Semakin hari, Dimas semakin jarang pulang ke rumah. Terkadang pulang hanya tiga kali dalam seminggu, kadang hanya satu kali, bahkan pernah tidak pulang sama sekali. Desi dihantui kegelisahan, dia cemburu dan ingin meminta Dimas mengakhiri hubungan terlarangnya dengan Vina.
Tapi, menyewa rahim seorang perempuan pastilah tidak murah. Sayang sekali jika hubungan itu berakhir sebelum menghasilkan sesuatu yang mereka berdua inginkan yaitu seorang anak.
Desi menggila, pikirannya mulai dihantui oleh prasangka dan pemikiran buruk. Wajar saja, Desi sangat mencintai suaminya. Tidak ada pria lain dihatinya selain Dimas seorang, suami yang telah menikah dengannya selama sepuluh tahun terakhir.
Mayang menghampiri menantunya yang sedang duduk di depan teras dengan wajah murung. Seperti sore biasanya, Desi menunggu suaminya pulang ke rumah dengan hati gelisah.
"Ini semua salahmu, Dimas jadi jarang pulang ke rumah. Kalau saja kamu punya anak, dia pasti tidak akan seperti itu!" Ucap Mayang ketus. Matanya berputar ke kiri dan ke kanan, seolah sedang mencari cari kesalahan lain dari seorang Desi.
"Bu, tolong jangan ajak aku ribut. Aku sedang malas bertengkar dengan Ibu," balas Desi lirih.
"Aku tidak akan pernah mengajak kamu ribut kalau kamu bisa memberiku seorang cucu. Sejak awal aku memang tidak setuju Dimas menikah dengan wanita seperti kamu!" Mayang mulai meninggikan suara. Dia kesal karena menantunya itu sudah mulai berani melawannya.
"Ibu keterlaluan sekali, selama ini aku sudah mau bersabar untuk Ibu, karena Ibu adalah Ibu dari Dimas. Kalau aku mau, aku bisa membujuk Dimas untuk memulangkan Ibu ke kampung sekarang juga. Aku lelah dicaci maki oleh Ibu setiap hari!" Otot otot leher Desi menegang saat mengucapkan hal itu pada Ibu mertuanya.
"Dasar menantu durhaka!" Maki Mayang.
"Dasar Ibu mertua yang tidak tau diri, mertua dzolim tak punya hati!" Balas Desi.
Mayang menjambak rambut menantunya dengan kuat, Desi pun menjambak balik. Mereka saling mencakar, mendorong, bahkan sampai saling menampar satu sama lain. Perkelahian sengit itu berlangsung selama beberapa menit hingga akhirnya mobil mewah Dimas tiba dirumah.
Menyadari suaminya pulang, Desi pura pura terjatuh dan berguling di lantai. Dia menjerit dan menangis dengan kencang seperti baru saja di tendang oleh seseorang.
"Desi," Dimas berlari menghampiri istrinya dengan wajah panik. Sementara itu Mayang hanya terdiam karena bingung, dia tidak bisa mengimbangi akting seorang Desi.
"Ibu benar benar keterlaluan, teganya Ibu menganiaya menantu sendiri!" Omel Dimas.
"Apa mata kamu sudah buta Dimas? Dia juga menganiaya Ibu, lihat wajah Ibu, dimana mana ada bekas cakaran," Mayang menunjuk area wajahnya yang memerah.
"Alah, sudah jangan banyak alasan. Aku sudah tidak ada rasa simpati lagi pada Ibu!" Sentak Dimas.
Hati Mayang terasa sakit, dia menangis dan berlari ke dalam kamarnya. Dia kecewa, anak yang sedari dulu dia besarkan dengan penuh kasih sayang, ternyata lebih sayang dan lebih peduli pada istrinya.
"Sayang, maafkan aku. Apa aku datang terlambat," Dimas menatap sendu wajah Desi yang memiliki sedikit luka lebam karena ulah Ibunya.
"Aku... Aku...." Desi berpura pura pingsan untuk lebih menguasai keadaan.
"Desi... Desi..." Teriak Dimas. Merasa khawatir, Dimas membopong istrinya dan membawanya pergi ke puskesmas terdekat untuk melakukan pemeriksaan.
