Namanya Lia, siswi baru yang masuk ke dalam kelas Jaemin sekitar empat hari yang lalu. Gadis misterius yang sempat berpura-pura buta ketika pertama kali memasuki lingkungan sekolah. Gadis yang bisa menebak segala hal yang terjadi di sekitarnya tanpa perlu melihat langsung kejadiannya.
Setelah menolak membantu Jaemin dan teman-teman sekelasnya. Ia menjadi lebih sering mendapat gangguan dari murid-murid yang ada di kelas itu. Bukan gangguan dalam bentuk perundungan, tapi lebih ke arah bujukan. Beribu bujukan terlontar dari orang-orang yang ada di kelas itu untuk membantunya. Tapi belum ada satu pun yang berhasil membuat gadis itu terbujuk. Bahkan gadis itu membatasi jarak antara ia dan teman-teman sekelasnya, sehingga mereka semua berdiri di belakang garis batas sekedar teman kelas.
“Lia, mau makan bareng nggak. Hari ini aku bawa bekal agak banyak.”
“Nggak, aku nggak lapar.”
Gadis itu bahkan menolak semua ajakan dari seluruh murid di dalam kelas itu. Entah ajakan makan, ajakan berkumpul sambil bercerita bersama, atau ajakan apa pun yang diajukan pada gadis itu. Ia sangat tahu bahwa ada maksud lain di balik semua ajakan-ajakan yang diajukan padanya itu.
Ia lebih memilih menghabiskan waktunya untuk tidur di dalam kelas itu dibandingkan menanggapi bujuk rayu teman-teman sekelasnya. Jaemin mungkin masih terus bertanya pada gadis itu dan meminta untuk membantu mereka, bedanya laki-laki itu tidak pernah melakukannya dengan cara membujuk gadis itu.
Lia menutup kedua matanya, membiarkan mimpi membawanya pergi meninggalkan dunia nyata. Ia membiarkan ketenangan datang menghampirinya untuk memuaskan rasa kantuknya saat ini.
***
Jaemin menatap Lia yang belum ingin membuka mulutnya sampai sekarang. Gadis yang ditatap balas menatap ke arah laki-laki itu dengan pandangan jengah dan membuat laki-laki itu lagi-lagi naik pitam. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya seraya mengelus-elus dadanya menahan emosi yang membara di dalam dadanya.
Lia memutar malas kedua bola matanya begitu melihat reaksi laki-laki itu. Gadis itu kemudian meletakkan kepalanya di atas mejanya, seraya menutup kedua matanya.
Jaemin kesal melihat tingkah gadis yang ada di depannya itu. Ia ingin pergi, tapi tidak jadi begitu melihat pergerakan dari bibir gadis itu.
“Hwang Eunbi.”
Ia tersentak begitu sebuah nama kembali keluar dari bibir itu, seakan-akan ucapan gadis itu adalah sesuatu yang keramat. Jaemin segera membalikkan tubuhnya dan mencari keberadaan teman sekelasnya yang bernama Hwang Eunbi.
Tidak ada. Gadis itu tidak ada di dalam kelasnya saat ini. Laki-laki itu melangkahkan kedua kakinya dengan tergesa-gesa dan menjadi perhatian murid-murid di dalam kelasnya yang tampak benar-benar putus asa saat ini.
BUGGHHHHH!!
“Agghhhhhh!!!”
Jaemin menutup kedua mulutnya begitu melihat tubuh Hwang Eunbin yang mengeluarkan banyak darah. Gadis itu melompat dari atap sekolah yang berada di atas lantai tiga.
Penampilan gadis itu benar-benar mengerikan. Tulang betisnya yang patah bahkan menonjol keluar dan menembus kulitnya. Leher gadis itu pun tampaknya patah, melihat posisinya terputar 360 derajat dari posisi seharusnya. Hal yang paling mengerikan adalah kedua mata gadis itu tidak tertutup, melainkan melotot, seakan-akan memandangi semua orang yang sedang mengerumuninya saat ini.
Laki-laki itu mengacak rambutnya frustasi. Ia merasa lama-lama akan gila jika terus menerus melihat satu per satu teman sekelasnya meninggal.
Ia memandangi semua orang yang ada di sana, tapi sama seperti sebelumnya, tidak ada di antara mereka yang berniat menghubungi pihak sekolah maupun rumah sakit terdekat. Ia benar-benar mempertanyakan keberadaan nurani orang-orang di sekitarnya itu.
Jaemin mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya dan menghubungi pihak sekolah. Ia juga sedikit heran dengan pihak sekolah yang harus dipanggil terlebih dahulu saat ada kehebohan seperti ini, seakan-akan mereka menghindari untuk terlibat dalam persoalan seperti ini. Laki-laki itu bahkan berniat menghubungi orang tuanya untuk mengganti kepala sekolah dan seluruh guru yang ada di sekolah itu.
Laki-laki itu mengalihkan perhatiannya pada ruang kelasnya. Murid-murid di kelasnya mungkin sudah sangat putus asa sampai tidak ada satu pun yang keluar dari ruang kelasnya, bahkan dengan kehebohan seperti ini, seakan-akan mereka sudah benar-benar pasrah akan diperhadapkan dengan kematian.
Ia kembali menatap tubuh Eunbi. Penampilan gadis itu benar-benar mengerikan. Hal yang lebih membuat ia bergidik ngeri adalah karena ia merasa seolah-olah mata gadis itu melotot penuh amarah ke arahnya.
***
Jaemin menatap mobil ambulans yang mulai menjauh sambil membawa jenazah Eunbi. Ia yakin gadis itu tidak akan selamat saat melihat seberapa mengerikan penampilan gadis itu.
Setelahnya, laki-laki itu berbalik dan melangkah memasuki ruang kelas. Ia melangkah menuju Lia yang masih tidur dengan lelap, seakan-akan kehebohan di luar tadi bukanlah gangguan baginya.
“Kamu sebenarnya siapa? Ini bukan pertama kalinya nama orang yang akan menjadi korban berikutnya keluar dari mulutmu. Kamu bahkan tidak membaca buku itu tapi kamu tahu dengan persis siapa yang akan menjadi korban selanjutnya.”
Lia mengerjapkan kedua matanya. Ia memandang Jaemin dengan tatapan datar dan membuat laki-laki itu kesal dan frustasi karena pertanyaan yang ia ajukan tidak pernah dijawab dengan benar oleh sosok yang kini ada di hadapannya itu.
“Nomor.”
Jaemin yang frustasi, melongo mendengarkan ucapan yang keluar dari bibir gadis itu. Ia tidak mengerti apa yang dimaksudkan gadis itu dengan nomor.
“Hah?”
“Nomor. Kalian semua memiliki angka yang tercetak jelas di atas dahi kalian, urutan dan kapan kalian akan meninggal. Kamu bahkan nggak tahu itu? Aku bisa melihatnya dengan jelas.”
Kehebohan terjadi di kelas itu setelah gadis itu berucap demikian. Murid-murid yang sedang putus asa itu berjalan mendekat mengelilingi Lia untuk sekedar bertanya urutan giliran mereka satu persatu, dan kapan persisnya mereka akan meninggal. Tapi tidak ada satu pun yang dijawab oleh gadis itu.
Gadis itu justru membereskan perlengkapan sekolahnya ke dalam tasnya, menerobos kerumunan teman-teman sekelasnya yang tampak benar-benar putus asa, lalu melangkah keluar dari kelas itu. Tingkah gadis itu membuat semua orang yang ada di dalam ruangan itu benar-benar frustasi. Satu-satunya orang yang saat ini menjadi harapan mereka, justru tidak memiliki niat sama sekali untuk menolong mereka keluar dari lingkaran kutukan kematian yang seakan-akan menjerat leher mereka saat ini.
Jaemin terduduk di salah satu bangku di dalam kelasnya. Ia menatap punggung gadis itu yang perlahan mulai menjauh. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk membuat gadis itu mau membuka mulutnya tentang dalang di balik kutukan yang menyiksa mereka saat ini. Ia bahkan yakin jika gadis itu tahu benar apa yang harus mereka lakukan agar bisa keluar dari lingkaran kutukan yang juga menjeratnya saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
MasWan
nama yg bagus "LIA"
2023-06-22
0