Bab 9

Di sebuah restoran cepat saji, vina melepas syal yang dia kenakan di lehernya. Dia merasa gerah walaupun AC di dalam restoran itu berhembus kencang.

Riska melotot saat melihat banyak tanda merah di area leher Vina, tanda itu jelas adalah tanda bekas kecupan. Meski sudah terlewat beberapa hari, tanda itu masih saja belum memudar.

"Bukankah Vina belum menikah? Kenapa dia bisa punya banyak tanda seperti itu? Jangan jangan dia telah menjadi simpanan Om Om hidung belang lagi," Riska mulai berpikir buruk tentang Vina.

"Vin, ada apa dengan lehermu itu?" Riska memberanikan diri bertanya pada Vina.

"Ah, ini karena alergi makanan. Aku salah makan, terus sekujur tubuhku gatal gatal. Aku menggaruknya dan meninggalkan bekas luka," sahut Vina. Dia merasa gugup saat mengatakan hal itu karena Riska bukan gadis bodoh yang mudah dikibuli.

"Jangan bohong, aku tau betul tanda apa itu," ceplos Riska dengan nada meledek.

"Ha... Ha... Ha... Kamu seperti tidak tau anak muda saja. Kamu sendiri juga suka melakukannya dengan kekasihmu bukan? Aku pernah melihatnya saat kita masih sama sama duduk di bangku SMA," Vina membuka aib Riska yang tidak sengaja dia ketahui.

Pipi Riska bersemu merah, dia tak menyangka waktu itu Vina memergoki aksinya saat sedang memadu kasih dengan pacarnya dibelakang sekolah. Dia pikir saat itu tidak ada yang melihat aksi nakalnya, karena lingkungan sekolah saat itu sedang sepi.

"Ngomong ngomong, apa hubunganmu dengan pria itu masih berlanjut?" Vina mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

"Tidak, kami sudah putus. Saat ini aku sedang jomblo,"

"Masa sih kamu jomblo? Gadis cantik seperti kamu kan banyak pria yang mau," Vina setengah tidak percaya.

"Aku sedang malas menjalin hubungan dengan pria, tapi kalau prianya kaya dan banyak uang aku mau. Ha... Ha... Ha..." Riska berceloteh dengan ekspresi wajah jujur.

"Dasar matre!" Ledek Vina.

"Sesama wanita matre jangan saling menghakimi." Balas Riska.

Keduanya tertawa terbahak bahak hingga membuat keributan, beberapa pengunjung di restoran itu bahkan sampai mengalihkan pandanganya pada mereka.

🍃🍃🍃

Turun dari Taxi, Vina berjalan dengan langkah lemas menuju rumah tinggalnya. Riska sudah tau tentang tanda merah itu, kini dia pasti punya pikiran buruk terhadapnya. Didalam hati Vina berdoa agar Riska dan kedua orangtuanya tidak bertemu, kalau sampai mereka bertemu tamatlah riwayatnya. Karena saat itu juga kebohongannya kepada orang tuanya akan terbongkar.

Klik...

Vina menyalakan lampu kamarnya, dia melompat tinggi saat melihat sosok Tuan Dimas telah ada disana. Pria itu berdiri dengan melipat kedua tangannya diatas dada sambil menyodorkan tatapan mata tajam.

"Dari mana saja kamu?" Bentak dimas.

"Aku... Aku habis jalan jalan dengan teman," Vina meringis.

"Aku sudah pernah bilang padamu, kemanapun kamu pergi kamu harus minta izin dulu kepadaku," Dimas mengingatkan kesalahan yang baru saja Vina lakukan.

"Maaf Tuan, aku lupa," ucap Vina.

"Lupa? Baru kemarin aku mengatakannya padamu, masa sudah lupa? Apa ingatanmu itu sangat buruk melebihi ingatan nenek nenek?" Dimas melotot.

Vina terdiam, dia menundukkan wajahnya kebawah. Dia berhenti membela diri karena apapun yang Vina katakan pasti Dimas tidak akan memperdulikannya. Pria itu tidak mau kalah, selalu ingin menang sendiri.

"Siapkan air hangat untukku, aku mau mandi," perintah Dimas.

"Baik Tuan," Vina mengangguk patuh. Dia bergegas pergi ke kamar mandi menyiapkan air hangat untuk majikannya mandi.

"Pria itu, sepertinya tidak pernah bersikap manis dan lembut pada wanita? Menyebalkan!" Umpat Vina.

Grep...

Seseorang memeluk Vina dari belakang, terasa suatu benda hidup nan kenyal menyenggol bagian belakang Vina berulang. Ternyata orang yang memeluk Vina adalah Dimas, pria yang baru beberapa detik tadi memarahinya.

Pria itu sudah tak mengenakan pakaian, entah kapan dia masuk ke dalam kamar mandi dan menanggalkan segala yang dipakainya.

"Temani aku mandi," rengek Dimas. Dia mengusap leher bagian belakang Vina dengan jemarinya yang lentik.

"Maaf Tuan, tapi aku masih lelah. Aku ingin beristirahat sebentar saja," tolak Vina halus.

"Aku tidak suka penolakan," Dimas marah.

"Baiklah, tapi berjanjilah dulu padaku," ucap Vina.

"Janji apa?" Dimas penasaran.

"Tuan hanya minta ditemani mandi saja, tidak boleh lebih dari itu," Vina menatap manik mata Dimas.

"Persyaratan mu cukup sulit, aku tidak yakin bisa mengabulkannya," Dimas menyunggingkan senyum mengerikan.

Tanpa aba aba,Dimas membopong tubuh Vina dan memasukannya kedalam bath tube. Dia memasukan beberapa takar sabun cair dan segenggam kelopak bunga kedalam bak mandi itu, kemudian menyalakan lilin aroma terapi.

Tubuh Vina merinding, dia merasa sore itu Dimas akan menyerangnya lagi. Menyerangnya dengan serangan yang jauh lebih ganas dan lebih menyiksa dari tempo hari.

Benar saja, secepat kilat Dimas membuka segala hal yang melekat di tubuh Vina dan melemparnya ke segala arah. Vina menghilangkan kedua tangannya ke area dada.

"Jangan menghalangi pandangan mataku dari dua bukit indah itu," protes Dimas. Dengan malu malu, Vina langsung menjatuhkan tangannya ke bawah.

🍃🍃🍃

Vina duduk di kursi balkon kamar, menikmati secangkir teh hangat dalam balutan selembar selimut. Otaknya memutar ulang adegan mesra yang baru saja selesai dia dan Dimas lakukan.

Dia merasa malu, karena hari ini tubuhnya yang agresif menyerang pria itu secara membabi buta. Hasrat Vina begitu tinggi, sampai membuat lawan mainnya kewalahan.

Rasa sakit saat bermain sudah tak ada lagi, yang ada hanya rasa nikmat yang menjalar sampai ke ulu hati. Vina ketagihan dengan rasa dan sensasi itu, sampai meminta Dimas mengulangi pergumulan mereka hingga berkali kali.

"Sepertinya aku sudah gila, aku sampai lupa dengan posisiku sebagai istri kedua yang dia sewa," Vina memarahi dirinya sendiri.

Dimas menghampiri Vina, dia hanya mengenakan celana bokser diatas lutut. Roti sobeknya terlihat jelas, membuat mata Vina mendelik hingga kesulitan berkedip. Vina memalingkan wajahnya, dia menggigit bibir bawahnya kuat untuk menghalau debaran yang tiba tiba muncul dihatinya.

"Gawat, jika dia terus seperti itu aku bisa khilaf dan kesurupan lagi," batin Vina.

"Hari ini permainanmu sangat bagus, aku suka kamu cepat belajar," goda Dimas.

"Aku sengaja melakukannya agar anda berhasrat, lalu aku bisa segera hamil,"

"Apa kamu sangat ingin pernikahan kontrak kita segera berakhir?"Dimas menaikan alisnya sebelah.

"Iya," sahut Vina singkat.

"Aku yakin, kamu akan sangat merindukan aku setelah kita resmi berpisah." Dimas tertawa lepas. Seolah dia baru saja selesai menonton film komedi.

Vina tertegun melihat wajah suami kontraknya. Dia terlihat begitu tampan dan mempesona saat sifat dan sikap dinginnya hilang entah kemana. Pesona dari Dimas Waseso keluar, menghipnotis Vina secara tidak langsung.

Jantung Vina seperti mau copot dan melarikan diri dari tempatnya, darah dalam tubuhnya seolah mengalir lebih deras dari biasanya.

"Vina sadarlah, dia milik wanita lain dan kamu hanya dijadikan pabrik penetasan anak olehnya. Jangan sampai kamu jatuh hati padanya,"

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!