Pagi hari, Vina tiba tiba merasa ingin makan ketoprak. Dia keluar rumah menyusuri gang komplek mencari tukang ketoprak yang biasa mangkal diujung jalan. Ternyata, tukang ketoprak itu tidak jualan, Vina harus gigit jari karena usahanya sia sia setelah berjalan kaki cukup jauh.
Vina membuka gerbang rumahnya dengan wajah lesu, apa yang sangat dia inginkan tidak bisa didapatkan. Perut terasa lapar, tapi dia hanya mau makan sepiring ketoprak saja.
"Dari mana kamu?" Damian mewawancarai Vina yang tiba tiba menghilang dan kembali tanpa jejak.
"Aku dari depan komplek mencari tukang ketoprak yang biasa mangkal disana, tapi orangnya tidak jualan," sahut Vina lesu.
"Kalau begitu kamu sarapan yang lain saja, Pak Anton sudah masak makanan enak untuk kita," ujar Dimas.
"Tidak mau, aku hanya mau makan ketoprak," tolak Vina. Wajahnya terlihat begitu sedih dan kecewa, membuat Dimas tidak tega melihatnya.
"Baiklah, duduk di kursi meja makan mu dulu. Akan meminta Pak Anton membuatkan ketoprak untukmu,"
Satu jam kemudian, setelah drama mendadak pergi ke pasar belanja bahan untuk membuat ketoprak dengan kecepatan cahaya. Akhirnya sepiring ketoprak ala Pak Anton jadi.
Mata Vina berbinar melihat makanan kesukaannya itu, telah lama dia tidak mencicipi masakan yang sering dibuat oleh Ibunya.
"Ini enak," ucap Vina sambil menggeleng gelengkan kepalanya. Sebuah reaksi yang biasa dilakukan oleh wanita jika menjumpai makanan atau minuman yang enak.
"Kalau begitu makanlah yang banyak, agar kamu dan bayimu sehat,"
"Iya suamiku sayang," celetuk Vina asal.
Dimas salah tingkah mendengar kalimat itu, wajahnya memerah dan baju yang sedang di gunakan tiba tiba terasa sempit. Untuk pertama kalinya Vina memanggil Dimas sayang, benar benar menggemaskan.
Selesai makan, Vina meminum semua vitamin yang telah diresepkan Dokter untuknya. Kemudian dia pergi ke ruang tv untuk bersantai dan menonton acara film favorit.
"Aku rindu Ibuku, apa boleh aku menemuinya?" Vina menatap dengan tatapan sendu. Sudah beberapa minggu Vina tidak menjenguk Ibunya, dia juga tidak berani menelfon karena takut tiba tiba mual dan Ibunya merasa curiga kepadanya.
"Tidak boleh, tubuhmu masih lemah," ujar Dimas.
"Tapi..." Vina menekuk wajahnya.
"Kamu harus menurut padaku, kalau tidak, aku akan membatalkan kompensasi yang telah aku janjikan padamu," ancam Dimas.
"Tuan berani mengancam ku?" Vina terkejut.
"Tentu saja, aku kan suami kamu," oceh Dimas.
"Hanya suami diatas kertas, apa yang bisa dibanggakan?" Sindir Vina pedas.
Dimas terdiam, dia melihat aura kecewa di wajah Vina. Sebenarnya Dimas tau kalau wanita bayarannya itu memiliki rasa padanya, tapi Dimas memilih diam dan berpura pura tidak tau.
Dimas tidak mau memberi harapan pada wanita muda itu, takut membuat Vina semakin merasa kecewa. Bagaimanapun Dimas adalah seorang pria matang yang sudah beristri, tidak mudah baginya untuk membagi hatinya pada wanita lain.
🍃🍃🍃
Sore harinya, Desi menelfon Dimas untuk menanyakan kabar Vina. Sekaligus meminta Dimas untuk pulang ke rumah karena dia merasa rindu.
"Desi, aku belum bisa pulang ke rumah. Maaf, Vina belum sehat betul," Dimas meminta maaf pada Desi dan berharap wanita itu mau mengerti.
"Ibu terus menanyakan kamu, dia tidak percaya kamu pergi bisnis ke luar kota, terlalu lama katanya," Desi mencari ide lain agar Dimas mau pulang ke rumah mereka.
Tak sengaja, Vina mendengar percakapan Desi dan Dimas lewat telfon. Dia mendekati Dimas dan ikut nimbrung dengan obrolan mereka.
"Pulanglah, aku baik baik saja. Lagi pula, ada atau tidak ada kamu di sini sama saja bagiku," celetuk Vina.
"Dengar itu, kata Vina saja tidak apa apa. Kamu pulang ya," Rajuk Desi.
"Baiklah, nanti sore aku akan pulang."
Obrolan selesai, Dimas menutup telfon. Vina melempar senyum dan bergegas menuju ranjang untuk beristirahat. Kepalanya mulai pusing, mungkin karena efek obat yang dia konsumsi sudah mulai hilang.
"Kamu yakin akan baik baik saja tanpa aku disini?"
"Aku yakin. Aku kan tidak benar benar sendiri, masih ada Pak Anton. Kasihan istri kamu, sepertinya dia sudah rindu berat padamu,"
Dimas membuka lemari dan memasukan pakaiannya ke dalam koper. Meski ragu, akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke rumah utama menemui Desi dan Ibunya disana.
Beginilah resiko menjadi istri kedua, baru dimanja sedikit saja istri pertama sudah merajuk dan meminta suaminya pulang ke rumah. Tapi Vina harus tau diri dengan posisinya saat ini, dia hanya wanita yang dinikahi bukan karena cinta.
"Akan lebih baik lagi kalau pria itu tidak kembali ke sini, sungguh aku tidak bisa menahan diri dan mengendalikan perasaanku jika terus bertemu dengannya," gerutu Vina lirih.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments