Rama hanya terdiam saat tangan Putri tak sengaja memegang miliknya yang sedang tidur nyenyak. Setelah beberapa saat Putri ketakutan karena kecoa yang hinggap di kakinya. Akhirnya ia mendengar suara sang suami yang terdengar begitu berat.
"Pindahkan tanganmu!" titah Rama dengan dingin. Spontan Putri mengangkat wajahnya yang sebelumnya bersandar pada punggung pak gurunya, Putri membulatkan matanya ketika kedua tangannya seolah memegang benda yang terasa empuk seperti kue mochi.
"Apaan ini?" Putri yang penasaran, ia pun tampak menekan-nekan benda itu dan tak terasa benda itu mulai mengeras dan semakin mengeras.
"Eh ... kok keras sih!"
Spontan Putri melepaskan kedua tangannya dan ia menjauhi Rama yang saat itu masih berdiri terpaku. Putri pun mulai negatif thinking dan merasa ia baru saja menekan-nekan pisang tanduk milik gurunya.
"Waduh! Ihhh ... ini tangan ngapain pakai pegang-pegang itu. Idiihhh geli!!" Putri terlihat komat-kamit sambil menyalahkan tangannya. Sementara itu, Rama mulai membalikkan badan dan mendekati gadis itu.
Putri terlihat panik saat Rama berjalan ke arahnya.
"Bapak mau kemana? Stop, Bapak di situ saja ya! Jangan dekat-dekat! Saya nggak sengaja, Pak! Tangan saya nih yang nakal. Ampun Pak, jangan perkosa saya. Saya masih bocil, Pak! Masih sepet rasanya nggak enak," rengek Putri sambil mengatupkan kedua tangannya.
Rama tidak perduli, pria itu tetap mendekati Putri dengan tatapan matanya yang tajam.
"Busyet nih guru. Tatapannya killer banget astaga! Ya Tuhan tolong hamba mu yang lemah ini. Hamba tidak mau kehilangan keperawanan dulu. Nanti-nanti aja deh kalau udah umur dua puluh tahunan. Baru aja sweet seventeen. Masa iya harus menyandang tidak perawan!" doa Putri dalam hati. Ia terus berjalan mundur karena Rama terus berusaha untuk mendekatinya.
Seketika Putri berhenti karena punggungnya sudah tertahan oleh dinding kamar. Sambil menelan ludahnya susah-susah, Putri mencoba menghadapi kemauan suaminya itu.
"Bapak mau apa?" tanya gadis itu sembari merremas jari-jemarinya. Tanpa menjawab sepatah katapun, Rama mulai mengangkat tangannya dan seolah ingin menyentuh wajah Putri.
Putri semakin memejamkan matanya saat tangan Rama semakin terasa begitu dekat. Dan pada akhirnya, Rama mengambil seekor kecoa yang sedang nongkrong pada rambut Putri yang bergelombang.
Setelah Rama berhasil mengambil kecoa itu. Ia pun segera membuangnya ke luar jendela. Seketika Putri menghela nafasnya mengambil oksigen sebanyak-banyaknya seolah dirinya baru saja terbebas dari penjara.
"Hufft kirain mau diperkosa!" ucap Putri lirih. Secara tidak sengaja, Rama mendengarkan ucapan dari Putri. Pria itu mendekati Putri sembari menyilangkan kedua tangannya.
"Siapa yang mau memperkosa kamu? Tidak usah berkhayal terlalu tinggi. Aku tidak mungkin menyentuhmu. Bagiku, kamu cuma bocah ingusan yang tidak sengaja aku nikahi. Lagipula aku cuma mencintai Dinda kakakmu. Jika nanti dia pulang, aku akan menceraikanmu. Jadi, sekarang tidak usah membayangkan aku akan menyentuhmu. Pikirkan saja sekolahmu dan pelajari matematika dengan baik! Agar aku tidak terlalu sering menghukummu."
Setelah mengatakan hal itu dengan dingin. Rama kembali ke tempat tidurnya. Tapi dia tetap merasa jika pisang tanduknya tidak juga mau tertidur.
"Sialan! Kenapa nggak tidur juga sih! Merepotkan saja!" gerutu Rama ketika dia merasakan tegang setelah tidak sengaja disentuh oleh Putri tadi. Dan ketegangan itu tidak bisa ia tenangkan. Rama tidur dengan posisi miring membelakangi Putri, mendekap pisang tanduknya yang tidak mau tidur.
