Bab 17

Masih teringat jelas dalam benak Vina sorot mata Dimas yang penuh kebencian padanya. Saat Vina bicara pada Desi kalau dia dan Dimas telah menikah. Dimas tidak suka Vina mengatakan hal itu pada Desi, padahal semua itu adalah fakta dan bukan kebohongan belaka.

Niat Vina untuk membela diri atas hinaan dari Desi ternyata membawa dampak buruk bagi hubungannya dengan Dimas. Istri pertama harus selalu benar dan dibela, sementara istri sewaannya harus selalu mengalah dan tunduk dalam kepatuhan. Sebuah aturan tak tertulis itu harus Vina ingat ingat, agar dia tidak melakukan kesalahan yang sama.

Pasca pertengkaran Desi dan Dimas beberapa hari lalu, Vina tak pernah disambangi oleh Dimas lagi. Mungkin Desi melarangnya, atau dia masih butuh waktu untuk membujuk dan menghilangkan amarah seorang Desi.

Harusnya Vina merasa senang jika Dimas tidak menemuinya, tapi ternyata kebalikannya. Vina mulai jatuh hati pada pria itu, Vina mengakuinya. Tapi dia harus mengusir perasaan itu jauh jauh sebelum menjadi Boomerang bagi hidupnya.

Vina merasa kepalanya sedikit pusing dan perutnya mual. Dia pergi ke dapur untuk membuat secangkir kopi hitam dan "prak..." Vina menjatuhkan gelas yang dipegangnya.

Mendengar suara gaduh Pak Anton berlari menuju dapur untuk mencari tau keadaan nona mudanya. Vina berpegangan pada ujung meja makan, tubuhnya tiba tiba terasa lemas tak bertenaga. Bahkan mengangkat sebuah gelas saja tidak bisa.

"Nona, anda kenapa?" Anton panik.

"Aku merasa tidak enak badan,"

"Mari saya antar ke Dokter," Anton memapah Vina dan membawanya menuju mobil.

Hasil pemeriksaan Dokter mengatakan kalau Vina tengah hamil empat minggu, senyum kecil mengembang di wajah Anton, tapi tidak di wajah Vina. Dia menangis tersedu sedu, dia merasa sedih karena kehamilannya.

"Nona, apa boleh saya kabarkan berita ini kepada Tuan Dimas?" Tanya Anton.

"Terserah kamu saja!" Vina melempar pandangan matanya kearah lain.

🍃🍃🍃

"Dia sedang hamil?" Dimas merasa terkejut sekaligus senang mendapat kabar dari asisten pribadinya itu. Tak hanya Dimas yang merasa senang, Desi juga merasa senang.

Tanpa menunggu waktu lama, Dimas langsung meminta ijin pada Desi untuk mengunjungi Vina. Desi mengijinkan Dimas pergi dengan perasaan senang, karena sebentar lagi bayi yang mereka idam idamkan kehadirannya akan segera mereka miliki.

Tiba dirumah, Dimas langsung mencari keberadaan Vina. Saat itu Vina sedang duduk diatas ranjang sambil menyandarkan tubuhnya ke tembok. Wajahnya terlihat pucat, seperti orang terkena anemia.

"Bagaimana keadaanmu Vina?" Tanya Dimas.

"Aku baik baik saja," sahut Vina lemas.

"Tapi kamu terlihat seperti orang sakit," ujar Dimas.

"Beginilah yang dirasakan wanita kalau hamil muda, kamu jangan terlalu khawatir pada calon anakmu, dia baik baik saja,"

"Aku tidak hanya menghawatirkan dia saja, aku juga menghawatirkan kamu," Dimas menggenggam telapak tangan Vina erat. Tapi Vina segera menepisnya.

Sekilas, Dimas terlihat begitu tulus dan perhatian kepada Vina. Layaknya seorang suami menyayangi istri istri mereka. Siapa saja yang melihat ketulusan itu pasti akan salah paham, termasuk Desi.

Andai saja perhatian itu bener benar ditujukan untuk Vina, bukan hanya karena dia sedang hamil saja. Pasti Vina merasa senang, karena ada pria yang begitu sangat menyayanginya.

"Tuan, mulai sekarang sebaiknya kita jaga jarak saja agar aman. Aku tidak mau anda dan istri anda bertengkar lagi,"

"Baiklah, jika itu yang kamu mau. Tapi, tolong ijinkan aku untuk menjaga kamu sampai anak ini lahir,"

"Tuan, jangan membuat aku semakin salah paham dan mengharapkan lebih darimu. Sebaiknya anda datang mengunjungi aku beberapa kali saja dalam seminggu."

Permintaan Vina sangat sulit untuk dituruti oleh Dimas. Ada gejolak rasa aneh dalam hati Dimas jika melihat wajah pria itu, jangan jangan yang dikatakan Desi itu benar. Kalau dirinya mulai tertarik pada wanita bayarannya itu.

🍃🍃🍃

Malam itu, diam diam Dimas tinggal dan menginap dirumah keduanya. Dia ragu Vina akan bisa melakukan segalanya seorang diri dalam keadaan lemah karena hamil muda.

Tengah malam, Vina merasa lapar. Dia menuruni anak tangga dan berjalan menuju dapur. Vina membuka kulkas, mengocok tiga butir telur untuk dimasak menjadi telur dadar. Vina menyalakan kompor, tapi tiba tiba kepalanya terasa pusing dan dia mematikannya lagi.

"Kenapa kepalaku pusing sekali," keluh Vina.

Dimas menghampiri Vina, memintanya duduk dan melanjutkan memasak. Dimas tau kalau Vina sedang kelaparan, semua wanita hamil memang suka seperti itu.

"Tuan, kenapa anda masih disini?" Vina menatap dengan tatapan tidak suka.

"Duduk dan diam lah, jangan banyak bicara!" Omel Dimas.

Dimas memasak telur dadar dengan cekatan, setelah matang dia menaruhnya diatas piring dan menambahkan dua centong nasi diatasnya. Kemudian dia menyodorkan makanan itu kepada Vina.

"Makanlah,"

"Terimakasih,"

Vina memakan makanan itu dengan lahap, makanan yang dimasak oleh Dimas ternyata rasanya tak kalah enak dengan masakan buatan Pak Anton.

"Ini pertama kalinya aku masak, apa rasanya enak?" Tanya Dimas.

"Lumayan, masih bisa dimakan," sahut Vina sekenanya.

"Besok aku akan menyetok banyak makanan enak untukmu di kulkas, kalau kamu lapar dan ingin makan minta Pan Anton untuk memasaknya. Jangan masak sendiri, mengerti?"

"Iya, aku mengerti."

Pak Anton mengintip dari balik pintu, dia merasa senang melihat pemandangan manis itu. Seumur umur dia bekerja pada Tuan Dimas, baru kali ini dia melihat pria itu begitu sangat bersemangat dalam melakukan sesuatu.

Tuan Dimas dan Vina terlihat serasi, Anton berharap hubungan keduanya bisa terus berlanjut dan perjanjian diantara keduanya bisa berakhir. Jelas sekali diantara keduanya telah tumbuh benih benih cinta, jika hubungan mereka kandas ditengah jalan maka akan sangat disayangkan.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!