih mengalih kan pandangan nya ke arah depan, tidak ingin menunjukkan kesedihan yang di alami nya
"kenapa kakak bertanya seperti itu?" tanya nya dengan hati yang begitu terasa berat untuk menjawab
"kakak tahu, ini begitu rumit untuk kamu hadapi seorang diri, apa perlu, kakak berusaha membantumu agar Ayah dan Bunda membatalkan keberangkatan kamu ke sana?" tutur sang kakak yang masih saja belum melepaskan pandangan pada nya
"sudah lah kak, aku ikhlas kok, menerima ini semua, kakak jangan khawatirkan itu ya, aku akan baik baik saja di sana, kakak takut rindu kan aku ya nanti?" imbuh nya berusaha mencairkan suasana, namun malah ditanggapi raut iba oleh sang kakak yang mendengar nya
"udah ya kak, kakak jangan khawatir berlebihan terus sama aku, aku pasti akan baik baik saja?" ucap nya yang terdengar menenangkan sambil terkekeh kecil
"jika kamu memang tidak menginginkan nya, lantas mengapa saat Ayah sama Bunda bicara tadi kamu tidak berusaha menolak nya?" tanya sang kakak yang masih merasa keheranan, pasal nya diri nya ini sangat keras kepala di mata keluarga nya
mendengar penuturan sang kakak, kini diri nya pun kembali terkekeh kecil sambil berkata " kak, Ayah sama Bunda ingin menyekolah kan aku ke asrama pesantren Al Hikmah di Tangerang sana, jika aku menolak, pantas kah aku di sebut sebagai anak sholehah?" tutur nya menunjukkan senyuman semanis mungkin juga menunjukkan sisi lemah pada diri nya ini, namun hal itu hal yang membuat sang kakak semakin merasa iba
"berhenti dek, jangan tunjukkan lagi senyum palsu mu itu, kakak cukup tahu, saat ini hati kamu sudah hancur, tapi kenapa kamu selalu menunjukkan senyuman mu itu, untuk menutupi semua luka yang kamu dapat kan?" ujar sang kakak dengan parau juga dengan kedua mata yang sudah berkaca kaca
sang kakak pun menarik kasar diri nya ke dalam pelukan nya kembali dengan berderai air mata
"kamu adalah gadis yang begitu penurut Za, entah dunia akan mengecewakan mu atau tidak, tapi kamu selalu menyembunyikan kesedihan mu di balik senyuman mu itu, kakak begitu menyayangi diri mu Za, dan kakak beruntung, Allah menganugerahkan adik seperti diri mu" tutur sang kakak dengan masih berderai air mata
"seharus nya aku yang berbicara demikian kak, aku begitu beruntung, Allah karuniakan kakak dalam hidup aku, kakak yang selalu support aku, kakak yang selalu menjadi penyemangat ku, kakak percayakan, sama aku?" tanya nya lembut, dengan membalas pelukan sang kakak
"apa kamu benar benar tidak ingin menghindarinya dek, kakak takut?" tanya sang kakak yang entah kenapa semakin mempererat pelukan kedua nya
"udah ya kak, semua nya sudah aku putus kan, sudah terjadi juga, meskipun dengan berat hati, namun insya Allah, aku tetap akan menjalaninya dengan hati yang ikhlas" ucap nya meyakinkan sang kakak
"lagi pula, sesuatu yang tidak kita inginkan, atau bahkan sebuah masalah, itu tetap harus kita hadapi, bukan malah kita hindari, lari dari masalah, itu juga bukan hal yang tepat, untuk aku saat ini kak, cepat atau lambat, aku juga akan melalui nya" tutur nya dengan jedaan
mendengar tanggapan dari sang adik, kini Nisa pun mengulas senyuman tipis di bibir nya "ini yang kakak sukai dari kamu dek, meski usia mu belum menunjukkan bahwa kamu dewasa, namun kamu mampu memutuskan sesuatu dengan keputusan yang begitu bijak, seperti orang dewasa normal lain nya, kamu selalu memutuskan keputusan yang tepat, bahkan di saat hal yang tidak kamu ingin kan mulai menghampiri mu melalui Ayah dan Bunda sekali pun, kamu tetap menerima nya" tutur sang kakak seraya mengurai pelukan
mendengar pujian dari sang kakak, kini berhasil membuat nya melukis senyuman manis yang sebenar nya pada wajah nya
hingga beberapa saat kemudian ponsel Nisa pun berdering di dalam jaket tebal yang tengah dikenakan, tanda ada panggilan masuk, Nisa pun mulai mengangkat nya
"halo assalamualaikum?" ucap Nisa setelah melihat ID pemanggil
",,,"
"akh, ternyata kamu Fi, kakak kira siapa?" ujar kak Nisa dengan tersenyum hangat dan setengah mengejek ke arah nya yang tengah menatap dengan tatapan bingung
",,,"
"akh ada kok, ini kebetulan kita sedang berdua" jawab kak Nisa yang membuat kening nya semakin berkerut
",,,"
"boleh, bentar ya?" ujar kak Nisa
"nih?" ucap sang kakak saya menyerah kan ponsel nya pada sang adik, tanpa memutuskan sambungan telepon nya
diri nya yang mendapat perlakuan seperti itu pun kembali mengerut kan kening nya hingga terlihat jelas lipatan di dahi nya, seolah bertanya 'apa?'
"Raffi, kakak kelas kamu, dia mau bicara sama kamu" jawab sang kakak dengan berbisik ditelinga kanan nya juga melukis kan senyum simpul nya
mendengar penuturan sang kakak, kini diri nya pun berhasil membuat kan kedua bola mata nya sempurna, kala terkejut
"udah, angkat aja, kasihan lho, dia udah hubungin kamu malah kamu anggurin, nggak baik tahu xixi" ujar sang kakak sambil terkikik geli
"ha,, halo assalamualaikum?" ucap nya seraya melangkah lebih maju dari tempat duduk nya
"waalaikum salam Za, ini aku Raffi" jawab kak Raffi di sebrang panggilan sana
"ehm, iya kak Raffi, ada apa?" tanya nya tanpa basa basi, berdehem di awal pertanyaan karena merasa tak nyaman
"nggak kenapa kenapa Za, apa aku mengganggu kesibukan mu?" tanya kak Raffi lagi hanya untuk memastikan
"nggak kak, nggak ganggu sama sekali" jawab nya
"hmmm, syukur lah, kak Nisa bilang, kalian sedang berdua ya, aku ganggu waktu berdua nya dong?" tanya Raffi mengulangi dan berbasa basi
"nggak kak, iya, saya memang sedang berdua dengan kak Nisa, kak Nisa ajak saya berbicara di luar" jawab nya sambil melirik sang kakak di belakang nya yang masih setia duduk di atas dipan kayu
"ooh, syukur lah jika aku tidak mengganggu waktu mu, kamu lagi ngapain Za?" tanya Raffi semakin mendalami topik
"hhhhh, nggak kak, saya tidak sedang mengerjakan sesuatu, kak Nisa ajak saya ngobrol berdua di luar" jawab nya dan kembali melirik kak Nisa yang sudah tertawa mengangkat kedua jari nya membentuk huruf 'V' namun hanya ditanggapi dengan raut wajah nya yang masam saat memandangi kakak nya itu
"ooh begitu, kamu sudah makan?" tanya Raffi lagi
"alhamdulillaah,, sudah kak" jawab nya singkat
"akh iya, hampir saja lupa, aku menghubungi kamu, karena aku mau tanya langsung sama kamu, apa kamu akan ikut Persami (perkemahan Sabtu Minggu) lusa nanti?" tanya Raffi pada akhir nya
"iya kak, insya Allah, saya akan ikut lusa" jawab nya yang masih terdengar begitu singkat
"syukur lah Za, tadi aku dengar dari Rafha kalau dia kebagian jadi sekretaris di acara ini sama kamu, saat dia tanya kan tugas nya sama aku" tutur Raffi panjang lebar