Sementara itu Putri pun masuk ke kamar mandi untuk meneruskan niatnya buang hajat kecil. Setelah lega, Putri kembali naik ke ranjang tidurnya. Sejenak Putri melihat posisi tidur Rama yang terlihat seperti orang kedinginan.
"Pak Rama kenapa tuh! Kedinginan dia? Perasaan gerah banget, mana kipasnya kecil banget sih. Nggak sejuk sama sekali, aduhh panas!" batin Putri saat melihat kipas angin yang berdiri di samping tempat tidur mereka. Sambil kipas-kipas Putri berusaha untuk menghilangkan gerah pada tubuhnya. Ia pun sedikit membuka kancing piyamanya sebanyak 2 biji. Setelah itu ia mengambil sebuah buku dan ia kipas-kipaskan pada lehernya.
Sesekali ia melihat ke arah samping di mana Rama masih menahan rasa tegang itu. Dengan berbasa-basi Putri mencoba bertanya kepada suaminya.
"Pak Rama, Bapak nggak gerah tuh tidur kayak gitu? Nih kamar kenapa panas banget sih, Pak! Mungkin auranya panas gini karena Bapak tuh jarang senyum dan marah-marah mulu. Jadi kek gini deh!" seru Putri kepada Rama.
"Nih anak, dia nggak tahu apa gara-gara dia pisang molen ku bangun nggak tidur-tidur, apes banget sih!" batin Rama.
Rama tidak menjawab pertanyaan Putri. Pria itu sejatinya juga merasa gerah sedari tadi, menahan sesuatu yang tegang itu rasanya tidak enak. Ia ingin menuntaskannya di kamar mandi, tapi ada Putri di kamarnya. Pasti Putri akan mendengar saat dirinya berteriak nge-fly. Maka, ia memutuskan untuk menenangkan sendiri dengan mendekapnya.
Tak mendengar jawaban dari Rama, Putri pun memutar bola matanya dan segera beranjak tidur.
"Dah lah, ngomong sama guru killer itu sampai mulut berbusa pun nggak bakalan di dengerin. Adanya pasti marah. Mending bobo aja. Ya ampun nih suhu kamar kayak ada di neraka aja!" Putri menggerutu sebelum dirinya meletakkan kepalanya di atas bantal yang empuk.
Mereka berdua pun tidur dengan kain penyekat di tengah-tengah sebagai batas tempat tidur mereka. Namun, siapa sangka jika di tengah mereka sedang tidur. Secara tidak sadar, Putri perlahan bergerak ke arah Rama. Seolah dirinya sedang memeluk sebuah guling. Begitu juga dengan Rama, ia pun tidak sadar jika dirinya sedang memeluk Putri. Semalaman mereka tidur dengan posisi Rama memeluk Putri dari belakang. Sementara satu tangan Rama menyusup ke dalam baju Putri yang sedikit terbuka.
Tepat jam 5 alarm berbunyi. Putri pun mulai membuka kedua matanya. Seketika ia merasa ada yang aneh. Ia merasa jika ada sebuah tangan yang masuk ke dalam bajunya dan sedang menangkap pucuk salah satu gunung kembar miliknya.
"Apa ini?" Putri mulai melihat ke arah dadanya. Dan spontan ia berteriak sambil melepaskan tangan Rama yang tak sengaja masuk ke dalam bajunya.
"Huwaaaa ... pak Rama jahat! Pak Rama sudah berani sekali menyentuh saya. Huuhu saya sudah ternoda, hiks hiks hiks tega banget Bapak!!" Putri tampak menutupi bajunya dan terlihat menangis. Rama pun bangun dan dia bingung dengan apa yang dilakukan oleh Putri.
"Ada apa sih? Kamu kenapa nangis? Lah kamu ngapain berada di sini. Harusnya kamu tidur di sana tuh. Kamu pasti menggelinding ke sini iya, kan?" sahut Rama.
"Enak aja menggelinding, emangnya saya bola. Pak Rama tuh udah berani pegang-pegang punya saya."
Rama mengucek mata dan masih tidak mengerti tuduhan yang dilontarkan sang istri kepadanya.
"Hah apa? Pegang-pegang punya kamu. Memangnya saya pegang-pegang apa?" tanya Rama yang masih bingung. Putri pun kesal dan ia pun segera beranjak ke kamar mandi.
"Aahhh bodo! Pokoknya saya kesel sama Bapak! Bapak udah berani pegang-pegang gunung saya. Huwaaaa kata teman-teman kalau udah dipegang itunya sama cowok berarti dia sudah ternoda. Bapak sudah menodai saya. Pokonya saya benci sama Bapak!" ucap Putri yang terus berjalan menuju ke kamar mandi dan ia masuk dengan sedikit membanting pintu.
Sejenak Rama masih bingung. Apa maksud dari istrinya itu gunung miliknya sudah ternoda? Setelah cukup lama berpikir. Akhirnya Rama mendapatkan jawabannya. Tersirat senyum kecil dari bibir pria itu.
"Astaga! Aku kira apaan? Ternyata gunung yang itu maksudnya. Tanganku ternyata nakal juga!" lirih Rama sambil menggelengkan kepalanya.
*
*
*
Pagi ini, kali pertama Putri berangkat ke sekolah bersama gurunya. Tapi, Rama terlihat tidak begitu suka jika Putri bareng bersama naik motornya. Karena Rama khawatir digosipkan macam-macam dengan Putri.
Putri mulai menaiki motor matic yang biasa dipakai oleh Rama mengajar. Meskipun sebenarnya ia memiliki mobil, tapi Rama tidak mau terlalu berlebihan. Ia lebih suka pergi mengajar dengan menaiki motor miliknya.
Kini, Putri terpaksa harus berangkat bersama sang suami, apalagi ada mertua yang selalu melihat kebersamaan mereka. Putri tidak ingin melihat kedua mertuanya bersedih hanya karena melihat dirinya bertengkar dengan sang suami.
"Pegangan!" titah Rama. Spontan tangan Putri melingkar pada pinggang suaminya.
"Bukan pegangan itu, pegangan planger!" sahut Rama. Putri membelalakkan matanya.
"Pegangan planger? Yang benar dong, Pak? Nanti kalau saya jatuh gimana?" sahut gadis itu.
"Iya pegangan planger, kalau kamu pegangan perutku yang ada nanti kamu nafsu sama Bapak!" sungut Rama dengan santai.
Putri terlihat meledek pada suaminya. "Uhhh kalau saja kamu bukan pak guruku. Udah aku jitak nih kepala, sebel!" Putri menggerutu sambil melepaskan tangannya dari pinggang suaminya.
Setelah drama naik motor usai. Kini berganti Putri yang melihat wajah pak gurunya yang manyun hampir tidak ada senyum
"Pak, jangan manyun aja dong! Senyum dikit kenapa? Biar gantengan dikit. Masa, bonceng cewek secantik ini mukanya manyun mulu!" seru Putri di telinga Rama.
Spontan Rama menghentikan motornya dan menyuruh Putri untuk turun. Tentu saja Putri terkejut, mereka belum sampai di sekolah kenapa Rama menyuruhnya turun.
"Kok turun sih, Pak? Sekolah nya masih di depan situ!"
"Kamu jalan dari sini. Aku tidak mau ada yang lihat kita boncengan. Bakalan viral nanti!"
Setelah mengatakan hal itu. Rama segera melajukan motornya dan masuk ke dalam halaman sekolah dengan meninggalkan Putri yang berjarak sekitar 50 meter.
Putri pun terpaksa berjalan kaki untuk menuju ke gerbang sekolah. Dengan mulut komat-kamit, Putri berjalan ke arah kelasnya, disaksikan oleh Rama yang juga berjalan ke arah kantor.
Mereka berdua saling menatap, tapi keduanya tidak ada ekspresi seolah mereka tidak saling kenal.
Jam masuk kelas pun mulai berbunyi. Putri segera masuk ke dalam kelasnya seperti biasa. Kemudian tak berselang lama Rama memasuki kelas yang sama dengan Putri, kelas 12A.
Para siswa langsung diam saat Rama masuk kelas. Seolah kelas itu kedatangan pembunuh berdarah dingin yang siap menyergap murid-muridnya. Sementara itu Putri terlihat santai dan dengan gerakan malas ia membuka tas miliknya.
"Selamat pagi anak-anak!" sapa Rama kepada semua siswanya.
"Selamat pagi, Pak!" jawab mereka serentak.
