Bab 2

Sore itu juga Vina datang ke alamat rumah yang tertera dikartu nama pemberian Dokter Puji. Dia memencet bel yang menempel ditembok rumah beberapa kali, sampai akhirnya seorang pria bertubuh tinggi tegap keluar membuka pintu.

"Hallo, aku Vina. Aku kesini untuk menemui Tuan Dimas Maher Zain," sapa Vina ramah sambil berusaha untuk bersikap tenang.

"Hallo, Nona. Anda sudah membuat janji temu?" Tanya pria yang berpenampilan seperti seorang asisten pribadi itu.

"Aku belum membuat janji temu, tapi saya kesini atas saran dari Dokter Puji," ucap Vina.

"Sebaiknya kita mengobrol di dalam saja, mari masuk."

Vina masuk ke dalam ruang tamu yang ukurannya lebih besar dari lapangan voli, semua perabotan yang ada disana terlihat mewah dan berharga mahal. Tak hanya takjub, Vina juga sangat ingin memiliki hunian seperti itu. Semoga saja keinginannya yang kelewat konyol itu bisa terwujud suatu saat nanti.

"Kebetulan, Tuan Dimas sedang tidak ada dirumah ini, beliau sedang berada dirumah utama. Jika ada keperluan, Nona bisa menyampaikannya padaku. Namaku Anton, Aku asisten pribadinya," jelas Anton.

"Begini Pak Anton, aku sedang dalam kesulitan. Aku kesini untuk meminta bantuan pada Tuan Dimas," ucap Vina.

"Apa itu soal uang?" Anton mencoba menebak.

"Iya, betul." Vina menjawab dengan malu malu.

"Berapapun uang yang Nona perlukan pasti akan oleh Tuan Dimas, asalkan Nona mau bekerja padanya. Saat ini, beliau sedang membuka sebuah lowongan pekerjaan,"

"Aku mau bekerja apapun, aku bisa memasak, mencuci dan beres beres rumah. Aku bisa menjadi baby sitter, merawat Oma Oma atau menjadi seorang ART," Vina begitu sangat bersemangat.

"Sebenarnya, bukan itu lowongan pekerjaan yang sedang dibuka oleh Tuan Dimas," Anton menatap Vina dengan penuh keraguan

"Kalau bukan itu, lalu lowongan pekerjaan apa?" Vina berhasil dibuat penasaran.

"Lowongan pekerjaan untuk melahirkan anaknya," tutur Anton.

"Bapak pasti sedang bercanda," Vina tertawa karena setengah tak percaya.

"Tuan Denis membutuhkan rahim untuk disewa, rahim yang sehat untuk mengandung calon pewarisnya," Jelas Anton dengan wajah serius.

"Kalau Nona berminat, aku akan menelfon Tuan Dimas dan membuatkan Nona janji temu," lanjut Anton.

"Ah, tidak. Aku tidak berminat sama sekali. Biarpun aku miskin, aku adalah wanita baik baik, aku tidak mau menyewakan rahimku apa lagi tanpa adanya ikatan pernikahan," cicit Vina panjang lebar.

"Pikirkan dulu baik baik Nona, bukankah Nona sedang membutuhkan banyak uang?" Anton mencoba merayu dan meruntuhkan pertahanan Vina.

Vina adalah perempuan muda yang cantik, tubuhnya terlihat sehat dan berisi. Wanita seperti itu yang sangat diinginkan oleh Tuan Dimas untuk dijadikan istri keduanya dan mengandung calon anaknya. Kalau sampai Vina mau, Tuan Dimas pasti akan merasa senang dan Anton akan mendapatkan bonus besar.

"Tidak, terimakasih. Aku pamit pergi dulu," Vina terburu buru mau pergi.

"Baiklah kalau begitu, kalau Nona berubah pikiran Nona bisa datang ke rumah ini lagi,"

"Berubah pikiran? Sepertinya hal itu tidak mungkin akan terjadi," celoteh Vina dengan penuh percaya diri.

Setelah mengatakan hal itu pada Pak Anton, Vina berlalu pergi meninggalkan rumah kedua Dimas karena tidak ingin berlama lama berada dirumah milik CEO gila.

Dia dan majikannya pasti sama saja, sama sama tidak memiliki otak dan hati nurani. Bisa bisanya mereka bekerja sama membuka lowongan untuk mencari istri kedua, Vina merasa hanya wanita bodoh saja yang mau ditawari pekerjaan seperti itu.

Selepas Vina pergi, Anton berdoa dalam hati, semoga Vina mau kembali lagi ke rumah itu. Anton akan mendapat bonus dalam jumlah besar dari Tuan Denis jika Anton berhasil membujuk seorang wanita untuk menyewakan rahimnya pada majikannya itu.

🍃🍃🍃

Vina merasa seperti seorang pengemis, dia berpindah dari pintu ke pintu rumah temannya untuk mencari bantuan. Sayang, diantara mereka semua tidak ada yang bisa memberikan Vina pertolongan, maklum saja, jumlah uang yang dibutuhkan oleh Vina cukup besar.

Vina teringat pada bekas teman sebangkunya saat SMA dulu, namanya Riska, dia putri tunggal seorang pengusaha yang tinggal tak jauh dari rumah Vina. Vina pergi menuju rumah Riska dengan menaiki ojek pangkalan, setelah menempuh perjalanan lumayan lama akhirnya Vina tiba di tempat tujuan.

Tok... Tok... Tok...

Vina mengetuk pintu, gadis manis itu tersenyum saat melihat sosok teman lamanya keluar dari balik pintu.

"Vina?" Riska sedikit heran karena Vina tiba tiba datang berkunjung ke rumahnya.

"Hai... Ris, apa kabar?" Sapa Vina.

"Baik, mari masuk ke dalam," ajak Riska.

Vina dan Riska duduk di kursi tamu. Untuk sesaat, suasana sekitar berubah hening karena Vina bingung ingin memulai pembicaraan dari mana.

"Tumben kamu datang ke rumahku? Ada perlu apa?" Tanya Riska to the poin.

"Anu Ris, aku membutuhkan pertolonganmu," tutur Vina dengan nada mendayu.

"Pertolongan apa?" Riska mengangkat alisnya sebelah.

"Tolong pinjamkan aku uang, Ayahku masuk rumah sakit karena serangan jantung dan dia harus segera dioprasi,"

"Berapa uang yang kamu perlukan?"

"Dua ratus juta,"

"Maaf Vin, kalau uang sebanyak itu aku tidak bisa meminjamkannya. Lagi pula kamu juga tidak memiliki jaminan yang bisa aku ambil jika kamu tidak bisa membayar hutangmu itu,"

Vina menunduk, dia merasa sedih dan terluka. Berkali kali dia harus menahan perih karena terlahir dari keluarga yang kurang berada. Apa orang miskin seperti mereka tidak boleh sakit? Apa orang miskin seperti mereka tidak boleh meminta sedikit bantuan?

Kenapa mereka sulit sekali mempercayai orang miskin yang hendak berhutang, Vina tau mencari uang itu sulit, tapi bukan berarti sedikit sedikit harus ada jaminan bukan?

Air mata Vina jatuh menetes, dia bingung dan putus asa. Seharian dia mondar mandir kesana kemari mencari pinjaman, tapi hasilnya nihil.

"Aku turut berduka untuk Ayahmu Vin, ini ada sedikit uang untukmu," Riska menyodorkan beberapa lembar uang ratusan ribu rupiah.

"Ambillah, tidak banyak tapi aku yakin kamu membutuhkannya," ujar Riska.

Vani mengambil uang itu dan menghitungnya, total ada lima ratus ribu rupiah uang yang ada di genggamannya saat ini. Kurangnya masih banyak sekali, masih jauh dari angka dua ratus juta rupiah.

"Terimakasih ya Ris, aku akan mengembalikannya jika aku sudah memiliki uang," ucap Vina.

"Santai saja Vin, kamu tidak perlu mengembalikannya. Aku ikhlas memberikannya kepadamu secara cuma cuma."

🍃🍃🍃

Vina kembali ke rumah sakit, dia membawa dua bungkus makanan dengan uang sumbangan dari Riska. Vina menemui Ibunya dan membujuknya agar mau makan walaupun hanya sedikit.

"Bu, makanlah dulu. Kalau Ibu sakit, siapa yang akan merawat Ayah," ucap Vina.

"Baiklah, aku akan makan. Jaga Ayahmu dulu ya," pesan Karti.

"Iya,"

Vina duduk disisi Ayahnya, dia membelai rambut putih sang Ayah yang masih saja memejamkan kedua matanya. Tiba tiba saja tubuh Bayu bergetar hebat, mulutnya komat Kamit seperti dukun yang sedang membaca mantra.

"Ibu, apa yang terjadi dengan Ayah?" Vina panik. Sementara itu Karti meninggalkan nasi bungkusnya dan berlari keluar memanggil Dokter.

Dokter memeriksa keadaan Bayu dengan teliti, setelah itu dia memerintahkan beberapa perawat untuk memindahkan Bayu ke ruang khusus.

"Dia harus segera dioprasi malam ini juga, penyakitnya sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi," Dokter memberi penjelasan kepada Karti. Wanita itu terduduk lemah diatas lantai, seolah nyawanya sudah hilang separuh.

"Dok, segera oprasi Ayahku. Aku akan mengambil uang untuk biaya penanganannya sekarang juga." Ucap Vina mantap.

Dokter Puji mengerti apa yang dimaksud oleh Vina, dia menebak kalau wanita muda itu telah menerima tawaran pekerjaan dari sahabatnya yaitu Dimas Waseso.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Retno Elisabeth

Retno Elisabeth

kasian vina

2023-08-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!