🍃🍃🍃
"Kamu tidak perlu mengkhawatirkan aku, aku baik baik saja. Kamu pikirkan saja wanita sewaan mu itu!" Omel Desi. Dia merajuk karena semakin hari Dimas semakin jarang pulang ke rumah.
"Desi, bagaimana bisa aku tidak mengkhawatirkan kamu? Kamu itu istriku," ucap Dimas sambil menggenggam telapak tangan istrinya erat. Dengan cepat Desi menepis tangan Dimas, hingga tangan kekar itu terpental.
"Istri yang akhir akhir ini jarang kamu temui," Desi cemberut.
"Maafkan aku Desi, tapi aku..."
"Cukup, pergilah dari kamar ini. Aku sedang ingin sendiri meratapi nasibku yang malang ini," Desi mengusir suaminya dengan nada halus.
Dimas menuruti keinginan istrinya, dia meninggalkan wanita itu sendiri di kamarnya agar bisa menenangkan diri. Denis paham betul dengan pikiran Desi, dia sedang stres karena sikap Ibu mertuanya juga sikap Dimas yang tak sengaja melukai hati Desi.
Dimas harus bisa membagi waktunya dengan baik untik Desi dan Vina. Bagaimanapun Desi adalah istri pertamanya, jangan sampai dia hanya mendapatkan sisa waktu darinya.
🍃🍃🍃
Keluar dari kamar Desi, Dimas bergegas masuk ke dalam kamar Ibunya. Dia melihat keadaan wanita tua itu setelah di sentak olehnya tadi. Dimas menyesal karena telah berkata buruk pada Ibunya sendiri, wanita yang telah mengandung dan melahirkannya dengan penuh kesakitan.
Mayang terduduk lesu didepan meja rias, sesekali dia menyeka butiran air mata yang jatuh membasahi pipinya. Melihat hal itu hati Dimas terasa sakit, dia memeluk Mayang dari belakang.
"Maafkan aku Bu, aku sudah kasar pada Ibu tadi," ucap Dimas.
"Tidak apa apa, memang Ibu yang salah," sahut Mayang.
Mayang menyadari kesalahannya, selama ini dia terlalu keras pada Desi. Mayang memang sangat menginginkan seorang cucu, tapi tidak seharusnya dia bersikap seperti itu pada menantunya sendiri. Apa lagi, Mayang adalah orang dibalik kesuksesan Dimas saat ini.
"Bu, tolong berhenti menghakimi Desi. Aku dan Desi sedang program hamil ke Dokter spesialis, aku yakin dia akan segera hamil," Dimas berusaha membujuk Ibunya.
"Benarkah?"
"Iya, benar. Ibu kurang kurangi ribut dengan Desi, agar dia tidak stres dan banyak pikiran. Kalau pikirannya tenang, dia akan segera hamil," lanjut Dimas.
"Tapi, kalau dia tidak kunjung hamil juga bagaimana?" Mayang merasa khawatir.
"Kita akan lakukan cara lain untuk mendapatkan anak, misalnya dengan bayi tabung,"
Mayang sadar, dunia kesehatan kini telah maju dan moderen. Jangankan membuat seorang wanita hamil, membuat janda tua berasa seperti perawan lagi juga bisa. Mungkin memang benar kata Dimas, dia tidak perlu terlalu khawatir soal cucu, karena dia pasti bisa memilikinya.
🍃🍃🍃
Usai bicara pada sang Ibu, Dimas pergi ke halaman belakang untuk bertukar pesan dengan Pak Anton asisten pribadinya dirumah kedua.
"Tolong katakan pada Vina, beberapa hari ini aku tidak akan pulang ke rumah kedua karena Desi sedang sakit," tulis Dimas.
Tak lama, Anton mengirim balasan untuk majikannya itu.
"Baik Tuan, saya akan menyampaikannya pada Nona muda," tulis Anton.
Dimas mengangkat wajahnya keatas, dia merasa kenapa hidupnya saat ini terasa susah dan memusingkan. Mungkinkah karena dosa dosa yang pernah dilakukan Denis di kehidupan yang lalu?
Jalan takdir manusia sudah ada yang mengatur, seperti yang saat ini sedang Dimas lalui. Dia hanya perlu bersabar dan ikhlas dalam menghadapinya, karena setelah hujan badai berlalu, biasanya akan terbit cahaya pelangi.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Lulu Difraz
smua laki laki itu kuat mau punk istri brapa juga pasti srmangat
2023-06-08
1