"Baiklah, hari ini kita ulangan. Dan kumpulkan tugas kalian yang kemarin. Bagi yang belum mengerjakan tugas kalian siap-siap mendapatkan tugas tambahan dari saya."
Semua siswa mengeluarkan buku tugas mereka. Sementara itu Putri terlihat bingung karena ia tidak membawa buku tugas matematika miliknya. "Astaga, bukuku kemana? Perasaan udah aku taruh di dalam tas! Kok sekarang nggak ada sih?"
Putri mencari-cari keberadaan buku tugasnya yang tak kunjung ia temukan. Hingga akhirnya ia teringat jika semalam ia gunakan buku itu untuk kipas-kipas dan ia lupa meletakkannya kembali ke dalam tas.
"Gawat! Bukunya ketinggalan di kamar. Alamat kena omel nih!" Putri tampak menundukkan wajahnya dan ia tidak mengumpulkan buku tugas itu di meja Rama.
"Putri, mana buku tugasmu!" seru Rama yang seketika membuat Putri terkejut dan berdiri namanya dipanggil.
"Maaf, Pak! Buku saya ketinggalan di kamar. Karena semalam hawa kamarnya panas banget. Jadi saya gunakan buku itu untuk kipas-kipas. Mana kipasnya nggak sejuk lagi," jawab Putri dengan tegas sambil menatap wajah suaminya yang kaku.
Rama pun merasa tersindir dan ia pun menyuruh Putri untuk duduk kembali. Kali ini Putri aman dari omelan pak guru matematika yang terkenal tidak pandang bulu memberikan hukuman.
Putri pun duduk. "Eh Put, kok tumben sih pak Rama nggak marah. Biasanya aja ada yang lupa nggak bawa buku tugas, wahh udah kena semprot tuh sama pak Rama!" bisik Ririn, teman sebangku Putri.
"Nggak tahu, mungkin dia mulai tobat kali!" sahut Putri sambil cekikikan.
"Eh Put! Kamu nanti mau ikut nggak? Kita mau ngemall cari kaset film terbaru." seru Ririn.
"Serius? Ikutan dong! Sama siapa aja?" tanya Putri bisik-bisik.
"Ya sama anak-anak lah, banyak yang ikut, ada si Wiro, Diki, Maya, Lina, Ucup, pokonya banyak deh bakalan rame entar."
"Oke, aku ikut!"
*
*
*
Sepulang sekolah, Rama tanpa sengaja melihat Putri yang sedang bercanda dengan teman-teman cowoknya. Mereka terlihat begitu akrab. Entah kenapa Rama tidak terlalu suka Putri dekat dengan teman-teman cowoknya, apalagi ia baru saja minta izin untuk pergi bersama dengan teman-temannya ke Mall.
Rama tidak bisa menolaknya karena ia memang tidak terlalu serius dengan pernikahannya. Tapi bagaimanapun juga ia khawatir dengan Putri jika ia keluar bersama teman laki-lakinya.
Di saat Putri berangkat ke mall bersama teman-temannya. Tiba-tiba saja ia dicegat oleh Rama yang membuatnya sangat terkejut.
"Pak Rama!" seru Putri.
"Ingat, kalian harus segera pulang sebelum malam tiba. Jangan sampai orang tua kalian cemas. Mengerti!" ucap Rama, setelah itu ia pun pergi ke tempat motor nya yang terparkir di depan kantor.
"Tumben, Pak Rama ngomong gitu? Biasanya boro-boro merhatiin kita. Biasanya dia cuek banget, kan?" ucap Ririn yang melihat guru killer mereka mendadak perhatian.
Sejenak, Putri menatap sang suami yang sedang membawa motornya. Rama pun berbalik menatap Putri dan seolah berkata kepada gadis itu untuk tidak pulang terlambat.
"Aku ini kenapa sih? Kenapa perasaanku jadi nggak enak, ya! Aku kan nggak perduli dengan pernikahan ini ..."
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Kawaii 😍
suka banget sama cerita teen gini 😘😍
2023-12-08
0
Tati Hartati
yaelah rama,si dinda lbih mntingin karir drpd lo,mndingn putri dong wlo msih bocil,,,
ntar bucin bru tau rasa luh,,,🙄🙄😪
2023-08-26
0
Alivaaaa
sepertinya Pak Guru mulai cembokur nih 🤭😂😂
2023-07-11
0