"iya kak" jawab nya yang mulai bosan dengan menanggapi pembicaraan dari Raffi
"ya udah, kalau gitu, udah dulu ya, kamu juga jangan lama lama di luar, cuaca malam sangat dingin dan menusuk, takut nya masuk angin, cepat masuk ya, langsung tidur juga, nggak baik, gadang buat perempuan, apalagi perempuan itu gadis seperti kamu" tutur sang kakak kelas dengan penuh perhatian
"iya kak, assalamualaikum?" ucap nya mengakhiri panggilan
"waalaikum salam warahmatullah" jawab Raffi
lebih memilih untuk segera menutup dan mematikan ponsel sang kakak, hingga tepukan di bahu kiri nya berhasil menyadarkan nya
"aciee,, ada yang habis diperhatiin nih" ujar kak Nisa dengan senyuman menggoda nya sambil melihat raut wajah sang adik
"kakak apaan sih, kenapa juga kakak punya nomor ponsel nya kak Raffi?" jawab nya yang terdengar sangat ketus
"nggak papa dong, buat hubungin calon adik ipar kakak kan nggak masalah juga?" jawab kak Nisa yang malah terdengar berujar dengan semangat
"hhhhh, udah lah males" jawab nya
"dia bilang apa aja sama kamu, kok telepon nya terlihat serius gitu?" tanya sang kakak yang sudah merasa penasaran
"bukan apa apa, hanya tanya saja, lusa bakalan ikut acar persami sekolah atau enggak" jawab nya masih jutek
"ooh gitu, what!! dia telepon malam malam kayak gini cuman mau pasti kan kamu ikut atau enggak di acara persami sekolah nanti, wow! kayak nya dia itu kangen deh ya sama kamu, bukan cuman sekedar tanya kan kamu mengenai acara persami sekolah yang akan kamu ikuti lusa?" ujar kak Nisa kembali
tanpa disadari kedua nya, latah, mungkin hanya diri nya, tanpa disadari diri nya, kini dua pasang mata tengah melihat dan memerhatikan kedua nya di balkon lantai atas
"dia memang anak yang begitu penurut Yah, Bunda bangga punya dia di hidup Bunda" yah, Bunda dan Ayah lah yang sedang memperhatikan kedua nya dari atas sana tanpa mendengar apa yang sedang kakak beradik itu bicara kan
"iya Bund, Ayah juga sangat bangga dengan dia, dia tidak pernah mengeluh sedikit pun terhadap Ayah" jawab sang ayah dengan merangkul pundak Bunda di samping kiri nya
"entah lah, Bunda merasa sedikit tidak menyangka saja, dahulu, dia begitu berbeda dengan yang lain, itu bahkan sangat berhasil membuat Bunda merasa khawatir yang berlebihan terhadap nya, namun sekarang, ketika dia sudah tumbuh dewasa, dia menunjukkan, bahwa dia juga layak, hidup seperti gadis dewasa pada umum nya, hidup di dunia yang bebas" tutur sang Bunda panjang lebar
"hmmm, iya Bund, dan itu semua karena didikan kita terhadap kedua anak kita, tapi jangan lupa kan juga dengan si bungsu, ini berkat Bunda yang selalu mengajarkan hal yang positif kepada mereka" ucap sang ayah merasa bangga dengan semua anak nya
"ini juga berkat didikan dari Ayah, agar mereka selalu menjaga diri mereka dengan baik dari pandangan orang lain terhadap mereka, jadi, orang lain tidak pernah memandang mereka dengan pandangan sebelah mata" jawab sang Bunda
tak terasa, malam pun mulai larut, kini kak Nisa pun segera mengajak sang adik untuk kembali masuk ke dalam rumah, karena semakin malam, di daerah Jakarta ini pasti akan terasa semakin dingin,,,
Bunda dan juga Ayah pun sama, kedua nya memilih masuk dan beristirahat dengan tenang,,,
_**Assalamualaikum Zahra_
Kamis, 6 Juli 2023**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments